NovelToon NovelToon
Paket Cinta

Paket Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Keluarga / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Chicklit / Enemy to Lovers
Popularitas:800
Nilai: 5
Nama Author: Imamah Nur

Kabur dari perjodohan toksik, Nokiami terdampar di apartemen dengan kaki terkilir. Satu-satunya harapannya adalah kurir makanan, Reygan yang ternyata lebih menyebalkan dari tunangannya.

   Sebuah ulasan bintang satu memicu perang di ambang pintu, tapi saat masa lalu Nokiami mulai mengejarnya, kurir yang ia benci menjadi satu-satunya orang yang bisa ia percaya.

   Mampukah mereka mengantar hati satu sama lain melewati badai, ataukah hubungan mereka akan batal di tengah jalan?

Yuk simak kisahnya dalam novel berjudul "Paket Cinta" ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imamah Nur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26. Bukan Yang Terburuk

Nokia mengangguk, masih dengan tubuh bergetar. Ia menunjuk sofa, mengisyaratkan Reygan untuk duduk. Pria itu menurut, melemparkan jaket hijaunya ke sandaran, memperlihatkan kaus hitam polos yang melekat pas di tubuhnya. Otot-otot di lengannya terlihat jelas setiap kali ia bergerak. Ia duduk tegak, tatapannya tajam, seolah siap menyerap setiap detail yang akan Nokiami sampaikan.

“Dia … dia mengirimiku pesan,” bisik Nokiami, suaranya serak. Ia meraih ponselnya yang tergeletak di meja, lalu menyerahkannya pada Reygan. Jari-jarinya masih sedikit gemetar. “Ada foto kantor Rina.”

Reygan mengambil ponsel itu. Wajahnya tidak menunjukkan reaksi apa pun saat melihat foto gedung perkantoran mewah itu. Ia menggeser layar, membaca pesan yang tertera. Kerutan di antara alisnya semakin dalam.

“Nggak nyangka ya, kamu bisa sejauh ini,” Reygan membaca sebagian kalimat itu dengan nada datar, seolah mencoba menahan amarahnya agar tidak meledak. “Tapi nggak cukup pintar, Sayang.”

Nokiami menelan ludah. “Itu … itu Leo. Cara dia meremehkan, seolah aku ini cuma mainan.”

Reygan mengabaikan komentar itu, matanya masih fokus pada layar. “Dia tahu kamu tinggal di apartemen temanmu. Dia tahu di mana temanmu kerja.” Ia menghela napas, lalu melanjutkan membaca.

“Apalagi kalau sampai rahasia keluargamu yang paling busuk itu bocor ke media. Ingat, Nokia? Rahasia kecil ayahmu yang suka main belakang? Kalau itu sampai ketahuan, reputasi perusahaan kita bisa hancur. Dan bukan cuma itu, keluarga besarmu juga bakal kena imbasnya.”

Ponsel itu terasa panas di tangan Reygan. Ia mendongak, tatapannya kini tertuju pada Nokiami seolah mencari konfirmasi. “Rahasia keluarga? Rahasia apa?”

Nokiami meremas tangannya. “Skandal keuangan. Kecil, sih, tapi kalau sampai bocor … bisa jadi besar. Ayahku … dia pernah terlibat sedikit masalah di masa lalu. Aku dan Ibu mati-matian menutupinya. Itu … itu bisa menghancurkan reputasi mereka, reputasi perusahaan. Semuanya.”

“Jadi, ini bukan cuma soal kamu lagi,” Reygan menyimpulkan, nadanya dingin dan penuh perhitungan. “Ini soal temanmu, Rina dan keluargamu.”

Nokiami mengangguk, air mata mulai menggenang lagi. “Aku nggak tahu harus gimana, Reygan. Kalau aku hubungi Rina, dia pasti panik. Dan Leo pasti tahu kalau Rina bertindak. Orang tuaku … mereka cuma bakal maksa aku pulang, demi ‘reputasi keluarga’. Polisi? Leo punya terlalu banyak koneksi.”

Reygan mengembalikan ponsel Nokiami. Ia menatap ke dinding kosong di depannya, rahangnya mengeras. “Kita nggak bisa panik. Semakin panik, semakin dia merasa di atas angin.”

Ia mengalihkan pandangannya ke arah Nokiami. “Ada hal lain yang dia kirim? Atau yang kamu punya, yang mungkin bisa menjadi petunjuk?”

Nokiami menggeleng. “Nggak ada. Cuma itu. Dia … dia selalu tahu bagaimana cara menyerang titik lemahku.” Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. “Aku … aku harus memberitahu Rina. Tapi kapan? Bagaimana?”

“Jangan sekarang,” potong Reygan cepat. “Jangan hubungi siapa pun. Jangan balas pesannya. Jangan lakukan apa pun sampai kita punya rencana. Kita harus berpikir jernih.” Ia berdiri, lalu berjalan mendekati meja kecil di sudut ruangan. “Kamu punya dokumen-dokumen lama? Foto-foto? Surat-surat yang mungkin berhubungan sama Leo, atau keluargamu?”

Nokiami mengernyit. “Kenapa?”

“Mungkin ada sesuatu di sana. Cara dia berpikir, pola ancamannya. Mungkin ada sesuatu yang kita bisa pakai buat melawannya,” jelas Reygan, tanpa menoleh. “Bajingan kayak dia biasanya nggak cuma ngancam kosong. Dia pasti punya backup.”

Nokiami ragu sejenak, tapi melihat keseriusan di wajah Reygan, ia akhirnya mengangguk.

“Ada, di kotak di bawah tempat tidur. Tapi itu kebanyakan barang-barang lama. Foto-foto, surat-surat dari Leo.”

“Ambil,” perintah Reygan. “Kita lihat semuanya.”

Nokiami beranjak dengan hati-hati menuju kamar tidur. Pergelangan kakinya sudah jauh lebih baik, tapi masih terasa sedikit nyeri jika terlalu cepat bergerak. Ia kembali beberapa menit kemudian dengan sebuah kotak kardus kecil yang agak berdebu. Ia meletakkannya di lantai di depan sofa, lalu duduk lagi di samping Reygan.

“Ini … ini isinya macem-macem,” kata Nokiami sembari membuka kotak itu. “Ada surat-surat lama dari Leo, kartu ucapan ulang tahun yang super menjijikkan, dan … beberapa foto.”

Reygan tidak mengatakan apa-apa. Ia mulai mengobrak-abrik isi kotak. Tangannya yang besar dan kasar dengan hati-hati memilah tumpukan kertas, mencari sesuatu yang menarik perhatiannya. Nokiami hanya duduk di sana, mengamati, merasakan campur aduk antara rasa malu dan rasa lega karena tidak sendirian.

Tiba-tiba, Reygan berhenti. Tangannya memegang sebuah foto. Itu adalah foto lama Nokiami, mungkin sekitar tiga atau empat tahun yang lalu, saat ia masih jauh lebih kurus. Di bagian belakang foto itu, dengan tulisan tangan Leo yang rapi dan elegan, tertera beberapa kalimat.

Nokiami merasakan jantungnya mencelos. Ia tahu persis foto itu. Itu adalah salah satu foto yang paling ia benci, yang selalu menjadi senjata Leo untuk menyerangnya. Ia tidak tahu mengapa ia masih menyimpannya. Mungkin karena sebagian dirinya masih percaya ia pantas menerima ejekan itu.

Reygan menatap foto itu, lalu membaca tulisan di baliknya. Matanya yang tajam menyapu setiap kata, dan Nokiami bisa melihat rahangnya mengeras, urat di lehernya menonjol.

“Lihatlah dirimu, Sayang,” Reygan membaca pelan, suaranya rendah dan penuh ketegangan, seolah setiap kata adalah racun. ‘Dulu kamu sempurna. Cantik, ramping, sesuai seleraku. Sekarang? Kamu makan apa saja yang kamu mau, kan? Lihat lenganmu itu. Seperti roti gembung. Apa kamu lupa bagaimana rasanya pakai gaun ukuran nol? Aku harusnya membuatmu jadi lebih baik, bukan membiarkanmu jadi begini’”

Nokiami meringis. Kata-kata itu, yang sudah ia dengar berkali-kali, kini terdengar lebih menyakitkan saat diucapkan oleh Reygan. Ia menunduk, tidak sanggup menatap wajah pria itu.

Reygan tidak mengatakan apa-apa selama beberapa saat. Hanya ada keheningan yang berat, diisi oleh napas tertahan Nokiamu. Lalu, Reygan meremas foto di tangannya dengan genggaman yang kuat, seolah ingin menghancurkan tulisan di baliknya. Kemarahan di wajahnya begitu membara.

Nokiami memberanikan diri mendongak. Mata Reygan bertemu dengannya, dan untuk pertama kalinya, Nokiami tidak melihat sinisme atau ejekan. Ia melihat kepedihan dan kemarahan yang dalam.

“Ini … ini bajingan gila,” desis Reygan, suaranya serak dan nyaris tidak terdengar. Ia menatap foto itu lagi, lalu menatap Nokiami. “Dia … dia melakukan ini padamu?”

Nokiami hanya mengangguk, air mata mulai mengalir di pipinya. “Itu … itu bukan yang terburuk. Itu cuma salah satu dari banyak hal yang dia katakan.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!