NovelToon NovelToon
Bayangan Si Cupu Tampan

Bayangan Si Cupu Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Taufik

Di balik kacamata tebal, kemeja kusut, dan sepatu bolongnya, Raka Arya Pratama terlihat seperti mahasiswa paling cupu di kampus. Ia dijauhi, dibully, bahkan jadi bahan lelucon setiap hari di Universitas Nasional Jakarta. Tidak ada yang mau berteman dengannya. Tidak ada yang peduli pada dirinya.

Tapi tak ada yang tahu, Raka bukanlah mahasiswa biasa.

Di balik penampilan lusuh itu tersembunyi wajah tampan, otak jenius, dan identitas rahasia: anggota Unit Operasi Khusus Cyber Nusantara,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Identitas

Lampu redup menyinari meja baja di tengah ruangan. Di hadapan Akmal dengan tangan masih di indus untuk nutrisi setelah di tangani dokter selepas diselamatkan dari ruang bawah tanah,

Di depannya duduk tiga orang berpakaian hitam tanpa tanda pangkat. Salah satunya, pria berambut putih yang hanya dipanggil "Komandan", menatap langsung ke matanya.

“Akmal Putra Wijaya,” suara pria itu terdengar berat namun tenang, “kami butuh semua informasi yang kau miliki. Siapa yang terlibat. Siapa yang ada di balik penculikanmu.”

“Aku ditahan karena mereka butuh kodeku. Mereka ingin menjebol fire wall unit satelit militer lewat celah yang hanya aku tahu. Kalau aku menolak, aku mati. Tapi aku beri mereka kode palsu... cukup untuk memperlambat mereka.”

Akmal menghela napas pelan. Lalu ia merogoh kantong celana dalamnya—jahitan dalam yang nyaris tak terdeteksi. Ia mengeluarkan satu flashdisk hitam kecil, lusuh, nyaris retak di sisi pinggir.

“Aku tahu mereka ngawasin semua gerak-gerikku. Jadi aku pura-pura patuh, aku bekerja dengan lambat, dan aku hampir di pukuli setiap hari

tapi di salah satu sesi briefing, aku berhasil mencuri ini.” Ia meletakkan flashdisk itu di meja. “Semua dokumen penting, rekaman suara, bahkan daftar transfer enkripsi ke jaringan luar negeri. Mereka pakai jaringan kampus buat masukin malware ke sistem negara kita.”

Perwira itu menatap flashdisk tersebut seperti menatap sekeping emas.

“Nama-nama?” tanyanya cepat.

“Adrian,” jawab Akmal. “Dua dekan senior, dan tiga orang asing yang selalu pakai bahasa Rusia campur Mandarin. Mereka juga bilang, kalau aku bicara… aku gak bakal keluar hidup-hidup.”

“Tapi kamu tetap ambil ini?”

“Aku cuma bisa satu hal… coding dan memori kuat. Aku ingat semua akses masuk dan lokasi mereka. Tapi satu-satunya bukti langsung ya ini. Kalau kalian gak percaya aku, percayalah pada isi flashdisk itu.”

Petugas langsung membawa flashdisk ke ruang analisis.

Beberapa menit kemudian—wajah-wajah dingin itu berubah serius. Mereka saling bertukar pandang.

“Valid semua. Bukti cukup untuk penangkapan.”

Komandan berdiri. “siapkan tim, kita berangkat

.

Kampus Universitas Langit Timur — Tiga hari kemudian

Suasana kampus kembali bergolak. Bukan karena demonstrasi, bukan pula karena skandal cinta mahasiswa.

Namun karena dua mobil hitam berhenti di depan gedung rektorat, disusul oleh puluhan petugas bersenjata sipil. Di belakang mereka, sejumlah media nasional telah bersiaga dengan kamera, mikrofon, dan suara live streaming yang menyambar udara.

Di lantai tiga, dua dekan senior—Prof. Herman dan Prof. Widodo—sedang mengadakan rapat akademik, membahas jadwal seminar akhir semester.

Pintu digedor.

“Ini tim investigasi dari lembaga strategis nasional. Kedua dekan, ikut kami sekarang juga!”

Ruangan hening. Para dosen lain tercekat, sementara kedua dekan itu memasang wajah pura-pura bingung.

“Ada apa ini?!” bentak Prof. Herman, berusaha tetap tenang.

Namun begitu tangan mereka diborgol di hadapan wartawan dan mahasiswa yang menyaksikan dari luar gedung, semua topeng runtuh. Sorotan kamera menyala liar. Teriakan mahasiswa membahana:

> “Itu dekan kita! Astaga, mereka korupsi ya?”

“Eh bukan! Katanya mereka bagian dari jaringan ilegal!”

“Gila... Universitas kita terlibat konspirasi?!”

Sementara itu, tim lain bergerak ke ruang tahanan internal, tempat Adrian disekap sejak beberapa waktu lalu. Dengan prosedur cepat dan pengamanan penuh, mereka membawa Adrian keluar—kini sebagai tersangka utama jaringan siber ilegal lintas negara.

Berita itu menyebar dalam hitungan detik.

Grup mahasiswa, forum akademik, bahkan stasiun berita nasional memutar ulang video penangkapan para petinggi kampus secara terbuka. Kampus Langit Timur yang biasanya sunyi, kini menjadi pusat perhatian negeri.

Cheviolla yang baru keluar dari kelas melihat kerumunan di lobi gedung A. Di antara sorakan mahasiswa, ia menyipitkan mata saat melihat dekan dibawa pergi.

Sementara itu, di lantai paling atas gedung teknik, Raka berdiri di depan jendela. Ia menyaksikan semuanya dari jauh. Tak banyak ekspresi, hanya hembusan napas berat.

“Akhirnya... semua keluar juga.”

.

Lalu cheviolla

.

Di tengah kehebohan kampus yang makin menggila, Cheviolla berdiri di balik kerumunan. Mata beningnya menajam, menelisik lebih dalam dari sekadar sorakan yang memekakkan telinga.

Raka…

Raka Arya Pratama.

Nama itu kini menggema di kepalanya, berkali-kali.

Dia mulai mencocokkan semua yang pernah dilihat dan dialaminya.

Raka yang berpura-pura culun, dengan kemeja kebesaran dan kacamata bulat murahan.

Dia menyembunyikan penampilan aslinya, sifatnya

Raka yang terlihat penakut, mudah diintimidasi, menjadi sasaran empuk di lingkungan kampus.

Raka yang saat itu hanya mengalami lecet ringan setelah melompat dari mobil melaju kencang sebagai pembuktian spontan.

Raka yang dengan santainya bisa menghajar tiga perampok hanya dengan dua piring di kantin waktu itu.

Wajah Cheviolla menegang. Semua itu bukan kebetulan. Semua potongan itu, sekarang mulai menyatu menjadi gambaran besar.

‘Jadi ini maksudmu… kejutan?’ pikirnya, lirih. Matanya menatap tajam ke arah gedung teknik—di sanalah sosok itu sekarang berada.

Tanpa sepatah kata pun, Cheviolla berbalik. Rambut panjangnya berkibar tertiup angin. Langkahnya tegas, penuh keyakinan. Ia menuju gedung teknik, menuju Raka.

Menuju jawaban.

.

.

Di lantai paling atas gedung fakultas teknik, hanya ada mereka berdua—Raka dan Cheviolla. Angin sore membelai pelan rambut keduanya, membawa aroma debu dan langit yang baru saja diguyur hujan tadi pagi.

Raka berdiri membelakangi langit, siluet tubuhnya tampak tegas diterpa cahaya matahari yang condong ke barat. Tak ada lagi postur membungkuk, tak ada lagi sorot mata menghindar, atau sikap culun yang biasa ia tampilkan.

Ia berdiri tegap, seolah sejak awal memang ditakdirkan di tempat itu.

Tersenyum ke arah Cheviolla—bukan senyum canggung yang biasa, tapi senyum penuh ketenangan, seolah semua topeng telah ia tanggalkan.

Cheviolla melangkah pelan, menatap pemuda itu seakan baru pertama kali melihatnya.

“Apakah ini semua ada hubungannya denganmu?” bisiknya, setengah sadar.

Raka tak langsung menjawab. Ia menatap gadis itu dalam diam, lalu berkata tenang,

“Mungkin

"Lalu siapa kamu?

"Chev.. Apa kamu lupa?

"Apa?

" Aku kan pacar kamu, astaga baru kemarin jadian, sekarang kamu melupakan aku.. aduh begini rasanya patah hati...

"Bangsat, bukan itu maksud gue

"Anjay ratu es bisa mengumpat kasar.

Cheviolla mendengus dengan marah menatapnya tajam

Ok sayangkuh aku akan menjelaskan dengan kata sederhana, dengan kemampuan otakmu yang cerdas aku yakin kamu paham..

"Tentara

"jadi semua ini penyamaran?

"Iya dan tidak.

"Maksudmu?

"Untuk mahasiswa aku tidak menyamar, emang waktunya aku kuliah, kebetulan ada misi jadi aku di tigaskan masuk universitas ini sekalian misi, dan ini misi terakhirku sebelum aku kembali ke keluargaku..

.Raka menyodorkan tangannya pelan. “Mulai sekarang... nggak perlu pura-pura lagi..

“Eh, tapi… kayaknya aku lebih nyaman jadi anak culun, deh,” ucapnya tiba-tiba.

Cheviolla mengerutkan kening. “Hah?”

Raka mengangkat bahu santai. “Gak capek-capek amat. Bisa tidur di kelas, gak usah ikut rapat, gak dicurigain siapa-siapa… Enak kan?”

Cheviolla melotot. “Enak dari mana! Kamu tiap hari dibully!”

"Oh tidak bisa, Sekarang si culun ini punya pacar dewi es, yang di segani, aku akan terus menempel ke pacarku, tidak akan ada yang berani bully . Ucap raka dengan wajah songongnya...

Cheviolla pun mencubit pinggang dengan keras

"Aduh sayang sakit...

.

1
Suyono Suratman
mantap
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!