NovelToon NovelToon
Mengasuh Putra Pewaris Sang CEO

Mengasuh Putra Pewaris Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Pengasuh / Menikah Karena Anak / Ibu susu
Popularitas:258.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mommy Ghina

Dua minggu yang lalu, Rumi Nayara baru saja kehilangan bayi laki-lakinya setelah melahirkan. Lalu, seminggu kemudian suaminya meninggal karena kecelakaan. Musibah itu menjadi pukulan berat bagi Rumi. Hingga suatu ketika ia bertemu dengan bayi laki-laki yang alergi susu botol di rumah sakit, dan butuh ASI. Rumi pun menawarkan diri, dan entah mengapa ia langsung jatuh cinta dengan bayi itu, begitu juga dengan bayi yang bernama Kenzo itu, terlihat nyaman dengan ibu susunya.

Tapi, sayangnya, Rumi harus menghadapi Julian Aryasatya, Papa-nya baby Kenzo, yang begitu banyak aturan padanya dalam mengurus baby Kenzo. Apalagi rupanya Julian adalah CEO tempat almarhum suaminya bekerja. Dan ternyata selama ini almarhum suaminya telah korupsi, akhirnya Rumi kena dampaknya. Belum lagi, ketika Tisya— istri Julian siuman dari koma. Hari-hari Rumi semakin penuh masalah.

“Berani kamu keluar dari mansion, jangan salahkan aku mengurungmu! Ingat! Kenzo itu adalah anak—?”

Siapakah baby Kenzo?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20. Katanya Jangan Baper, Tapi Masih Perhatian

Rumi tercekat. Kata-kata itu bagai air es yang mengguyur kepalanya. Ia tersenyum miris, meski matanya sedikit berkaca-kaca. “Saya paham, Pak. Saya tidak baper. Hanya saja … saya tidak ingin ada masalah ke depannya. Kalau terlalu banyak perhatian, orang bisa salah paham. Jadi … lebih baik Bapak bersikap biasa saja kepada saya.”

Julian menatapnya lama, sorot matanya tajam seperti sedang menimbang-nimbang. Akhirnya ia kembali menyuap bubur ke mulut Rumi tanpa berkata apa-apa. Diamnya justru membuat suasana semakin janggal.

Di sisi lain, meja makan sudah ramai. Mama Liora, Bu Ita, dan Derry menikmati hidangan bersama. Nia bolak-balik membantu, sesekali melirik ke arah Rumi yang sedang disuapi majikannya. Perempuan itu sempat menahan senyum—pemandangan itu memang tidak biasa.

Mama Liora berdeham. “Julian, kamu nggak ikut makan bersama kami?”

“Belakangan,” jawab Julian singkat tanpa menoleh. Ia tetap fokus pada sendok yang dipegangnya.

Bu Ita memandang pemandangan itu dengan hati yang bergejolak. Ada rasa lega karena putrinya diperhatikan, tapi juga ada kekhawatiran lain. “Pak Julian … terima kasih, sudah begitu peduli sama anak saya,” katanya lirih.

Julian menoleh sebentar, tatapannya tetap dingin. “Saya hanya menjaga agar tidak ada masalah lagi. Setelah kejadian tadi, saya tidak mau ada risiko yang menimpa Rumi atau anak saya.”

Hening kembali menyelimuti. Hanya suara sendok yang beradu dengan mangkuk, dan dengung mesin infus yang menetes pelan.

***

Setelah hampir separuh mangkuk habis, Julian akhirnya berhenti. “Cukup. Jangan dipaksa. Kalau terlalu banyak malah mual.” Ia menaruh sendok, lalu menuangkan segelas kecil air putih untuk Rumi. “Minum.”

Rumi menerima gelas itu dengan tangan bergetar. “Terima kasih ….” Suaranya lirih, hampir tak terdengar.

Julian hanya mengangguk dingin, lalu beranjak dari sisi ranjang. Ia menutup laptopnya, berjalan ke arah meja makan. “Derry, siapkan piring untuk saya.”

“Siap, Pak.”

Rumi menatap punggung Julian yang menjauh, hatinya campur aduk. Ia ingin merasa lega karena ada yang memperhatikannya, tapi kata-kata dingin lelaki itu terus membekas. Bahwa semua ini bukan karena peduli padanya, melainkan semata-mata demi Kenzo.

Di sisi lain, Baby Kenzo menggeliat pelan dalam boks bayi. Rumi segera menoleh, hatinya luluh begitu melihat wajah mungil itu tenang dalam tidurnya. Ia mengusap pelan dadanya sendiri, mencoba menyingkirkan rasa sesak yang tak bisa ia jelaskan.

Malam semakin larut. Setelah hidangan makan malam hampir tandas, suasana di ruang rawat VIP sedikit lebih tenang. Aroma sup buntut dan steak yang masih menggantung di udara perlahan kalah oleh bau antiseptik rumah sakit yang menusuk. Lampu neon di langit-langit menyinari ruangan dengan cahaya putih yang dingin, menambah kesan formal dan steril.

Bu Ita menatap putrinya dengan wajah penuh pertimbangan. “Nak, Ibu sebetulnya ingin menunggu di sini malam ini. Tapi ….” Ia berhenti, menarik napas berat, “adikmu di rumah juga sedang sakit. Dia butuh Ibu.”

Rumi mengangkat wajahnya pelan, meski terlihat lemah, ia mencoba tersenyum. “Tidak apa-apa, Bu. Aku paham. Nanti ada Mbak Nia di sini, dan ….” Matanya sedikit bergeser ke arah Julian yang sedang sibuk dengan ponselnya, “Ada Pak Julian juga.”

Julian menoleh singkat, tidak menanggapi.

Mama Liora yang sejak tadi mendengarkan, ikut menimpali. “Kalau begitu biar saya sekalian antar Bu Ita pulang. Kebetulan sopir saya masih menunggu di bawah. Lebih aman pulang bersama.”

Bu Ita mengangguk, jelas merasa lega dengan tawaran itu. “Terima kasih banyak, Bu Liora. Saya memang agak khawatir kalau pulang sendirian.”

Rumi menatap ibunya dengan tatapan penuh rindu. “Bu … hati-hati, ya. Jangan khawatirkan aku. Aku baik-baik saja.”

Bu Ita mengusap pipi Rumi lembut. “Ibu tahu kamu kuat. Tapi jangan lupa jaga diri, Nak.” Ia lalu menunduk, mencium dahi cucu mungilnya yang terlelap di boks bayi. “Kenzo … tidur yang nyenyak ya, Nak.”

Beberapa menit kemudian, Bu Ita dan Mama Liora meninggalkan ruangan. Suara langkah mereka memudar, berganti hening. Hanya ada dengungan mesin infus, suara pendingin ruangan yang stabil, dan tarikan napas teratur bayi kecil yang tertidur.

Tinggallah Rumi, Julian, dan Nia di dalam kamar VIP yang luas itu.

Julian berdiri, membereskan sisa piring dengan tenang, lalu menoleh pada Nia. “Nia, kamu istirahat di kamar kecil sebelah sana.” Ia menunjuk pintu di sisi ruangan yang khusus disediakan untuk keluarga pasien. “Kamu butuh tidur cukup supaya besok pagi bisa segar menjaga bayi.”

Nia sempat ragu. “Tapi, Tuan … kalau nanti Kenzo rewel tengah malam, bagaimana? Saya lebih baik berjaga di dekat boks bayi.”

Julian menggeleng tegas. “Tidak perlu. Saya yang akan berjaga. Kamu masuk saja, itu perintah.”

Nia menunduk hormat. “Baik, Pak.” Ia lalu masuk ke kamar kecil itu, menutup pintunya perlahan.

Kini ruangan hanya menyisakan Rumi dan Julian.

Rumi menghela napas berat, lalu menoleh dengan nada kesal. “Seharusnya Nia saja yang tidur di bed tambahan. Itu lebih masuk akal. Dia kan yang lebih biasa mengurus bayi. Kalau Kenzo rewel, dia bisa cepat tanggap. Kenapa justru Anda?”

Julian tidak langsung menjawab. Ia menarik bed tambahan lipat yang ada di sisi ranjang, membentangkan seprei putih rapi, lalu menaruh bantal. Semua gerakannya tertata, efisien, seolah sudah terbiasa dengan rutinitas seperti ini. “Saya sudah bilang, saya yang bertanggung jawab.”

Rumi mendengus pelan. “Sepertinya apa pun yang saya katakan tidak akan mengubah keputusan Anda, ya?”

Julian menoleh sebentar, tatapannya dingin tapi mantap. “Benar.”

Tak ada lagi perdebatan. Rumi akhirnya diam, hanya memeluk selimut lebih rapat, mencoba memejamkan mata. Namun, pikirannya kacau. Kehadiran Julian terlalu mendominasi. Ia ingin merasa nyaman, tapi justru sebaliknya—setiap gerakan lelaki itu membuatnya semakin waspada.

Jam dinding berdetik lambat. Hingga akhirnya malam merambat ke tengah, sunyi begitu pekat.

Sekitar pukul dua belas lewat, tangisan kecil terdengar dari boks bayi. Suara itu melengking, memecah keheningan. Rumi refleks ingin bangun, tapi tubuhnya masih lemah. Tangannya bergetar saat mencoba menyingkap selimut.

Belum sempat ia bergerak lebih jauh, Julian sudah bangkit. Dengan sigap ia menghampiri boks bayi, mengangkat Kenzo dengan hati-hati, lalu mendekat ke ranjang Rumi. Bayi kecil itu merengek, wajahnya memerah karena haus.

“Dia butuh menyusu,” ujar Julian datar.

Rumi mengangguk, segera menegakkan tubuh dengan susah payah. “Tolong … ambilkan air hangatnya, Pak.”

Julian berjalan ke meja, menuang air hangat ke gelas kecil, lalu mendekatkan pada Rumi. Saat itulah, tanpa sengaja jemari mereka bersentuhan.

Kulit Julian dingin namun kokoh, sementara tangan Rumi hangat tapi gemetar. Sekilas, keduanya sama-sama terdiam. Hanya sesaat, tapi cukup untuk membuat jantung Rumi berdetak tak karuan. Ia segera menarik tangannya cepat-cepat, seolah terbakar.

“Maaf.” Rumi menunduk, suaranya dingin. “Saya bisa pegang sendiri.”

Bersambung .... ✍️

1
Cicih Sophiana
emang Aulia dasar nya jahat ya tetap aja jahat... liat orang bahagia di perhatikan hati nya timbul iri dengki
Hanifah Ifah
mommy novel judul mengejar cinta istri karya mommy jg kah? tapi aku cari ko ga Nemu ya
sherly
Julian tak bisa jauh dr Rumi.... oh sweet banget dah...
Cicih Sophiana
semoga aja cinta nya Julian sekarang untuk Rumi...
knp gak di usir aja Aulia nya Jul suruh pulang... bahaya klo dia di situ terus
sherly
smoga si Derry ngk menunda2 laporan temuan dia ... biar pas si tisya siuman si Julian dah tau kelakuannya tp tetep pura2 tak paham kelakuan si uler tu...
Cicih Sophiana
jus jeruk nya di kasih apa yah... cepat Jul panggil dokter sebelum ada papa dgn Rumi dan baby Kenzo...
sherly
anda emang ngk bercanda tapi tak sadarkah kalo ini bisa membuat salah paham
Cicih Sophiana
gak salah dong klo Julian perhatian sama Rumi... kan dia membutuhkan Rumi untuk baby nya
Cicih Sophiana
keluarga macam apa itu... anak yg satu blm jg siuman anak yg lain udah di sodorin bu... bukan nya berdoa untuk anak yg belum siuman ini malah punya rencana jahat..
Oktaviani Agustina
Wah mkn seruuuu
Rida Arinda
nungguin Derry ngomong 😳😳😳
Yam Mato
semakin dag dig dug mom nunggu part selanjutnya
Engkar Sukarsih
ayo...dar der dor keluar kasi tau sama ci juli rahasia yang kamu sembunyikan.biar juli tau kelakuan berengsek ci tiysu 🤪🤪🤪
Kimo Miko
aku ikutan panik karena pagi itu julian akan membahas yang sangat penting dengan derri.? julian setelah tahu siapa mamaknya baby kenzo apa reaksinya ya. semakin penasaran
juwita
pada g sabar mom nunggu Dery cerita sm pak jul. tkt tisya keburu sadar
juwita
mom bongkar dl kebusukannya tisya. Julian hrs tau smuanya jgn smpe tisya plg ke rmh Julian msh blm tau kebusukannya tisya tktnya malah rumi yg di serang sm tisya dn keluarganya
Naufal Affiq
Alasan rumi,dia gak mau jauh darimu,maka nya pak julian,cepetan datang ke kantor,tanya derry masalah rumi,pasti bapak tetkejut
nonoyy
emang yaa pak julian ni susah bgt ditebak wkwk 😅
nonoyy
yaa baguslah kalau tisya sadar biar semua cepat terungkap, 😌
Ooh derry dimana k engkau...
Kimo Miko
semua akan terkuak satu persatu. siapa rumi, baby kenzo darah daging siapa, bahkan ada apa dengan tysa. semakin penasaran pemirsa.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!