***
Thantana sangat terkejut. Ketika tiba tiba sembilan batu yang berada di telapak tangan kanannya, satu persatu menerobos masuk ke dalam tubuhnya. Melalui lengannya, seperti cahaya menembus kaca dan terhenti ketika sudah berada di dalam tubuh Thantana.
Proses ini sungguh sangat menyakitkan baginya. Hingga, sambil menahan rasa sakit yang luar biasa, Thantana mengibas ibaskan lengan kanannya, sembari tangan satunya lagi mencoba menarik sisa sisa batu yang mesih melekat pada telapak tangannya itu. Namun, semakin ia menariknya, rasa sakit itu semakin menjadi jadi. Dan di titik batu ke sembilan yang menerobos masuk, pada akhirnya Thantana jatuh tak sadarkan diri kembali...?
**kita lanjut dari bab satu yuk...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunardy Pemalang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MUSNAHNYA GIRIHARIDRA (Desa Bukit Jingga)
**Seperti malam malam biasanya. Malam itu juga, di Desa Bukit Jingga atau Giriharidra di adakan ronda malam oleh tiga orang warga.
Malam itu udara di Desa Giriharidra terasa agak berbeda. Udara yang biasanya semilir sejuk, bahkan bisa di katakan dingin karena letak Desanya yang di dalam hutan dan berada di dekat Bukit, terasa gerah dan panas. Seolah angin yang bertiup itu membawa hawa panas dari suatu tempat ke Desa itu.
Tiga orang warga yang mendapat jatah ronda pada malam itu pun merasakan hal aneh tersebut. Tengah malam itu yang biasanya mereka berselimut, malah terpaksa membuka pakaian, akibat dari hawa panas yang terbawa angin dan menerpa mereka.
"Sungguh cuaca yang aneh?" Gumam salah satu dari tiga orang peronda itu.
"Iya...! Tidak biasanya angin malam terasa panas?" Sahut temannya yang duduk di sebelahnya.
"Halahhh... itu perasaan kalian saja? Namanya juga cuaca, pasti ada kalanya panas ada kalanya dingin!" Kata peronda yang satunya lagi.
Mereka bertiga terus saja mengobrol di pos ronda, dan sesekali berjalan keliling kampung untuk memeriksa keadaan kampung itu.
Sampai pada waktu tengah malam, tidak ada hal yang aneh atau pun mencurigakan yang mereka temui saat meronda, kecuali hawa panas itu saja.
Namun, ketika waktu fajar hendak menyingsing. Tiba tiba dari dalam kegelapan hutan muncul puluhan orang dengan memakai baju serta jubah hitam, memasuki Desa Bukit Jingga.
Puluhan orang tersebut, datang dengan keadaan tubuhnya di selimuti cahaya cahaya hitam yang menakutkan. Dan aura dari cahaya hitam itu memunculkan hawa panas yang membuat rumput dan ranting ranting pohon di sekeliling mereka yang di lewati menjadi layu seketika.
Tiga orang peronda yang melihat hal itu, segera memukul kentongan tanda bahaya.
"Tong, tong, tong, tong,tong... "
Bunyi dari kentongan yang di tabuh secara beruntun itu, membangunkan warga Desa yang memang tanpa di beri aba aba juga akan bangun sendiri karena hari sudah mulai Fajar.
Semua warga bermunculan dari dalam rumahnya, bertujuan untuk mendatangi pos ronda guna melihat apa yang telah terjadi. Namun semua terlambat. Orang Orang dengan Aura hitam itu telah menyebar dan mendatangi mereka di rumahnya masing masing.
Satu per satu warga Desa yang keluar dari rumah di tangkap lalu di seret ke tanah lapang yang ada di tengah Desa, kemudian rumahnya di bakar oleh orang orang berjubah hitam tersebut.
Jeritan dan tangisan dari warga Desa bak bunyi suara nyanyian kesedihan yang sangat memilukan. Darah dari warga Desa yang mencoba melawan berceceran dimana mana, bahkan beberapa dari mereka ada yang mati mengenaskan dengan kepala terpisah dari badannya akibat di penggal oleh salah satu orang beraura hitam tersebut.
Tiga orang peronda yang tadi sempat membunyikan kentongan pun sudah tertangkap, dan mendapat beberapa pukulan di wajah dan perutnya.
Kepulan asap dari jilatan jilatan api yang membakar rumah warga itu, membumbung tinggi ke langit, menyebabkan fajar di tempat itu seolah tidak mau muncul.
Sementara itu, Ayah Thantana yang rumahnya berada paling ujung di Desa itu, sempat keluar dari rumahnya melalui pintu belakang, sebelum orang beraura hitam itu mendobrak pintu rumahnya.
Kemudian Ayah dari Thantana ini, lari membangunkan tetangganya, yang salah satunya adalah pemuda yang dahulu pernah menasehatinya, dan sekarang usianya sudah setengah baya.
Ayah Thantana, menyuruh lelaki setengah baya ini untuk kabur melalui semak belukar yang ada di belakang rumahnya. Sedangkan dirinya mengalihkan perhatian dari orang orang berbaju hitam itu, dengan berlari kesana kemari dan berteriak teriak, seolah olah telah menjadi gila.
Bersamaan pemuda setengah baya itu yang berhasil kabur, ayah Thantana jutru tertangkap oleh orang orang berjubah hitam itu dan di kumpulkan bersama warga desa yang lain.
Jeritan dan tangisan dari anak anak serta wanita wanita terus membahana, namun semua tidak merubah keadaan. Orang orang berjubah ini, sudah seperti Iblis yang tidak mempunyai rasa belas kasihan.
Yang melawan, mereka bunuh, yang coba berontak mereka pukuli. Bahkan kepala Desa yang kurus itupun tidak luput dari tonjokan dan tendangan dari orang orang berbaju hitam tersebut.
"Diam semua!"
Tiba tiba salah satu dari orang orang berbaju hitam itu berteriak dengan sangat keras, hingga memekakkan telinga dari warga warga Desa. Dan memaksa mereka untuk diam.
"Dengarkan semuanya...! Siapa di antara kalian yang memiliki kekuatan Batu cahaya!" Kata orang yang sebelumnya berteriak, yang sepertinya adalah ketua dari kelompok itu.
"Cepat katakan! Kalau tidak kalian akan mati satu persatu!" Ucap orang itu lagi, melanjutkan.
Namun semua warga Desa itu hanya membisu saja, sebab mereka memang sama sekali tidak tau jika di Desa mereka ada orang yang memiliki kekuatan Batu Bintang atau batu bercahaya itu.
Berbeda dengan Ayah Thantana yang terlihat agak gugup mendengar pertanyaan dari orang berjubah hitam tadi. Ayah Thantana ini, merasa orang yang berkekuatan yang mereka cari, adalah anaknya sendiri yaitu Thantana.
"Tapi, dari mana mereka tau, sedangkan dirinya tidak pernah bercerita terhadap siapapun?" Pikir ayah Thantana, dalam hatinya. "Astaga. Jangan jangan salah satu di antara mereka adalah orang yang saat itu mau membunuhku, dan malah melarikan diri?" Gumam Ayah Thanatana lagi, masih di dalam hati.
Setelah berfikir begitu, ayah Thantana mencoba melirik ke semua orang berbaju hitam di hadapannya satu persatu, mencoba untuk mencari orang yang dahulu pernah mencoba membunuhnya. Namun Ayah Thantana ini tidak menemuka sosok yang di carinya itu berada di antara mereka.
"Hai pak tua! Kenapa kamu terlihat gugup! Apa kamu mengetahui sesuatu!" Kata orang berjubah itu, sembari menunjuk ke arah Ayah Thantana.
Ayah Thantana ini Hanya menundukkan kepalanya makin dalam, hingga seperti orang yang mau bersujud, lalu menggelengkan kepalanya.
"Bangsat...! Ternyata di Desa ini tidak ada orang dengan kekuatan Batu itu! Si Dambhin sialan itu pasti telah membodohi kita!" Geram orang yang berjubah tadi.
"Asubha...! Tidak mungkin saudaraku itu berbohong?" Ucap salah satu orang berjubah di samping, Asubha itu.
"Diam kamu Dagdha! Kamu sama saja dengan saudaramu itu. Berkhianat dari Byakta lalu bergabung denganku!" Jawab orang berjubah yang bernama Asubha itu dengan nada penuh amarah.
"Bawa orang orang ini kedalam hutan, dan musnahkan Desa ini!" Kata orang bernama Asubha itu melanjutkan, lalu memberi aba aba terhadap anak buahnya untuk segera menjalankan perintahnya.
Beberapa saat kemudian, orang orang berkekuatan batu hitam itupun menghilang di kedalaman hutan, bersama warga Desa yang di bawanya dengan paksa, termasuk Ayah dari Thantana.
Sementara Desa Giriharidra atau Bukit Jingga, kini telah musnah segalanya. Yang tersisa hanyalah abu abu serta arang dari bekas rumah rumah yang di bakar....
*****Bersambung*****