NovelToon NovelToon
Suamiku Berubah

Suamiku Berubah

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / CEO Amnesia / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:925
Nilai: 5
Nama Author: nula_w99p

Clarisa Duncan hidup sendirian setelah keluarganya hancur, ayahnya bunuh diri
sementara ibunya tak sadarkan diri.

Setelah empat tahun ia tersiksa, teman lamanya. Benjamin Hilton membantunya namun ia mengajukan sebuah syarat. Clarissa harus menjadi istri, istri kontrak Benjamin.

Waktu berlalu hingga tiba pengakhiran kontrak pernikahan tersebut tetapi suaminya, Benjamin malah kecelakaan yang menyebabkan dirinya kehilangan ingatannya.

Clarissa harus bertahan, ia berpura-pura menjadi istri sungguhan agar kondisi Benjamin tak memburuk.

Tetapi perasaannya malah semakin tumbuh besar, ia harus memilih antara cinta atau menyerah untuk balas budi jasa suaminya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nula_w99p, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1

''Aduh hujan,'' Clarissa berlari dengan sekuat tenaga. Ia teringat pakaian miliknya yang ia jemur pagi tadi masih berada di luar ruangan.

Tubuh Clarissa sempat terguyur hujan ringan, ia mencoba mengeringkannya dengan menggoyang-goyangkan badan sambil mengusap lengan yang basah agar tak membuat pakaian yang hendak ia ambil menjadi basah kembali.

Setelah berhasil membawa semua pakaian tadi, dia merogoh saku celana. Mencari kunci kos-an yang ia sewa. Kemudian langsung memasuki ruangan, sekejap ia melirik ke luar sebentar. Siapa tahu masih ada barang atau pakaiannya yang tertinggal.

''Huuuh,'' Clarissa menghembuskan nafas panjang. Hari ini lelah sekali rasanya, walau setiap hari memang sudah cukup melelahkan tetapi hari ini juga tetap sangat melelahkan.

Masalah pelanggan di restoran tempat ia bekerja membuatnya ingin sekali mengundurkan diri. Kalau bukan karena butuh uang ia tidak akan bertahan bekerja di sana.

Sudah tiga tahun Clarissa bekerja di empat tempat sekaligus, ia bekerja sangat keras agar bisa membayar biaya operasi Ibunya dan menghidupi dirinya sendiri. Tetapi sampai saat ini dia masih belum bisa mengumpulkan uang untuk operasi Ibunya.

Katanya kerja keras tak akan mengkhianati hasil namun Clarissa merasa kerja kerasnya tak pernah sedikitpun mendatangkan hasil yang nyata untuknya.

Tik...tik...tik...

Suara tetesan air yang terdengar tak jauh sontak membuat Clarissa menjatuhkan pakaian yang berada di genggamannya.

''Huh kenapa hari ini menyebalkan sekali sih!''

Air hujan dari atap jatuh di tempat tidur Clarissa, semuanya basah kuyup. Kini Clarissa bingung harus tidur dengan menggunakan apa.

Tak lupa Clarissa mendorong kasur yang basah menjauhi tempat tetesan air hujan berada, ia mengambil ember dari kamar mandi dan meletakkannya di sana.

Clarissa duduk di pojok ruangan, memeluk lututnya erat-erat, ''andai waktu bisa di putar kembali.'' Ia tak kuasa menahan air matanya.

''Kenapa Ayah melakukan itu empat tahun lalu, Tuhan jahat dan Ayah juga jahat.''

Kehidupan yang bagai surga hilang tanpa sisa. Kehidupan Clarissa yang awalnya selalu menjadi bahan kecemburuan kini menjadi cemoohan.

Empat tahun yang lalu....

''Eh supir ku udah jemput, duluan ya.'' Clarissa melambai pada empat perempuan yang ada di sebelahnya. Walau beberapa buku yang ia bawa sangat berat tetapi tak membuatnya merasa ingin melepaskannya. Ia tersenyum riang di setiap langkahnya menuju mobil berwarna hitam yang pintunya sudah terbuka.

''Iya, hati-hati.'' Salah satu dari mereka mengeraskan suaranya, Clarissa sudah berjalan menjauhi keempat perempuan itu. Clarissa tersenyum sambil mengangguk.

''Tunggu-tunggu, Clarissa jangan lupa malam ini. Harus datang.'' Suara cempreng yang lain ikut terdengar.

''Iya,'' Clarissa menjawab dengan suara yang ia coba kencangkan. Ia kembali melambai sebelum akhirnya memasuki mobil pribadi Ayahnya.

Pintu mobil di tutup oleh lelaki paruh baya yang merupakan sopir kepercayaan keluarga pejabat terkenal itu. Selaku putri dari Ayah yang selalu menjadi panutan orang-orang, Clarissa harus selalu tampil sopan dan elegan walau tindakannya tadi sangat tidak menampilkan hal tersebut. Untungnya kedua orang tuanya tak di sini, bisa-bisa ia diomeli hanya karena berteriak kencang.

''Pak supir, jangan memberitahukan pada Ayah kalau aku berteriak tadi.'' Clarissa memajukan tubuhnya dan berbisik pada orang yang akan mengendarai mobil tersebut.

''Tentu Nona,'' jawab supir tadi sambil tersenyum ramah pada putri satu-satunya dari Bos yang ia layani.

***

Tiba juga Clarissa di tempat yang ia tinggali. Rumah itu serba putih dan sebenarnya tidak bisa di sebut rumah juga, ukuran rumah bergaya eropa itu sangat besar dan megah sehingga pekerja di sana sering menyebutnya istana. Clarissa adalah tuan putrinya.

''Hai semuanya,'' Clarissa menaiki anak tangga yang tak terlihat ujungnya diiringi senyum lebar di bibirnya. Setiap hari selalu menyapa para pekerja rumah.

''Halo Nona,'' tiga perempuan paruh baya menjawab bersamaan sambil tersenyum melihat Clarissa.

Clarissa melanjutkan langkah, ia bersenandung riang. Materi pelajaran di kampus hari ini sangat menyenangkan, ia ingin mencobanya nanti.

Clarissa mempunyai impian untuk membuka restoran miliknya sendiri, sejak kecil ia sering di tinggal di rumah bersama pengasuhnya yang kini sudah tiada. Sering kali sang pengasuh memperlihatkan keahlian memasaknya yang lihai. Clarissa terpesona dan ingin melakukan hal yang sama.

Akhirnya setelah lulus Sekolah Menengah Atas, ia lanjut kuliah dan mengambil jurusan kuliner. Suatu hari nanti ia akan menjadi Chef yang memasak di restorannya sendiri.

Clarissa membuka blazer miliknya setelah sampai di kamar, ia melihat refleksi dirinya sendiri dari cermin dan mengerutkan dahi.

''Sepertinya pipi ku kelihatan agak berisi sekarang,'' Ia menyentuh bagian wajah yang kelihatannya berubah. ''Ya mau bagaimana lagi, semua makanan yang dibuat Chef Anne sangat enak.''

Tok...tok...

Clarissa berbalik dan membuka pintu yang terdengar ketukan tadi. Di balik pintu sudah ada salah satu pelayan yang tadi berada di bawah yang tersenyum lebar. ''Nona paket itu datang lagi.'

Clarissa menghela nafas, ia kesal setiap kali paket yang ia sudah ketahui isinya dan pengirimnya datang.

''Buang saja,'' Clarissa menutup pintu dan kemudian membukanya kembali. ''Tunggu dulu, aku akan melihatnya. Siapa tahu isinya berbeda.''

***

Beberapa pelayan menghentikan aktifitas mereka, penasaran dengan Nona kecil yang tengah duduk memandangi kotak yang terbalut kertas kado kotak-kotak.

''Seleranya sungguh aneh,'' Clarissa berkomentar soal motif kertas kado yang menurutnya tidak aesthetic.

''Dari Tuan Benjamin lagi ya, Nona?'' Pelayan yang tadi mengetuk penasaran dengan Clarissa.

''Iya dan ku tebak isinya masih sama,'' Clarissa membolak-balikan kotak itu sesekali menggoyangkannya lalu kemudian membukanya.

''Tuh kan,'' boneka kecil dengan gaun putih dan rambut coklat itu lagi. Memang cantik dan menggemaskan tetapi Clarissa muak karena Benjamin, teman masa kecilnya itu bukan pertama kalinya mengirim barang yang sama. Dan di sana di juga ada kertas yang berisi tulisan yang sama, mirip dirimu.

''Mungkin Tuan itu suka dengan Nona, saya dengar laki-laki sering menjahili perempuan yang mereka sukai.''

''Mana mungkin, Bibi tahu gak sih Benjamin juga mengirim boneka yang sama pada Selena.'' Clarissa bukannya mau menyangkal, hanya saja bila ucapan pelayannya benar maka Benjamin menyukai dua perempuan sekaligus.

''Tuan Benjamin bilang begitu?'' Pelayan itu bingung, sudah agak lama ia bekerja dan tentu sesekali melihat sikap Benjamin yang merupakan anak dari sahabat Tuan Besar namun menurutnya dia bukan tipe orang yang mengirim hal yang sama pada dua orang sekaligus terutama perempuan.

''Tidak sih, tapi Selena yang bilang. A-''

Clarissa menghentikan pembicaraan saat mendengar suara sirine mobil polisi, ''ada apa sih?'' Clarissa langsung melangkah menuju pintu besar dan membukanya.

Betapa kagetnya Clarissa saat melihat beberapa lelaki bertubuh besar yang mengenakan seragam berdiri tepat di balik pintu.

''A-ada apa ya?'' tanyanya dengan suara gemetar.

Lelaki yang berdiri paling depan melangkah maju sambil merogoh saku dalam jaketnya.

"Kami dari kepolisian," katanya tegas seraya menunjukkan kartu identitas dinas dan menyodorkan dokumen resmi.

"Kami membawa surat perintah penggeledahan dan penangkapan atas nama Tuan Adam Duncan, terkait dugaan keterlibatannya dalam kasus penggelapan dana negara. Mohon kerja samanya."

Clarissa mematung. Napasnya tercekat. Matanya membesar, menatap para petugas itu dengan kebingungan dan kepanikan.

"Tidak, tidak mungkin Ayahku terlibat... Ini—ini hanya kesalahpahaman, kan? Benar, Pak Polisi?" ucapnya dengan suara bergetar, hampir putus asa.

Salah satu petugas lainnya melangkah maju, nadanya tetap tenang namun tegas.

"Kami hanya menjalankan tugas berdasarkan putusan hukum, Nona. Apakah Tuan Adam ada di rumah saat ini?"

Clarissa menggeleng pelan. "Sejak pagi Ayah pergi."

Petugas itu mengangguk singkat, lalu menyelipkan dokumen kembali ke map cokelat yang dibawanya.

"Baik. Karena beliau tidak ada di tempat, kami akan tetap melaksanakan penggeledahan sesuai prosedur. Ini surat perintah resminya."

Clarissa menatap dokumen itu dengan tangan gemetar.

"K-kalau aku tidak mengizinkan kalian masuk...?"

Petugas yang pertama berbicara tadi menatapnya dengan pandangan datar namun sopan.

"Maka Anda bisa dikenai pasal menghalangi proses penegakan hukum, Nona. Tapi kami harap itu tidak perlu terjadi."

Clarissa menunduk. Perasaannya campur aduk—marah, takut, dan bingung. Namun akhirnya, ia melangkah ke samping, membuka pintu rumah sedikit lebih lebar.

Salah satu polisi lain memberi hormat pada polisi yang tadi berbicara, "Pak kami mendapat kabar tersangka, Adam Duncan di temukan tak bernyawa di hotel bintang lima yang tak jauh dari kantornya."

"TIDAK! KALIAN BOHONG!" Clarissa berteriak, dadanya naik turun cepat, air mata mulai mengalir deras. Ia mundur beberapa langkah dan tubuhnya perlahan jatuh ke lantai.

"Nona," beberapa pelayan menghampiri dan memeluk Clarissa.

***

Clarissa duduk bersama Ibunya, menundukkan kepalanya dan mencoba untuk tak meneteskan air mata lagi. Ibunya menggenggam erat tangan Clarissa sesekali mengelusnya.

"Clarissa sudah kau coba hubungi Benjamin dan keluarganya?" Ibunya bertanya.

"Aku sudah mencoba menghubungi Benjamin tapi dia tak menjawabnya, sudah lah Ibu. Dia mungkin merasa enggan menolong kita. Sedari dulu mereka selalu membantu keluarga kita, sebaiknya kita tak membebani mereka."

"Kita tak punya apapun lagi sekarang, Ibu- Ibu tidak tahu harus bagaimana Clarissa." Eva, Ibu Clarissa batuk-batuk dan membuat Clarissa cemas. "Ibu, sudahlah jangan memikirkan itu."

"A-aku akan berhenti kuliah dan bekerja, Ibu istirahat saja nanti di rumah yang Bibi pelayan sewakan itu. Aku tidak mau kehilangan keluarga ku lagi." Clarissa menatap Ibunya lekat-lekat, mencoba meyakinkannya.

"Tapi-"

"Sudahlah Ibu, aku juga tak mampu membayar biaya kuliah ku. Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja. Aku yakin."

To be continue....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!