Iriana merasakan kekecewaan kepada tunangannya yang ketahuan berselingkuh bersama sahabatnya.
membuat ayahnya jadi khawatir, sehingga membuat ayah nya berpikir untuk ia tinggal di tempat ibunya (nenek Iriana) di Perdesaan.
**
"Apa kau sudah melupakan nya?"
Seseorang yang menunggu nya untuk melupakan kan mantan tunangannya.
Mampukah ia kembali jatuh cinta saat pernah di khianati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sky00libra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab21
Mobil melaju dengan kecepatan rata-rata, Rai sedang menyetir mobil sesekali mencium telapak tangan Iriana.
Setelah tadi menonton pertandingan antar Kecamatan, Rai memutuskan membawa Iriana pulang. Meski Iriana masih betah karena pertandingan belum selesai, Rai hanya tidak ingin pulang terlalu larut malam. Karena jam sudah menunjukan pukul 9 malam, seperti pesan nenek lestari jangan terlalu malam. Apa lagi mereka di desa, jika di lihat warga desa mereka bisa kena gosip yang tidak baik. Terutama untuk seorang wanita. Rai tidak ingin Iriana 'wanitanya' terkena bahan gunjingan warga desa.
"Mas! Besok mau ikut ke kebun, boleh?" penuh dengan harapan, ia ingin ikut ke kebun besok pagi.
"Boleh, sayang!"
"Tapi, dek kamu tau kan cuacanya panas." lanjut nya seraya melirik Iriana di sebelahnya.
"Bisa di pondok kan mas."
"Gak bisa jauh-jauh dari mas yah!" ejeknya dengan sesekali meremas lutut Iriana.
"Ish... Bosan di rumah saja ko." pipi nya merah, seperti ketahuan selalu ingin di dekat pria ini saja.
Cup.... "Mas gemas, sayang!" terkekeh setelah Mengecup sekilas di pipi Iriana yang memerah.
Mobil yang di kendarai Rai sudah mulai memasuki gapura desa klayangan. 20 menit kemudian, rumah nenek lestari sudah mulai terlihat. Berhenti di pelataran, parkir di bawah pohon jambu. Masih di dalam mobil, tidak ada yang mau memutuskan untung cepat bisa masuk ke dalam rumah. Saling memandang, entah apa yang pikirkan mereka berdua. Dengan wajah Rai yang semakin mendekati Iriana, membuat hembusan nafas hangat saling menerpa. Iriana memejamkan matanya, seperti menunggu sesuatu yang tadi ia lihat di taman mini.
Cup....
Rai hanya mencium kening Iriana, membuat pipi Iriana memerah. Malu dengan pikiran nya.
"Apa yang kamu pikirkan, sayang?" bisiknya dengan kening yang ia satukan.
"Ti...dak a...da. Ihh minggir kamu, mas!" ujarnya dengan gugup. Seraya dengan cepat membuka handle pintu mobil.
Tarikan di tangan kanannya membuat ia dengan cepat menoleh. Menangkup kedua pipinya dan ciuman lembut di bibirnya, membuat ia terhenyak. Ia hampir sulit bernafas.
"Nafas, sayang!" ujar Rai setelah melepas ciumannya.
"Hahh, mas!" Nafasnya seperti berebutan untuk cepat keluar.
"Ya, sayang!" masih dengan wajah yang berdekatan. Memperhatikan bibir yang terbuka sedikit, dan sedikit memerah, basah.
"Sekali lagi." kali ini dengan lumatannya, Rai tidak bisa menahannya lagi. Bibir ranum itu seakan mengundang nya untuk bisa lebih lagi.
Iriana, jelas masih awam ia tidak terlalu bisa mengimbangi. Meski hanya bibir nya yang terbuka, dan sesekali mengikuti gerakan Rai.
"Bengkak." lirihnya seraya mengusap bibir Iriana yang memerah.
Tidak terlalu lama, karena Rai dengan cepat melepasnya. Dia hanya tidak mau berbuat lebih jauh lagi, apa lagi hanya mereka berdua di dalam mobil yang sepi. Ingatkah kata Rai, yang tidak ingin membuat wanita nya terkena pembicaraan warga, yang aneh-aneh. Nyatanya ia tidak bisa menahan dirinya lagi, ia harap tidak ada yang melihat kejadian ini. Jika tidak ia akan lebih cepat menikah, bukan masalah sebenar nya. Ia jelas sudah siap, ia hanya ingin menunggu kesiapan Iriana.
"Ayo, mas antar ke teras!" setelah lebih bisa menguasai dirinya. Dan (dia).
Mengangguk, "iya, mas." pintu samping kirinya di buka Rai.
"Mas, parkir kan sini saja mobilnya yah." ujarnya setelah sudah sampai teras.
"Boleh, mas! Aku masuk dulu yah." lirih nya dengan ia yang masih malu. Dan perlahan membuka handle pintu rumahnya.
Melihat mas Rai sekali, tersenyum dan mengangguk, ia pun masuk.
*****
"Iriana! Bangun, ini mas Rai. Sudah nunggu kamu." itu suara lestari memanggil Iriana cucu nya.
Bangun telat lagi.
Terperanjat setelah seruan nenek, apa lagi mendengar kata mas Rai. Yang malam tadi membuat ia kesulitan tidur sehingga hampir dini baru bisa tidur.
"Berangkat saja mas Rai. Tinggalin saja Iriana, biar dia di rumah sendirian." itu suara sama nenek. Seperti nya di ruangan dekat tv.
"Sepertinya iya, nek. Kalo gitu saya berangkat dulu saja nek!" sial suara pria itu, membuat ia menjadi tergesa-gesa membuka pintu kamarnya.
Tutupan nyaring, membuat dua orang di depan sana melihat ke arahnya.
"Wah cucu nenek baru bangun nih! padahal sudah mau di tinggali loh." ujar lestari seraya mengejek cucunya. Manyun, apa lagi melihat senyuman pria itu.
"Aku! Sudah bangun loh nek. Tinggal tungguin bentar doang ko. Mas! Tungguin yah." menatap ke arai Rai yang mengangguk, "iya, mas tinggu disini." masih dengan senyum menawannya. bergegas ia masuk lagi untuk mengambil handuk dan baju gantinya. Dengan cepat berjalan ke arah kamar mandi belakang. Seraya meninggalkan Rai dan nenek di depan
"Nenek, pergi duluan Rai! Itu sudah di tunggu ibu Ijah."
"Ehh, iya nek." pengantar nenek lestari kedepan, yang sudah di tunggu karyawan nya. Berboncengan dengan motor.
"Mas!" suara Iriana dari belakang. Membuat ia kembali kedalam, melihat Iriana di ruangan makan.
"Makan sudah belum, mas!?"
"Sudah, sayang!" mendekati Iriana dan menduduki kursi di depan Iriana.
"Aku gak makan yah, mas. Bawai ini ke kebun, aku mau makan nya disana, boleh?" mengambil nasi nya dan lauk kedalam wadahnya. Sesekali melirik Rai yang hanya tersenyum dan mengangguk. salah satu alasan ia ingin ke kebun adalah makan disana.
Ia ingin menikmati suasana, seperti pertama dulu ikut nenek lestari.
"Jadi, dek Iriana. Pengen ikut hanya ingin makan di sana hmm."
"Iya, mas. Gapapa kan!?" mengernyit seraya menatap Rai dengan sedikit galak. Ia takut tidak di perbolehkan.
Tertawa seraya berdiri dari duduknya. Mendekati Iriana, "gapapa, sayang! Apa pun buat Iriana." setelah menghentikan tawanya Rai sempat-sempat nya mencium pipi wanitanya.
"Ish... Kebiasaan mas ini." mengusap pipi kirinya. Yang mana itu malah membuat Rai semakin gencar mencium pipi nya.
"Mass... Aaaa, sudah ih ayo berangkat lagi." mendorong perut rata Rai, yang berdiri di depannya.
"Ayo!" setelah menghentikan aksi jahilnya. "Mana barang bawaan nya. Sini mas bawakan!" lanjutnya seraya mengambil barang bawaan Iriana.
Mengunci pintu rumahnya, dengan Rai yang sudah duduk di atas motornya.
"Sudah, dek!"
Mengangguk, "Sudah, mas! Ayo berangkat." setelah Rai membantu nya naik ke atas motor, ternyata mobil malam tadi itu masih ada di parkir-an bawah pohon jambu.
Belum di pindahin kata Rai nanti saja, setelah tadi sempat izin kepada nenek lestari untuk mendiami mobilnya di situ dulu. 10 menit perjalanan, sampai melewati jembatan pembatasan desa dan perkebunan. Ia melihat seorang pria berdiri seraya berkaca pinggang melihat motornya, seperti nya mogok.
"Hei! Ndra ngapain? Motornya mogok kah ini." Rai, menghentikan motornya.
"Iya, nih mas Rai. Sambil nunggu teman saya, asem emang nih motor. Mendadak mati."
Membuat Rai tertawa, ia kenal dengan Hendra. Biasa juga kerja di tempat perkebunan nya.
"Cewek mas Rai yah ini?" cengir nya.
"Iya. Cewek saya, cantik kan!" tersenyum dengan melihat ke arah Iriana di belakangnya.
Cubitan di pinggang nya membuat ia tertawa.
"Cantik banget, mas Rai. Undang saya kalo mau nikah mas." terkikik dengan ucapannya.
Mengangguk, "Boleh-boleh nanti saya undang. Saya duluan Ndra!"
"eh iya-iya silahkan, mas Rai."