Setelah menikah, Laura baru tau kalau suaminya yang bernama Brian sangat posesif, bahkan terkadang mengekang, semua harus dalam pengawasannya.
Apakah Laura bahagia dengan Brian yang begitu posesif? akankah rumah tangganya bisa bertahan? sejauh mana Laura tahan dengan sikapnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon israningsa 08., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
My posesif husband. 26. Malas pulang
Laura menyilangkan tangan didepan dada. Dengan ekspresi seriusnya ia berkata, "Jelaskan! Jelaskan semuanya mas!"
"Iya, maksud ku itu apa yang mau dijelaskan sayang? Kamu kalau nggak nanya ya mas bingung mau jelasin yang mana?" Jawab Brian.
"Siapa perempuan itu, kenapa dia bisa tau alamat rumah kita, dan apa hubungannya sama kamu! Mas jelaskan semuanya!" Lirihnya, namun mengandung amarah yang tertahan.
"Oke... Mas jelaskan pelan-pelan ya biar kamu paham, tapi duduk dulu.... "
Mereka duduk disofa dekat jendela, Laura memalingkan sedikit wajahnya kesamping.
"Dia teman aku pas masih kuliah!" Jawabnya to the point.
Laura menyipitkan mata, menunggu penjelasan lebih lanjut, "terus?"
"Iya, dia teman kuliah aku Ra... Terus dia diusir dari rumahnya, udah sempat ngekost tapi nggak punya uang buat sewa kost-an makanya dia kesini!" Jelasnya.
"Terus?" Tanya Laura meminta lebih detail.
Brian mulai bingung, "Apalagi?"
"Itu anak siapa? Dimana bapaknya? Atau jangan-jangan itu anak kamu ya mas ya?" Tuduh Laura.
"Hushh... Jangan sembarangan kalau ngomong! Mana mungkin itu anak aku?! Kalaupun nanti aku punya anak ya itu dari kamu, Anak kita!" Ujarnya.
"Lahh aku kirain itu anaknya mas Brian, karena aku pernah lihat mas Brian temenin dia diruang bersalin waktu itu!"
Seketika Brian terkejut, ia baru menyadari satu hal setelah Laura mengatakannya.
"Ohh jadi alasan kamu dulu marah sama aku karena itu ya? Ya ampun sayang... Kenapa nggak langsung nanya aja sih?"
"Lahh kenapa bukan mas aja yang langsung jelasin?"
Brian langsung meresponnya dengan senyum datar, entah siapa yang harus disalahkan sekarang?!.
"Dengerin yah... Ayah biologis bayi itu kabur sayang... Setelah dia tau kalau Mila mengandung, pacarnya langsung mutusin dia, bahkan suruh aborsi, tapi Mila nggak mau, terus pacarnya udah lepas tangan aja, dia nggak mau tanggung jawab dan sekarang hilang nggak tau kemana!" Jelasnya.
Kuping Laura sepertinya langsung berubah tajam, kata demi kata terdengar begitu jelas ditelinganya.
"Terus kenapa dia tau alamat rumah kita mas?"
Brian menggeleng penuh ragu, "mas juga kurang tau! Tapi sayang... Kamu nggakpapa kan, kalau untuk sementara dia tinggal disini, soalnya aku kasihan lihat anaknya!"
"Tapi mas nggak bohong kan kalau mas nggak punya hubungan spesial, hanya teman aja kan?"
"Iya! Cuman teman aja Ra... Nggak lebih!"
"Ya udah deh... Nggakpapa mereka tinggal disini!"
"Makasih ya sayang!" Kata Brian sambil mengelus lembut rambut Laura.
"Iya! Ohh iya mas, hari ini aku haid... Maaf yah!"
Tangan Brian terhenti, ia mendengus tersenyum tipis, "Nggakpapa sayang... Yang penting kamu sehat aja itu udah buat aku bersyukur banget! Dan kamu nggak usah minta maaf!"
"Takutnya kamu kecewa mas!"
"Enggak kok! Mas biasa aja!"
"Owh... Ya udah!"
"Hmm.... Kamu banyakin istirahat aja. Ohhiya, perut kamu nggak kram lagi kan?"
"Enggak mas!"
"Baguslah.... "
***
Hari-demi hari pun berlalu begitu saja, Mila terkadang hanya berdua dirumah itu sebab Laura dan Brian disibukkan dengan pekerjaannya.
Laura yang kini berada di ruangan kantornya menatap datar kearah komputer. Menarik nafas panjang untuk kesekian kalinya.
"Mau pulang! Tapi malas kalau dirumah cuman ada aku Mila dan Bayinya!" Keluhnya sambil menyandarkan punggung kekursi.
Tumpukan berkas yang ada di hadapannya sudah tak lagi menantang malah terlihat mengganggu.
Ini sudah sekitar seminggu Laura merasakan kejenuhan di kantornya, yang biasanya dia begitu berambisi tapi sekarang semua terasa membosankan.
Fikirannya selalu mengembara diatas kasur empuk dirumah. Hoamm.... Ia menguap, rasanya ngantuk sekali.
Bukan tanpa alasan dirinya selalu mengantuk, ini karena bayi Mila yang selalu menangis dengan keras setiap malam dan mengganggu tidurnya.
Ia menatap langit-langit dengan tatapan kosong, mengangkat lengan melihat jam yang melingkar ditangannya.
"Ya ampun masih jam 11?" Ucapnya tak percaya, padahal ia merasa sudah seharian full ia berada di kantornya.
Mau pulang? Tapi rasanya tak enak dengan staff yang lain.
Laura tiba-tiba memikirkan sesuatu, ia segera mengecek schedulenya. Ada pertemuan dengan seseorang yang ingin mendesain gaun pengantin padanya.
Segera ia mengeluarkan ponselnya dan mengetik nama Melly di pencarian kontaknya. Dengan bersemangat ia menelpon sekretarisnya itu, "Halo Mell... "
"Iya ada apa?"
"Mell... Pertemuan yang kamu bilang itu dihotel mana ya?"
"Ohh di hotel clarion!"
"Jam berapa?"
"Jam 1 sih kalau nggak salah! Emangnya Ada apa?" Jawab Melly.
"Ehmm Melll aku mau ke hotel itu ya sekarang! Kamu kabarin aja kalau mereka udah disana!"
"Ohh mau di percepat aja?"
"Enggak! Nggak usah! Kita ketemunya sesuai jadwal aja!"
"Owh ya udah bu! Mau di temenin?"
"Nggak usah! Biar aku sendiri aja kesana!"
"Baik bu!"
Panggilan itu berakhir, Laura langsung tersenyum lebar membayangkan dirinya sebentar lagi akan merasakan empuknya kasur hotel.
"Ahh kenapa nggak kefikiran dari tadi yahh? Kalau gitu kan aku bisa rebahan disana dulu! Dari pada pulang kerumah malah tambah stress lihat keadaan rumah yang berantakan! Apalagi dengar anaknya Mila nangis terus yang ada aku makin pusing!" Katanya bicara sendiri.