Dena baru saja selesai menamatkan novel romance yang menurutnya memiliki alur yang menarik.
Menceritakan perjalanan cinta Ragas dan Viena yang penuh rintangan, dan mendapatkan gangguan kecil dari rival Ragas yang bernama Ghariel.
Sebenarnya Dena cukup kasihan dengan antagonist itu, Ghariel seorang bos mafia besar, namun tumbuh tanpa peran orang tua dan latar belakang kelam, khas antagonist pada umumnya. Tapi, karena perannya jahat, Dena jelas mendukung pasangan pemeran utama.
Tapi, apa jadinya jika Dena mengetahui sekelam apa kehidupan yang dimiliki Ghariel?
Karena saat terbangun di pagi hari, ia malah berada di tubuh wanita cantik yang telah memiliki anak dan suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 : Papa Gevan ternyata..
...****************...
Bugh!!
Bastian mempertahankan posisi berdirinya meski mendapat bogeman mentah dari sang Tuan. Gevan melayangkan pukulan tanpa sepatah kata.
Laki-laki itu mencoba mengingat kesalahannya hari ini, dan sepertinya ia mengerti hal apa yang membuat Tuannya tidak senang.
“Maaf, Tuan. Saya tidak tahu jika putri Romeo bersekolah di tempat yang sama dengan Tuan Muda Rayvandra,” Ujar Bastian.
Gevan berdiri dengan kedua tangan di sakunya, ia menatap malas bawahannya ini, “lain kali jika mengantar Araya dan Rayvan, kamu cukup diam di mobil. Tidak perlu keluar jika bukan hal yang mendesak, mengerti?!”
Bastian terdiam sesaat, jadi Tuannya mempersalahkan hal itu?
Ia memberikan anggukan sebagai jawaban, “mengerti, Tuan.”
Gevan kembali duduk di kursi kebesarannya, lalu melirik Bastian seolah bertanya apa tujuannya kemari.
“Saya sudah mencari apa yang Anda perintahkan, tentang perkataan Nyonya. Dua tahun lalu, pelayan yang pertama kali mengatakan jika Nyonya ingin bunuh diri, adalah pelayan yang sama dengan yang mendorong Nyonya.” Ujar Bastian melaporkan pekerjaannya, pukulan Gevan tadi seolah sudah ia lupakan.
Gevan yang jarang menampilkan ekspresi terlihat menahan amarahnya mendengar itu, “kamu sudah memastikan?”
Bastian mengangguk, “sudah, Tuan. Saya mencari tahu langsung dari pelayan yang masuk di hari itu, beliau bahkan sudah tidak bekerja di sini karena telah berusia lanjut.”
Ia tetap melanjutkan laporannya meski melihat wajah tak mengenakkan sang Tuan, “lalu cctv di tangga lantai dua, saat jam di mana Nyonya terjatuh cctv itu mati karena rusak. Tapi, saya yakin itu bukan kebetulan, Tuan.”
“Ada tiga orang yang bertanggung jawab di bagian keamanan cctv, saya yakin salah satunya adalah suruhan orang yang sama agar Nyonya celaka.” Tambah Bastian.
Setelah mencari tahu semuanya, Bastian yang tadinya merupakan orang yang tak mempercayai omongan sang Nyonya, kini dapat meyakinkan jika ucapan Araya seratus persen benar.
“Siapa yang bertugas menyaring para pekerja di kediaman ini?” Tanya Gevan menatap bawahannya tajam.
Bastian segera menunduk, “Maaf, Tuan.”
Gevan menghela nafas kasar, “bersikap seperti kita tidak tahu apa-apa untuk saat ini. Dan jika laporan kamu telah selesai, silahkan lanjutkan pekerjaan yang lain. Aku akan memikirkan hukuman yang pantas, Bastian.”
Gevan tidak bisa mengabaikan kelalaian Bastian sekalipun ia adalah orang kepercayaannya yang memiliki kinerja sangat baik selama ini.
Karena kelalaiannya itu, nyawa istrinya nyaris terancam beberapa kali. Dan Gevan juga akan seperti orang bodoh yang terikut alur untuk percaya jika istrinya memang ingin mengakhiri nyawanya.
Beruntung saat itu Araya buka suara. Dan Gevan tidak akan melupakan hal yang membuat istrinya menyebut namanya setelah lebih dari tujuh tahun ini.
“Ada yang dorong aku, Gevan. Tolong percaya.”
Gevan senang saat Araya memilihnya untuk tempat mengadu, saat Araya membutuhkannya.
“kalau aku bilang suami aku lebih baik dari kamu, kamu juga gak akan percaya kan?”
Gevan tak bisa menahan dirinya untuk tak tersenyum saat mendengar percakapan Araya dengan bajingan sialan itu. Sekalipun ucapan Araya hanya sekadar untuk membuat mantan kekasihnya menjauh, ia tetap merasa tersanjung.
Tidak sia-sia ia menyadap ponsel istrinya itu.
***
Araya tengah berada di kamar Ghariel , menemani putranya yang sedang mengerjakan pekerjaan rumah itu.
Menurut Araya puranya ini cukup rajin, padahal besok weekend dan tugasnya akan di kumpul pada hari Senin. Tapi Ghariel ingin menyelesaikannya malam ini agar dua hari ke depan ia bisa bersantai.
“Nah, selesai. Coba mama periksa dulu,” Ujar Ghariel memberikan buku nya pada Araya.
Araya mulai memeriksa jawaban yang putranya buat itu, hanya soal perkalian khas anak kelas dua sd. Ia tadi juga menawarkan agar Ghariel tak perlu mencari, cukup Araya beri tahu saja. Tapi Ghariel bersikeras ingin menjawabnya sendiri.
Setelah memastikan semua jawabannya benar, Araya mengusap surai putranya, “benar semuanya. Pintarnya anak ganteng Mama,” pujinya.
Ghariel tersenyum kecil, setelahnya anak laki-laki itu menutup buku dan membereskan meja belajarnya agar rapi seperti semula.
Araya melirik jam dinding, sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, dan itu adalah jam tidur Ghariel.
“Langsung tidur ya sayang, udah malam.” Ujar Araya, putranya mengangguk patuh.
Araya memastikan Ghariel sampai tidur di ranjangnya, dan terakhir menyelimuti anaknya itu. Di rasa sudah selesai mengurus anaknya, seperti biasanya Araya akan kembali ke kamarnya.
Tapi kali ini, Ghariel bersuara lebih dulu, “emm, kalau Mama tidur sama El, mau nggak?” Tanya Ghariel sembari memainkan jemarinya di dalam selimut.
Selama ini, ia sangat ingin merasakan bagaimana tidur bersama orang tuanya. Okay, Ghariel memang tidak berharap akan Papanya, tapi ia sangat ingin tidur dengan ibunya. Merasakan bagaimana pelukan Araya semalaman.
Araya tersenyum tipis, “kenapa enggak? Mau dong Mama nemenin anak Mama yang paling ganteng ini,” jawabnya.
Araya juga baru terpikir, dari pada ia tidur sendirian di kamar luasnya, akan lebih baik ia tidur dengan putranya sendiri.
Ghariel tak menyembunyikan wajah senangnya kala Araya ikut berbaring di sebelahnya, dan tangan ibunya itu langsung bergerak memeluk tubuh mungilnya.
Saking senangnya, Ghariel jadi khawatir ia tidak bisa terlelap semalaman nanti.
“Oh iya, Mama kenal sama Papanya Viena?” Tanya Ghariel. Siang tadi ia lupa menanyakan ini pada sang ibu.
Mendengar pertanyaan itu, Araya melipat bibirnya ke dalam untuk sejenak, “kenal, dia teman lama Mama.” Jawab Araya, ia rasa ini jawaban yang benar untuk di dengar putranya.
Jujur saja ia terkejut mengetahui Romeo adalah ayah Viena. Kebetulan yang tidak ia duga, Ghariel dan Viena seolah memiliki red string theory Sejak kecil.
“Viena itu cantik ya, Ghariel suka nggak?” Tanya Araya mengalihkan, ia tak ingin kalau Ghariel bertanya lebih jauh tentang ia dan Romeo nanti.
Senyum Ghariel langsung terbit, “El suka. Viena itu perempuan paling cantik yang Ghariel lihat setelah Mama.” Ujar Ghariel.
Araya cukup tak menyangka ucapan putranya yang belum genap tujuh tahun itu sudah semanis ini, belum lagi tatapan Ghariel yang seolah sudah kecintaan.
“Dia baik dan ramah sama semua orang. Padahal di sekolah El pendiam, tapi Viena tetap mau ngajak El ngobrol dan main.” Lanjut Ghariel.
“Emm, jadi bagi El, Viena berharga nggak?” Tanya Araya lagi.
“Iya berharga,” Ujar Ghariel menatap langit-langit kamarnya, walaupun ia belum sepenuhnya mengerti kata ‘berharga’ di sini.
Kini Araya mengerti mengapa di dalam novel tertulis Ghariel yang begitu gencarnya merebut Viena dari Ragas si pemeran utama.
Tak hanya karena Ghariel yang mengenal Viena lebih lama, tapi Ghariel sudah menyukai Viena sejak mereka masih belia. Perasaan yang sudah selama itu pasti jauh lebih besar di banding Ragas yang baru mengenal Viena.
Tapi ya Ghariel hanya bernasib buruk, ia bukan pemeran utamanya. Karena itu Ragas selalu di gambaran lebih dibanding dirinya.
Namun, Araya tetap bertekad akan mendekatkan Ghariel dengan Viena. Tak peduli latar belakang Viena bagaimana, Araya tak ingin putranya mendapat akhir yang buruk.
“Kalau El suka, berarti El harus jaga dia baik-baik. Kalau udah dewasa nanti, El jangan sakitin dia ya?” Ujar Araya.
Ia akan membentuk pribadi putranya menjadi goodboy sejak dini. Sehingga di masa depan nanti Viena akan lebih memilih putranya di banding si pemeran utama laki-laki itu.
Araya tak peduli kalau ia akan mengacaukan alur sebenarnya, toh keberadaannya untuk terus bertahan hidup memang sudah mengacaukan alur, kan?
Ghariel mengangguk mengerti, “iya, Mama. El akan jaga dia seperti El jagain Mama.”
...****************...
tbc.
jangan lupa like dan komennya yang sangat berarti untuk author♡♡♡
semangat ya buat ceritanya Thor 💪😊👍