"Gue Mau Putus"
Tiga kata itu Nyaris membuat Alle tak bernafas beberapa detik, sebelum akhirnya menghela nafas.
"Sayang, jangan bercanda deh. ini benar hari anniversary kita tapi kejutannya jangan gini dong, aku ngak suka. *rujuknya dengan suara manja, berfikir ini hanya prank, Ares hanya mengerjainya saja*
Ares tak membalas ucapan Alle namun dia dengan tegas menggenggam tangan gadis disampingnya dan menatap Alle dengan tatapan dingin dan muak.
"Gue udah selingkuh sama Kara, dua bulan yang lalu dan....".
"Dia sekarang hamil anak gue"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rodelima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CUMA KASIHAN
"Alle ngak Lo tengokin? Kali aja udah bangun. Malah Lo tinggal sendirian." ujar Tico begitu kedua temannya sudah pulang.
Ares yang tadinya melamun langsung menoleh, tatapannya naik ke atas lantai dua, di mana kamarnya berada.
Dia tadi terkejut dengan ucapan Andre yang mengatakan jika dia melihat Alle di kamarnya, bagaimana bisa? bukankah dia menguncinya dari luar, dan kuncinya pun masih dalam kantongnya.
Untung saya tadi dia memberitahu Andre jika nanti dia akan menjelaskan tapi tidak sekarang dan untungnya Andre mengerti dan mengangguk. dia pun tak lagi membahas lebih lanjut, Andre memang lebih pengertian dibandingkan Leo yang tak sabaran sama sekali.
"Lihat gih." suruh Tico lagi, jujur saja Dia sedikit kasihan melihat kondisi Alle yang ditemuinya saat di toilet itu cukup memprihatinkan, dia saja gak ngilu melihatnya.
Ares akhirnya bangkit dari dulunya untuk menuju kamarnya.
Sampai di depan kamar Ares mengambil kunci dari kantongnya dan membuka, dia tercengang pintunya masih terkunci, bagaimana bisa Alle keluar dan Andre melihat wanita itu.
Tak membuang waktu lama Ares segera membukanya begitu pintu dibuka dia langsung bisa melihat Alle yang menatapnya dengan sedikit terkejut.
Keduanya sama-sama tercengang sesaat, sebelum akhirnya Ares berjalan dan mencoba bersikap sebisa mungkin.
Entah mengapa suasana menjadi agak canggung, Dia berjalan menuju Alle dan duduk di sofa.
"Emm, bagaimana aku bisa sampai di sini Kak?" tanya Alle dengan pelan. "bukan kah Kak Tico yang membawa aku tadi keluar kampus, dan mau antarin aku pulang."
"Tico nggak tahu rumah Lo, jadi dia bawa Lo ke sini." Ares menatap Alle lekat, membuat Alle menunduk karena takut ditatap tajam oleh Ares.
"Siapa yang buat lo kayak gini?" tanya Ares dengan tegas.
"Saskia, dia sepupu Kara." jawab Alle dengan jujur, Ares mengeryit, Kara tak pernah cerita jika mempunyai sepupu bernama Saskia.
"Terus kenapa dia nyakitin Lo kayak gini, Lo buat ulah apa sama dia?"
Seketika Alle mendongak, dia menatap Ares dengan mata berkaca-kaca. "Aku nggak tahu, dia tiba-tiba aja narik aku saat aku mau masuk ke kelas, dan dia pukul aku sampai gini, Aku nggak tahu salahku apa Kak." Isak Alle dengan pelan.
Ares memalingkan wajahnya, sungguh dia tak tega melihat wajah rapuh Alle. Jika dulu dia orang pertama yang memeluknya, namun sekarang tidak lagi, ada hati yang harus dia jaga dia tak ingin menyakiti Kara.
"Nggak asap kalau nggak ada api dulu Alle." Kekeh Ares.
"Benaran kak, dia pertama kali bully aku itu..."
"Pertama kali? emangnya dia udah berapa kali aniaya kamu." terkejut Ares kembali menatap Alle yang menyedihkan.
"Udah beberapa kali."
"Apa masalahnya Al, lo ngelakuin apa? perasaan dulu sebelum putus sama gue semua baik-baik aja. kenapa lo sekarang jadi kayak gini suka cari gara-gara." sentak Ares dengan kesal, entah sama siapa.
"Aku nggak cari gara-gara duluan Kak, wanita itu yang duluan nyerang aku katanya aku nggak boleh ganggu Kakak lagi sama kara. aku harus jauhi kakak, tapi aku nggak mau, makanya dia selalu siksa aku."
Seketika Ares terdiam, dia tak menyangka jika semua yang dialami Alle itu karenanya, namun dia berusaha bersikap tak peduli.
"Bener emang Saskia, lu emang harus jauhi gue Al, gue udah ada Kara, nggak seharusnya Lo ngejar-ngejar pria sudah mempunyai pacar jangan jadi kayak wanita murahan."
Alle menatap Ares tak percaya, dia tak menyangka jika pria yang dipujanya mampu mengatakan sesuatu yang menyakitkan.
Alle memalingkan wajahnya, berusaha untuk tidak memasukkan ke dalam hati kata-kata Ares barusan yang sebenarnya dia juga begitu terluka mendengarnya.
"Aku nggak akan mundur sebelum tahu sebenarnya kalau kakak benar-benar selingkuh dari aku dan udah nggak sayang aku lagi. tapi hari ini aku meyakinkan satu hal yang membuat aku pantang menyerah."
"Maksud kamu."
"Kalau kakak nggak sayang dan nggak peduli sama aku, nggak mungkin kan kakak bela-belain ngijinin aku ke dalam kamar kakak dan nyuruh kak Tico ngantar aku ke rumah kakak."
Alle berhasil membuat Ares terdiam, memang dia tadi spontan karena terkejut tiba-tiba saja Tico mengatakan bersama dengan Alle, dia langsung mengira jika Alle tidak baik-baik saja karena dia yakin Tico tidak akan membantu seseorang jika tidak dalam kondisi yang benar-benar mengkhawatirkan.
Jadi dia langsung saja menyuruh Tico agar membawa Alle ke dalam rumahnya.
"Gue cuman kasihan sama Lo, Lo udah nggak ada siapa-siapa lagi, Lex nggak mungkin peduli sama Lo, yang ada dia cuma nyakitin lo doang sedangkan Om sama Tante mereka sibuk."
Ucapan Ares memang benar adanya, namun entah mengapa dia jadi sedih. "Iya aku memang udah nggak punya siapa-siapa lagi, harusnya kak Tico biarin aku disiksa Saskia sampai mati."
Mendengar itu Ares jadi merasa amat bersalah, dia tak seharusnya mengatakan hal yang demikian meskipun ingin membuat Alle tak berpikir macam-macam dan berharap lebih padanya.
"Jangan berpikir buat mati Al, pikiran lo terlalu jauh masih banyak orang yang hidupnya jauh di bawah loh, tapi mereka tetap bertahan hidup dan gak mau menyerah."
"Tapi..."
"Udahlah kalau lo udah enakan gue anterin pulang." serga Ares yang tak ingin Alle terus-terusan membahas perihal kematian.
"Tapi jangan anterin aku ke rumah Om sama Tante."
Ares menoleh dengan heran. "Kenapa?"
"Lex kayaknya nanti pulang, aku takut dia berbuat macam-macam lagi anterin aku ke rumah Sus Riri, atau ngak kerumah sakit Papah aja."
"Kenapa kerumah sakit? Lo masih suka jengukin Papah?"
Alle mengangguk dengan polos. "Setiap hari, karna memang dia teman curhatku tapi ngak pernah menghakimi aku. aku merasa didengar dengan baik meskipun Papah belum bisa merespon apapun."
Ares cukup terharu dengan ucapan Alle barusan, dan dia sudah menyakiti dirinya, Alle tetap perhatian dengan Papahnya bahkan masih menganggap Papahnya juga Papahnya sendiri.
" Yaudah siap-siap gue anterin ke Rumah sakit, Sus Riri mungkin juga belum pulang." Ares hendak bangkit namun tangannya ditahan Alle, membuat keduanya sontak saja saling bertatapan, Alle spontan saja memegang tangan Ares, namun entah mengapa dia menjadi berdebar, udah lama dia tak bersentuhan dengan pria itu.
"Kenapa?"
Buru-buru Alle melepaskan tangannya dari lengan Ares dengan salah tingkah.
"Aku mau tanya, kakak tahu tasku? Kok ngak ada? Apa masih dikampus yah?"
Ares ikut menatap sekelilingnya, dan tak juga menemukan tas yang dimaksud Alle barusan, memang dia tak di sana saat tau Tico membawanya atau tidak.
"Gue nggak tahu, nanti gue tanya Tiko di bawah."
"Iyah kak, makasih ya."
"Hem."
Setelahnya, Ares pergi keluar sedangkan Alle masuk ke dalam kamar Ares untuk sekedar bersih-bersih, cuci muka karena selain tak membawa baju dia juga takut minta sabun pada Ares, takut juga pria itu marah.
Setelah beberapa saat dirasa telah siap, dia bergegas turun. di sana dia melihat Tico yang sedang tidur, beberapa saat setelahnya dia mendengar Ares yang baru saja masuk ke dalam rumah, saat dia menoleh pria itu ternyata Tengah membawa tasnya sepertinya tasnya tadi tertinggal dimobil Tico.