Xaviera marcella, Remaja usia 17 tahun harus menerima nasib yang buruk. di mana dia tinggal di panti asuhan, selalu dibully dan dijauhi. ia tumbuh menjadi gadis yang pendiam. suatu hari, ia bermimpi bertemu dengan gadis cantik yang meminta pertolongan padanya. itu berlangsung sampai beberapa hari. di saat ia sedang mencari tahu, tiba-tiba kalung permata biru peninggalan ibunya menyala dan membawanya masuk ke sebuah dimensi dan ia pun terhempas di jaman peradaban. hari demi hari ia lalui, hingga ia bertemu dengan gadis yang ada di mimpinya. ternyata gadis tersebut merupakan seorang putri dari negeri duyung. ia pun dijadikan pengawal utama untuk melindungi putri duyung itu.
gimana kisah selanjutnya? akankah Xaviera mampu menjaga putri duyung itu? ikuti kisah selanjutnya hanya di sini🥰
NO PLAGIAT!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Fantasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memberitahu kebenaran
Xaviera terkejut dikarenakan ucapan Debbara yang ingin mengambil kalungnya. saking terkejutnya, ia terdiam beberapa saat. lalu kemudian ia pun menggenggam dengan kuat dan menatap Debbara dengan wajah tegasnya.
"Aku tidak bisa memberikan kalung ini padamu tuan putri, mungkin ini milik leluhurmu tapi kalung ini memiliki makna yang sangat mendalam bagiku. kalung ini satu-satunya harta yang tersisa dari mendiang ibuku. aku tidak punya apapun selain kalung ini. kalung ini selalu mengingatkanku pada ibuku. jadi, aku tidak bisa memenuhi keinginanmu." tegasnya.
Debbara masih memasang wajah datarnya, "Aku tidak peduli dengan itu, serahkan.. atau tidak, aku akan merebutnya langsung darimu. kau hanya bawahanku, ikuti perintahku."
Xaviera pun merasa marah karena Debbara kembali bersikap seenaknya. ia pun mengepal tangannya menahan amarah yang hendak keluar. namun mengingat mendiang Anvi yang harus baik terhadap tuan putri, ia mau tidak mau mengontrol amarahnya. ia menghela nafas agar hatinya merasa tenang. ia terdiam sejenak untuk memikirkan ha tersebut. apakah ia harus memberikan kalungnya pada Debbara. ini adalah harta satu-satunya yang ia miliki sebagai kenangan. tapi, mengingat ia bukan dari keturunan duyung dan ia seorang kesatria, ia harus mematuhi perintah dari Debbara itu.
Kemudian, tangannya pun mulai bergerak menuju leher bagian belakang untuk melepaskan pengait kalung tersebut. tak lama, kalung itu pun terlepas dari lehernya. dengan wajah pasrah, Xaviera mengembalikan kalung itu pada Debbara. "Baiklah tuanku, ambilah.." Melihat Xaviera memberikan kalung itu padanya, lalu tangannya pun mulai meraih kaung tersebut. namun ada fenomena aneh yang terjadi saat Debbara hendak menyentuh kalung itu, permata birunya menyala dan mulai menyerang Debbara dengan menembakkan sinar kecil pada telapak tangannya.
"Awwhhh!!" seru Debbara kesakitan, ia merasa syok sebab permata itu memberikan reaksi penolakan padanya. Xaviera pun terkejut karena melihat Debbara kesakitan di bagian tangannya. "Tuanku, kamu tidak apa-apa?" Debbara terdiam sejenak dengan wajah yang tercengang. ia lalu teringat akan reaksi penolakan yang ia baca dari bukunya, dan berhubungan dengan ramalan mengenai Xaviera.
"Ternyata benar, kalung permata ini tidak akan bisa disentuh oleh orang lain selain pemiliknya. dan dia, benar-benar orang yang ditakdirkan." batinnya. ucapan Debbara itu sama persis dengan kalimat yang tercantum di akhir buku, jika permata biru langka hanya bisa di pakai oleh seseorang yang sudah ditakdirkn dan tidak akan bisa dilepaskan atau dialihkan kepada orang lain termasuk keturunan dari pemilik sebelumnya itu sendiri.
Melihat Debbara terdiam, Xaviera terus memanggilnya. "tuanku, apa kamu baik-baik saja?" Debbara seketika tersadar. wajahnya mendadak terlihat biingung saat melihat ke arahnya. lalu mata indah Debbara kembali memandangi kalung yang masih berada di telapak tangan Xaviera itu. tak lama kemudian, tangannya pun mulai bergerak kembali namun bukan untuk mengambil kalung tersebut melainkan menggenggam tangan Xaviera.
Terlihat Debbara mulai tersenyum manis menatap Xaviera yang sedang terheran, "Ternyata benar, kaulah orangnya.. aku sempat ragu jika kau bukan yang ditakdirkan oleh ramalan itu. pakailah kembali kalungmu. itu sangat berharga bagimu kan? aku hanya mengetes saja." ujarnya seperti biasanya kembali. Xaviera yang mendengar itu lantas tercengang, ia kemudian mengulas senyum lebarnya dan memeluk tuan putrinya itu, hanya beberapa detik lalu lepas pelukan.
"Terima kasih, aku kira kau benar-benar ingin mengambil kalungku Debbara. Eh, maksudku... tuanku." Xaviera agak kikuk karena memanggil nama asli tuannya kembali. "Eumm... maaf tuanku," lanjutnya dengan rasa bersalah. terlihat Debbara terdiam sejenak, Xaviera menganggap ia marah karena kembali tidak sopan padanya. namun Debbara malah terlihat tersenyum sembari menggenggam tangan Xaviera. gadis itu bukannya senang malah terliht bingung dengan sikap Debbar itu yang harusnya memarahinya malah tersenyum.
"Tak apa, oh iya Xaviera... kau boleh memanggilku dengan namaku saja."
"Mm-maksudmu? aku boleh memanggilmu Debbara?"
"Ya, dan kau bukan bawahanku lagi. kau sudah kuanggap menjadi temanku, teman dekatku."
Xaviera lagi-lagi tercengang dengan yang diucapkan Debbara, kemudian ia tersenyum lebar dikarenakan Debbara sudah menerimanya layaknya seorang teman. ia pun menggenggam tangannya dengan erat, terdapat cairan yang membendung di kelopak matanya tanda ia sangat terharu. lalu Xaviera pun menganggukkan kepalanya berulang kali. "Baiklah Debbara, sekarang kita adalah teman. terima kasih.' ucapnya terharu.
"Justru aku yang harusnya berterima kasih padamu Xaviera, kau sudah menyadarkanku karena sifat burukku. kaulah yang mengubahku menjadi sekarang. terima kasih atas jasa yang telah kau lakukan untukmu baik dari jiwa dan ragamu untuk melindungiku dan juga mengajariku moral-moral kehidupan termasuk menghargai orang lain."
Mereka pun berpelukan menandakan mereka resmi berteman sekarang. cukup lama mereka berpelukan, terlebih Debbara yang sangat nyaman ketika Debbara ada di dekatnya. setelah beberapa saat, mereka kembali melepaskan pelukannya. "Oh iya Xaviera, aku akan menunjukkan satu hal kembali kepadamu, mengenai dirimu dan juga kalung itu. pasti kaupun ingin mengetahui kebenarannya sendiri kan?" mendengar itu, Xaviera mengangguk. lalu Debbara kembali mengajaknya berjalan ke suatu tempat.
Di sana menampilkan pemandangan yang indah banyak burung-burung beterbangan. lalu mereka mendekati sebuah bangunan yang sangat megah, mereka mulai memasuki bangunan itu dan Xaviera tercengang saat melihat banyak berjejer rak yang tersimpan banyak buku. terdapat 6 lantai rak yang menjulang tinggi ke atas.
"Ini adalah perpustakaan legenda milik kerajaanku."
"Perpustakaan legenda? lalu perpustakaan yang ada di dalam istana itu apa? bahkan ada jalan rahasia goa itu." batinnya bertanya.
"Kau sedang memikirkan sesuatu?" tanya Debbara. mendengar itu Xaviera pun gelagapan dan berusaha menormalkan mimik wajahnya seperti semula. dengan tawaan paksa, ia bergeleng pada Debbara "Eh.. eum.. Tt-tidak apa-apa kok." Debbara hanya menghela nafasnya. lalu mereka kembali melangkah maju dan berhenti di sebuah rak, Debbara mengeluarkan buku dari rak itu. Xaviera hanya melihat apa yang sedang dia lakukan. kemudian, Debbara membuka sebuah halaman buku dan ia membacakan mantra seketika gambar yang ada di buku tersebut serasa hidup.
Xaviera terkejut ketika melihat ada gambar dirinya di sana sedang memegang pedang dan kalung permata biru yang menyala di lehernya. "Gambar ini, adalah takdir yang diramalkan. awalnya diriku tidak tahu akan hal ini dan tidak ingin mencari tahu, tapi setelah penyerangan John pertama kali serta kedatanganmu membuatku mempelajari semua hal ini." lalu Debbara menutup kembali buku tersebut, seketika gambar hidup pun menghilang. lalu Debbara menyerahkan buku itu pada Xaviera.
"Ambillah buku ini, kau bisa menelitinya sendiri dan memahami semuanya." Xaviera pun tersenyum senang, ia menerima dengan baik buku tersebut dan mengambilnya dari tangan Debbara. "Terima kasih Debbara, aku akan membacanya."
"Ya sudah, ayo kita ke tempat semula.. kau juga harus latihan."
"Baiklah.."
***
Segerombolan monster sedang menuju ke suatu tempat untuk menjalankan misi yang diberikan pada mereka untuk menghancurkan pelindung biru yang di dalamnya ada target yang harus di basmi. monster itu ada 5 orang yang di naungi oleh Weskail yang merupakan guru pertama John. ia mengajukan dirinya untuk membawa mereka sebab ia ingin bertanding secara langsung dengan gadis berkalung permata biru itu.
Setelah melihat pertarungan hebat itu, memacu dirinya untuk berhadapan langsung dengan gadis itu. Dengan menempuh jarak berpuluh kilo meter, mereka semua sudah mulai mendekati lokasi tujuan. kelima monster itu sudah tidak sabar untuk bertarung sebab mereka sudah tidak pernah bertarung dikarenakan dikurung oleh gurunya.
"Kita sebentar lagi akan sampai, siapkan kekuatan kalian untuk menghancurkan mereka."
Sementara John, ia masih sibuk bertapa untuk menguasai ilmu tingkat tinggi. ia ingin segera menguasai untuk menghadapi dan membunuh Debbara dengan tangannya sendiri. ia tidak ingin mereka yang menghabisinya, hanya ialah yang boleh menghabisi gadis sombong itu. sedari tadi matanya tertutup, akhirnya membuka matanya kembali. terlihat sorot matanya terlihat sangat tajam.
"Aku akan menjadi yang terkuat, tunggulah kau Debbara..." batinnya penuh dendam.