Ini adalah kisah cinta pria berkebangsaan Korea dan gadis berdarah Indonesia.
Waktu SMA, Ha joon tidak setampan sekarang. Pria itu gemuk dan selalu memakai kacamata tebal kemana-mana. Ha joon sangat menyukai Rubi, gadis populer di sekolahnya.
Namun suatu hari Ha joon mendengar Rubi menghina dan mengolok-oloknya di depan teman-teman kelas mereka. Rasa suka Ha joon berubah menjadi benci. Ia pun memutuskan pindah ke kampung halamannya di Seoul.
Beberapa tahun kemudian, Rubi dan Ha joon bertemu lagi di sebuah pesta pernikahan. Ha joon sempat kaget melihat Rubi yang berada di Korea, namun rasa dendamnya sangat besar hingga ia berulang kali menyakiti perasaan Ruby.
Tapi, akankah Ha joon terus membenci Ruby? Mulutnya berkata iya, namun tiap kali gadis itu tidak ada didepan matanya, ia selalu memikirkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Calon istri sempurna
Ruby terdiam cukup lama di tempatnya berdiri, bahkan setelah suara langkah kaki Ha Joon menghilang di luar ruangan. Dadanya terasa sesak, matanya panas. Ia mengepalkan tangannya, berusaha menahan air mata yang menggenang.
Ternyata Ha joon sangat membencinya. Ia sudah menabur luka yang sangat amat dalam di hati pria itu. Dan sekarang, dia harus menerima akibatnya. Tuhan itu adil. Dulu, ia yang mengolok-olok pria itu. Sekarang, dirinya berakhir menjadi wanita yang bukan siapa-siapa. Tidak bisa menggapai cita-citanya, hanya mengandalkan kemampuannya yang tidak seberapa di dunia modeling. Sebagian orang bahkan menganggap pekerjaan model adalah pekerjaan yang tidak baik. Apalagi model tidak terkenal seperti dirinya.
Ruby mengusap cepat sudut matanya sebelum benar-benar menangis, lalu menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Ia tahu, tak ada gunanya menangis di sini. Yang harus ia lakukan sekarang hanyalah bertahan.
Dengan langkah berat, ia keluar dari lounge, kembali ke lorong restoran. Beberapa karyawan masih bercengkerama di dalam, tetapi Ruby tak punya tenaga untuk bergabung lagi. Ia mengambil tasnya yang ditinggalkan di kursi, mengirim pesan singkat pada Sena bahwa ia sudah pulang duluan, lalu keluar ke jalan.
Udara malam menyentuh kulit wajahnya yang dingin. Ruby memeluk tubuhnya sendiri sambil berjalan ke halte bus terdekat.
Sementara itu, Ha Joon berdiri di rooftop gedung ZAN Group. Ia menatap kota Seoul yang gemerlap, tapi pikirannya kosong. Cangkir kopi di tangannya mendingin begitu saja.
Ia marah. Terlalu marah.
Bahkan pada dirinya sendiri.
Bertahun-tahun ia menyimpan luka, bertahun-tahun ia mengukir ulang kata-kata yang pernah Ruby ucapkan di masa lalu. Dan melihat gadis itu yang tiba-tiba muncul dalam hidupnya lagi membuat pikirannya kacau. Niat balas dendam makin memenuhi pikirannya. Dia ingin Ruby menderita, sebagaimana gadis itu yang sudah membuatnya menderita dulu. Mempermainkan perasaannya dengan seenaknya.
"Bodoh," geramnya pada diri sendiri.
Tetapi, entah kenapa wajah Ruby yang hampir menangis tadi terus terbayang di benaknya, mengusik sesuatu yang rapuh di dalam hatinya.
Ha Joon mendongak, menatap langit. Ia berusaha mengusir bayangan itu, tapi semakin ia mencoba, semakin kuat rasa bersalah itu mencengkeramnya. Namun ia berusaha melawan perasaannya.
"Jangan termakan dengan wajah munafiknya Ha joon." gumam Ha joon pada dirinya sendiri.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hari-hari berikutnya berjalan dengan aneh.
Ruby berusaha bersikap normal saat menjalani pemotretan di kantor Ha joon, terutama saat tidak sengaja berpapasan dengan pria itu, seolah tak terjadi apa-apa di antara mereka. Ia tetap bekerja keras, berusaha menghindari Ha Joon semampunya. Untungnya, pria itu juga tampaknya tidak berusaha mendekatinya lagi.
Mereka seperti dua kutub berbeda di satu perusahaan, saling menghindar, seolah keberadaan satu sama lain hanya gangguan kecil yang tidak penting.
Namun, meski Ruby mencoba keras untuk tidak peduli, ia tahu ada beberapa tatapan mengawasi dari jauh, tatapan yang tajam, kadang penuh kemarahan, kadang penuh kebingungan.
Suatu sore, saat Ruby sedang menyusun beberapa dokumen untuk sesi pemotretan baru, ponselnya bergetar.
Pesan dari nomor tak dikenal.
"Ibuku akan datang menemuimu, ingat, tolak semua permintaannya."
Ruby menggigit bibir bawahnya. Ia langsung tahu pesan itu dari Ha Joon. Pesan singkat itu terasa seperti ultimatum.
Ia ingin mengabaikannya. Ia ingin membiarkan saja. Tapi … ia tahu betul, Nyonya Nam adalah orang yang sangat pemaksa. Bagaimana caranya menolak?
Saat ia baru saja hendak membalas pesan Ha joon, ponselnya berdering. Telpon dari nyonya Nam. Ruby menghela nafas panjang. Ia menimbang-nimbang mau mengangkat atau tidak, tetapi karena tidak tega, akhirnya ia angkat.
Sapaan ramah terdengar dari seberang sana. Seperti kata Ha joon, ibu pria itu mengundangnya menghadiri pesta makan malam keluarga besar mereka. Awalnya Ruby menolak karena ia tidak ingin di serang Ha joon lagi. Tetapi nyonya Nam terus memaksanya dengan berbagai macam alasan.
Ruby merasa di lema. Di satu sisi ada Ha joon, di sisi lain ibu lelaki itu. Dua manusia yang membuatnya merasa bingung dengan keputusan apa yang harus dia buat.
"Ruby sayang, pleasee ... Aku sudah bercerita tentang dirimu pada seluruh keluarga besar. Mereka semua antusias ingin melihatmu, memangnya kau tega membuat aku malu?"
Ruby menimbang-nimbang. Dia bingung harus bagaimana.
"Mm ... Ba ... Baiklah kalau begitu. Aku akan datang." akhirnya dia memutuskan menerima undangan nyonya Nam. Biar saja Ha joon makin membencinya dan memikirkan dia sengaja ingin mendekati keluarga kaya.
"Ah, kau betul-betul baik Ruby. Sampai ketemu nanti malam."
Itulah pembicaraan terakhirnya dengan ibu Ha joon.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam datang begitu cepat. Tanpa terasa, matahari sudah terbenam, dan Ruby berdiri di depan gerbang rumah keluarga Nam. Rumah mewah bertingkat dengan taman luas dan pencahayaan hangat.
Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan degup jantungnya yang berdebar tak karuan. Ia mengenakan dress sederhana berwarna pastel, tidak terlalu mencolok tapi tetap pantas.
Saat Ruby menekan bel, pintu segera dibuka oleh seorang pelayan. Tak lama kemudian, Nyonya Nam sendiri menyambutnya dengan senyuman hangat.
"Ruby, sayangku!" serunya sambil memeluk Ruby singkat.
"Akhirnya kau datang juga. Aku sangat senang."
Ruby membalas pelukan itu canggung.
"Terima kasih sudah mengundangku, nyonya Nam."
"Ah, panggil saja aku eomma. Kau sudah seperti anakku sendiri," ucap wanita itu sambil menggandeng tangan Ruby masuk ke dalam.
Di ruang tamu, beberapa orang sudah berkumpul. Pria dan wanita paruh baya, beberapa anak muda yang sepertinya sepupu Ha Joon. Semua menatap Ruby dengan penasaran.
Namun, perhatian Ruby langsung tertuju pada satu sosok yang berdiri di sudut ruangan,
Ha Joon.
Ia mengenakan kemeja hitam dan celana panjang santai, tampak kasual tapi tetap berwibawa. Tatapannya menusuk ke arahnya, membuat Ruby merasa ingin segera menghilang dari sana.
Nyonya Nam menggiring Ruby memperkenalkan satu per satu anggota keluarga, memperlakukannya seolah Ruby memang bagian dari keluarga itu.
Mereka makan malam bersama. Suasana hangat, penuh tawa dan cerita masa kecil Ha Joon yang membuat semua orang tertawa, kecuali Ha Joon sendiri. Pria itu hanya diam, kadang mengangguk, kadang menatap piringnya kosong.
Ruby berusaha sebaik mungkin untuk bersikap sopan. Ia tertawa di saat yang tepat, berbicara sopan, dan menahan diri untuk tidak melirik ke arah Ha Joon terlalu sering.
Saat makan malam hampir selesai, Nyonya Nam akhirnya mengeluarkan "bom" yang sudah Ruby khawatirkan.
"Aku pikir Ruby adalah calon istri yang sempurna untuk Ha Joon," katanya ringan, seolah hanya berbicara tentang cuaca.
"Dia cantik, sopan, pekerja keras. Terlebih lagi, ternyata mereka pernah bersekolah di sekolah yang sama waktu di New York.
Ha joon, kau tidak keberatan kan kalau ibu menjodohkanmu dengan Ruby?"
Semua mata di ruangan itu langsung menoleh ke arah Ruby dan Ha Joon.
Ruby tersedak kecil, buru-buru meminum airnya.
Ha Joon tidak bereaksi. Wajahnya datar, tidak menunjukkan setuju atau menolak.
"Apa kau keberatan, Ruby?" tanya nyonya Nam lembut.
Ruby membuka mulut, mencari kata-kata, tapi sekali lagi, Ha Joon lebih cepat.
"Baiklah, aku menerima perjodohan ini."
Katanya sembari menatap Ruby. Tatapannya dingin, hanya Ruby yang menyadarinya. Sementara nyonya Nam dan keluarganya Nam yang lain terlihat senang.
Ruby menatap Ha joon lama.
Apalagi ini ya ampun ...
Detak jantung ruby sangat kencang skl berdebar deg-degan dkt sm hajoon jarak dekat skl, tanpa disadari sorot mata hajoon dan ruby penuh cinta dan kerinduan, krn ketutup dendam dimasalalu jd salahpaham....
Hajoon berusaha membentengi dirinya ke ruby penuh dendam dan kebencian....
Ruby demi kebaikan bersama sebaiknya berkata jujur kehajoon biar gak salahpaham terus....
lanjut thor....
semangat selalu.....
sehat selalu.....