Rumah?
Ayra tidak memiliki rumah untuk benar-benar pulang. Rumah yang seharusnya menjadi pelukan hangat justru terasa seperti dinding-dinding dingin yang membelenggunya. Tempat yang semestinya menjadi surga perlindungan malah berubah menjadi neraka sunyi yang mengikis jiwanya.
Siapa sangka, rumah yang katanya tempat terbaik untuk pulang, justru menjadi penjara tanpa jeruji, tempat di mana harapan perlahan sekarat.
Nyatanya, rumah tidak selalu menjadi tempat ternyaman. Kadang, ia lebih mirip badai yang mencabik-cabik hati tanpa belas kasihan.
Ayra harus menanggung luka batin yang menganga, mentalnya hancur seperti kaca yang dihempas ke lantai, dan fisiknya terkikis habis, seakan angin menggempurnya tanpa ampun. Baginya, rumah bukan lagi tempat berteduh, melainkan medan perang di mana keadilan tak pernah berpihak, dan rumah adalah tangan tak terlihat yang paling kejam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TATAPAN KEBENCIAN RYKAR
HAPPY READING
Ayra terdiam dalam waktu yang cukup lama, pemandangan di depannya berhasil membuatnya tercengang. Mulutnya terbuka lebar dan pupil matanya juga ikut melebar melihat kamarnya yang telah kosong tanpa ada satu pun barangnya yang tersisa.
“K-kemana semua barang-barang aku?” Tanyanya pada angin lalu.
Tubuhnya bersandar pada dinding kamarnya dengan posisi masih berdiri, bahunya yang kemarin mendapat hantaman keras dari tongkat golf milik Syan rasa sakitnya kembali lagi. Apakah benar tulangnya ada yang retak? Tapi, itu tidak mungkin.
“Aawwsss,” rintihnya pelan.
“Ngapain kamu di situ?”
Ayra berhenti merintih kesakitan, pelahan mendekat kearah pintu dan menatap Agista. “O-ma.”
Agista berdecih, tatapannya selalu saja sinis kepada Ayra. “Saya tidak sudi kamu panggil oma, setelah apa yang kamu perbuat kepada cucu saya.”
Ayra menunduk lagi, menunduk dalam adalah kebiasaannya saat mendapat bentakan atau merasa takut pada lawan bicaranya. “M-maaf.”
“Cih, kamar kamu bukan lagi di sini. Kamar yang cocok untuk anak pembunuh seperti kamu itu cocoknya di gudang belang,” ujar Agista.
Ayra kembali menatap Agista. “A-pa? Gudang? Kenapa di pindahkan dan siapa yang memindahkan barang-barang aku?”
“Menantu saya, memangnya ada apa dengan raut wajah kamu seperti itu? Tidak terima, he? Ingin protes?”
Ayra tentu menggeleng kuat, mana berani dia protes kepada Syan, yang ada tubuhnya lagi yang akan menjadi samsak gratis tongkat golf mahal itu.
“Yaudah! Ngapain kamu masih di sini? Siapakan makan malam sekarang juga,” ucapnya lalu meninggalkan Ayra sendiri.
Ayra tahu mengapa Syan memindahkan barang-barangnya, jelas saja karena Syan tidak terima atas apa yang menimpa Kaliyah di sekolah kemarin. Rasanya Ayra ingin mengatakan jika ini tidak adil untuknya, tetapi dia adalah sosok yang tidak memiliki nyali.
“A-yah kok ngak bilang-bilang dulu kalau mau mindahin barang-barang aku?”
&&&
Helaan nafas berat sedari tadi terdengar dari kesunyian gudang yang penuh dengan barang-barang yang tidak di pakaian lagi, bahkan mungkin juga sadah banyak yang rapuh dan dimakan oleh rayap.
Barangnya hanya ditumpuk layaknya sampah, begitu juga dengan seragam sekolahnya yang kotor oleh debu karena diletakkan begitu saja ke lantai yang penuh dengan debu yang tebal. Tidak hanya itu, buku sekolahnya pun sama.
Ayra ingin menangis, karena lelah berdiri akhirnya Ayra menjatuhkan saja tubuhnya yang lemas itu kelantai yang penuh degan debu. Tidak peduli jika seragamnya yang masih dikenakan ini akan kotor, dia hanya ingin duduk.
“Allah,” lirihnya menatap dengan sayu keadaan gudang dan barang-barangnya. “Boleh aku menyerah Tuhan? Rasanya benar-benar menyakitkan,” lanjutnya.
“Tolong, beri aku waktu sehari saja untuk merasakan ketenangan di rumah ini. A-ku juga lelah, aku lelah hiks-hiks...,”
Tangan kanannya memijit kecil lengan kirinya, menahan rasa nyeri saat menyentuh lengannya itu karena memang sangat menyakitkan. Bahkan luka lebam pada punggungnya saja belum sama sekali dia obati.
“Sakit banget.”
&&&
Suasana meja makan beitu hening, hanya ada Rykar yang menyantap makanannya dengan keheningan tanpa ada seorang pun yang ikut makan. Syan dan Maverick baru saja berangkat menuju rumah sakit, lalu kedua orang tua itu entah kemana, dia tidak peduli.
Masakannya masih saja sama.
Rykar menyudahi acara makanya setelah mendengar deretan langkah menuju meja makan, dia tahu siapa itu. Untuk itu dia memilih untuk menyudahi makan malamnya, bahkan sisa makanannya pun masih banyak.
“Mau kemana kamu?” Tanya Agista melirik sinis pada Rykar.
Rykar diam dengan wajah datarnya dan ekspresi dingin, dia tetap melangkah meninggalkan meja makan dengan mood yang buruk.
“Ckkk, dasar anak tidak tahu sopan santun!” Agista menatap punggung itu dengan wajah kesalnya.
Kaisar hanya menggeleng dengan tingkah istrinya. “Ma, jangan pedulikan dia. Mari kita makan malam,” sahutnya dengan pelan.
Kamar milik Rykar.
Kamar luas dengan cat abu-abu tua menciptakan suasana tenang dan nyaman, furnitur kamarnya memiliki desain yang mimalis, dan dekorasi kamar ini pun memiliki makna yang mendalam bagi si pemilik kamar.
Rykar mengisap nikotin itu sekali lagi dan menyimpannya pada asbak kaca di mejanya, wajahnya kian tidak bersahabat dengan tiba-tiba dia melangkah kelaur dari kamarnya menuju lantai satu dan berbelok menuju halaman belakang rumahnya.
Denga pakaian santai, laki-laki tampa itu menuju salah satu bangunan yang jika di lihat pintunya terbuka dan terlihat juga seorang gadis sepertinya begitu sibuk dengan pekerjaannya tanpa menyadar kehadiran Rykar.
Rykar memainkan lidahnya di dalam sana, saat ini sesuatu yang bergejolak sedari tadi memaksa untuk segera dituntaskan. Tanpa membuang waktu lama, dia berjalan cepat, hingga...,
“Sini kamu,” tekannya menyeret lengan kiri Ayra hingga membuat anak itu merintih dan juga kaget dengan kehadiran Rykar yang tiba-tiba saja muncul.
“A-bang, tolong lepaskan. Tan-gan aku sakit a-akkkhhh.”
“Akkkhhhh, a-bang tangan aku sakit.”
Rykar membawa tubuh Ayra masuk ke dalam gudang itu, melemparkan begitu saja tubuh adiknya tanpa rasa balas kasihan sedikit pun. Rykar melepaskan tali pinggangnya yang terbuat dari kulit itu, melilitkan ujungnya pada telapak tangannya hanya menyisahkan sedikit.
“Ku dengar kamu sering membuat adik saya menangis, apa itu benar?” Tanya Rykar dengan wajah dingin.
Ayra berusaha mengubah posisinya, duduk dengan kedua kaki di lipat ke dalam. Berlutut menatap Rykar dengan wajah merah akibat menahan rasa sakit pada lengannya yang di seret tadi.
“T-idak abang, a-ku tidak-,”
“Kamu yakin?” Rykar mengangkat kedua alisnya dengan tatapan yang terus menajam.
Ayra kembali mengangguk, membuat Rykar merenggangkan otot lehernya lalu pada detik berikutnya Ayra menelan selivanya dengan susah paya saat almosfer di ruangan ini mulai berubah mencekam.
“A-ampun abang, a-ku mohon ja-ngan pukul aku hiks-hiks.”
“Kamu ingin balas dendam kepada kami dengan cara melukai adikku?” Rykar perlahan berjalan ke sisi belakang tubuh Ayra.
Ayra tahu ini akan terjadi, bagaimana nasib tubuhnya setelah ini?
“Jangan keluarkan ringisanmu yang menjijikkan itu,” tekan Rykar lalu memulai aksinya.
TAKS!
“Akkk,” lirihnya saat pukulan itu kembali mendarat di balik tubuhnya yang sudah terdapat luka lebam.
“JANGAN KELUARKAN RINGISAN MU ANAK SIAL!”
TAKS!
“TERIMA SAJA HUKUMAN MU.”
TAKS!
“DASAR SIALAN!”
TAKS!
“MATI SAJA KAMU ANAK SIAL!”
TAKS
“PEMBUNUH!”
Jangan tanyakan bagaimana kondisi Ayra, tubuhnya yang memang telah lebam hasil karya ayahnya, kembali harus mendapatkan luka yang lebih dari sang abang.
Bibirnya bergetar sebelum akhirnya mengatup rapat, meringkuk dan melindungi kepalanya dari hantaman tali pinggang tersebut dan suara rintihan terdengar parau bahkan hampir tak terdengar.
Mengapa mereka senang menjadikan tubuhnya sebagai pelampiasan amarah mereka? Apa memang benar dirinya sudah tidak memiliki kesempatan untuk diterima dalam keluarga ini?
Rykar menyudahi aksinya, napasnya berat dan keringat membanjiri wajah yang tanpan namun kejam itu. Dengan kasar kembali menendang tubuh Ayra hingga akhirnya dia memilih meninggalkan tempat itu.
“A-bang,” lirihnya. Tubuhnya benar-benar remuk, bercak darah terlihat jelas dan kesadaran gadis itu pun perlahan hilang.
Langit malam yang mendung pun seolah ikut bersedih melihat gadis malang itu.
JANGAN BOSAN-BOSAN NGIKUTIN CERITA AYRA DKK YA, SOALNYA BAKAL MAKIN SERU DI PART-PART SELANJUTNYA 😌😉
AKAN ADA BANYAK KEJUTAN DI PART-PART SELANJUTNYA 😁
IKUTI TERUS YA😗
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK 👣 KALIAN DAN TERIMAKASIH BANYAK🤗😊
SEE YOU DI PART SELANJUTNYA 👋👋
PAPPAYYY🫂👋
thor . . bantu dukung karya chat story ku ya " PUTRI KESAYANGAN RAJA MAFIA "