NovelToon NovelToon
Bukan Sekedar Teman Ranjang

Bukan Sekedar Teman Ranjang

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Dokter / Pernikahan rahasia
Popularitas:34.2k
Nilai: 5
Nama Author: Ayu Lestary

Xavier, dokter obgyn yang dingin, dan Luna, pelukis dengan sifat cerianya. Terjebak dalam hubungan sahabat dengan kesepakatan tanpa ikatan. Namun, ketika batas-batas itu mulai memudar, keduanya harus menghadapi pertanyaan besar: apakah mereka akan tetap nyaman dalam zona abu-abu atau berani melangkah ke arah yang penuh risiko?

Tinggal dibawah atap yang sama, keduanya tak punya batasan dalam segala hal. Bagi Xavier, Luna adalah tempat untuk dia pulang. Lalu, sampai kapan Xavier bisa menyembunyikan hubungan persahabatannya yang tak wajar dari kekasihnya, Zora!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Lestary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26 : Between Us

Luna bangkit dari duduknya, berniat membawa piring kotor ke wastafel. Namun baru beberapa langkah, tubuhnya tiba-tiba terhuyung.

“Astaga…” gumamnya pelan, tangannya mencari sandaran.

Xavier, yang sejak tadi mengawasinya diam-diam, langsung bangkit dari kursi dan menahan tubuhnya sebelum sempat jatuh.

“Kau baik-baik saja?” tanyanya cepat, nada suaranya penuh kekhawatiran. Tatapan matanya menyisir wajah Luna yang tampak sedikit pucat.

Luna memijat pelipisnya pelan, menahan rasa berputar di kepalanya. “Ya… cuma sedikit pusing. Mungkin karena bangun terlalu pagi.”

Xavier masih memegang lengan Luna, memastikan tubuh wanita itu stabil di bawah sentuhannya. Kedua alisnya bertaut, dan kali ini ekspresi dingin yang biasanya ia tunjukkan tergeser oleh kekhawatiran yang nyata.

"Kau yakin?" tanyanya lagi, suaranya lebih lembut dari biasanya.

Luna tersenyum kecil, berusaha menepis kekhawatiran itu. “Tenang saja, Dokter Xavier. Aku belum akan pingsan dramatis seperti di sinetron. Lagian, kalau aku pingsan, kau pasti bisa tangkap aku dengan pose pahlawan, kan?”

Xavier tidak tertawa. Tatapannya tetap fokus, tangannya masih menahan lengan Luna seolah wanita itu bisa ambruk kapan saja.

“Duduk dulu,” perintahnya pendek. Tak memberi kesempatan Luna membantah, ia menuntunnya kembali ke kursi.

Luna mendengus pelan. “Jangan-jangan, kamu cuma mau aku duduk biar bisa habiskan roti panggangku, ya?”

“Luna,” suara Xavier terdengar serius, sedikit tajam, “ini bukan waktunya bercanda.”

Suasana seketika menjadi sunyi. Luna menunduk, menyadari kekhawatirannya lebih besar dari yang terlihat.

“Aku sungguh baik-baik saja, Xav. Hanya kecapekan,” ucapnya pelan.

Xavier menatapnya lama, seolah berusaha membaca lebih dalam dari sekadar jawaban itu. Akhirnya ia menghela napas.

“Aku akan ambilkan air putih dan obat pereda pusing. Setelah itu, kau istirahat.”

“Dokter galak kembali muncul, ya,” gumam Luna, namun kali ini ia tidak melawan. Ia bersandar di kursi, membiarkan pria itu mondar-mandir kecil di dapur.

Saat Xavier menyerahkan segelas air dan dua butir tablet putih, Luna menerimanya dengan satu senyum tulus.

“Terima kasih,” ujarnya lembut.

Xavier hanya mengangguk. Tapi sebelum ia menjauh, Luna berkata dengan suara pelan, “Kau masih peduli.”

Pria itu menoleh, sejenak terlihat seperti ingin menyangkal. Tapi akhirnya ia hanya berkata pelan, “Aku tidak pernah berhenti.”

"Hemm, syukurlah," gumam Luna, "aku sempat khawatir... kupikir aku akan kehilangan sahabatku setelah dia punya pacar. Aku bahkan sudah siap cari apartemen baru kalau perlu."

Luna tertawa kecil, ringan, tapi tetap ada nada tulus di baliknya. Suaranya menggema pelan di dapur yang sunyi itu.

Itu berhasil mengundang tatapannya tajam dan serius dari Xavier. "Apa kau pikir aku akan membiarkan itu terjadi?"

Luna mengedikkan bahu, dengan sikap santainya. "Entahlah. Aku pikir, kau mungkin butuh ruang. Ruang untuk kau habiskan bersama kekasihmu. Aku tidak ingin jadi pengganggu, apalagi penghalang."

Xavier mengatupkan rahangnya. Sorot matanya tetap menusuk, seperti ingin berkata lebih banyak tapi memilih menahan.

"Luna, kau bukan pengganggu. Dan jangan pernah bilang seperti itu lagi."

"Kenapa? Aku cuma realistis," jawab Luna, tegas. "Kalau kamu serius dengan Zora, aku tahu porsiku. Aku sahabat, bukan prioritas."

"Aku harus pergi sekarang. Kau beristirahatlah."

Nada Xavier terdengar tegas namun dingin. Ia sengaja mengalihkan pembicaraan. Tidak ingin apa yang barusan mereka bicarakan melebar ke arah yang belum siap ia hadapi.

Luna hanya mengangguk kecil, tersenyum tipis seraya melihat Xavier berlalu pergi.

Namun, bukannya menuruti saran Xavier untuk beristirahat, satu jam kemudian Luna sudah berdiri di depan lobi rumah sakit dengan kanvas besar yang ditenteng di tangan kanannya dan tas peralatan melukis di tangan kiri. Ia tahu tubuhnya tidak dalam kondisi terbaik, tapi waktu bukanlah sesuatu yang bisa ia buang.

Begitu memasuki rumah sakit, aroma disinfektan dan antiseptik yang tajam langsung menyergap indera penciumannya. Aroma itu sudah biasa ia temui setiap kali datang kerumah sakit. Tapi hari itu, entah mengapa, perutnya langsung melilit.

Rasa mual datang tiba-tiba. Gelombang hangat naik ke tenggorokan, membuatnya nyaris tersedak oleh udara.

Luna buru-buru meletakkan kanvas di dekat meja resepsionis dan berlari menuju toilet. Ia nyaris tidak sempat menutup pintu bilik ketika tubuhnya menunduk di atas wastafel, memuntahkan hampir setengah isi perutnya—sarapan pagi yang tadi ia siapkan dengan begitu semangat.

Napasnya terengah. Keringat dingin membasahi pelipis dan tengkuknya.

"Apa-apaan ini..." gumamnya pelan, menatap bayangan pucat dirinya di cermin toilet.

Ia mengguyur wajah dengan air dingin, lalu mengeringkannya dengan tisu. Ia mencoba menenangkan diri, menstabilkan napas, tapi rasa tidak nyaman itu belum sepenuhnya hilang.

Pintu toilet terbuka dan seorang perawat yang mengenalnya masuk, tampak terkejut melihat kondisi Luna.

“Luna? Kamu baik-baik saja? Wajahmu pucat sekali,” ucap perawat itu cemas.

Luna buru-buru tersenyum, berusaha menyembunyikan kekacauan yang ia rasakan. “Aku baik. Mungkin cuma karena belum sarapan cukup.”

“Kalau begitu istirahat sebentar ya, jangan langsung kerja. Kamu butuh duduk dulu. Atau... kamu mau aku panggilkan dokter?”

Luna menggeleng cepat. “Tidak perlu. Aku cuma butuh air putih dan udara segar.”

Perawat itu tampak ragu, tapi akhirnya mengangguk. Luna keluar dari toilet, mengambil botol minum dari tasnya, lalu duduk di bangku tunggu dekat jendela besar rumah sakit. Pandangannya kosong, menatap lalu-lalang petugas medis dan pasien.

*

Luna baru saja menyelesaikan detail terakhir lukisan di salah satu sudut ruang terapi ketika pintu diketuk dan Aaron muncul dengan senyum lebarnya.

“Halo, seniman favoritku!” sapa Aaron riang. Ia menurunkan maskernya sebatas dagu. “Sedang sibuk menyelamatkan dunia dengan warna?”

Luna terkekeh pelan. “Lebih tepatnya menyelamatkan diriku dari overthinking.”

Aaron mendekat, tangannya menyelipkan sesuatu ke belakang punggung. “Tebak, aku datang bawa apa?”

Luna mengangkat alis. “Kopi?”

“Sayangnya bukan,” Aaron mengangkat tangan—menyerahkan kotak kecil berisi permen mint. “Tapi ini hadiah kecil sebagai imbalan karena mau menemaniku makan siang.”

Luna memiringkan kepala. “Makan siang?”

Aaron memasang wajah merajuk.

“Xavier mencampakkanku demi makan berdua dengan si ratu drama... Kau tahu, Zora.”

Luna terkekeh.

“Kau seharusnya senang, artinya kau bebas dari ocehan kerjaan selama satu jam.”

“Tetap saja. Makan siang tanpa partner setiaku itu... menyedihkan.” Aaron menatapnya dramatis. “Jadi, ayo. Menemani pria patah hati ini. Kau nggak tega kan, menolak?”

Luna mendesah pasrah. “Baiklah. Tapi kau yang traktir.”

“Dengan senang hati!” Aaron menjentikkan jari, lalu meraih jaket Luna. “Ayo, nona seniman!”

Suasana kantin rumah sakit sedikit lebih ramai dari biasanya. Aroma makanan hangat bercampur suara klakson alat makanan otomatis dan tawa samar para tenaga medis yang mencuri waktu istirahat.

Begitu memasuki ruangan, tatapan Xavier secara refleks langsung tertuju ke arah pintu. Pandangannya menajam saat melihat Luna berjalan masuk... bersama Aaron.

Mereka tertawa ringan, Aaron dengan ekspresi bangga, sementara Luna tampak ceria seperti biasanya. Sesuatu dalam dada Xavier tiba-tiba terasa tidak nyaman.

Zora, yang duduk di depannya, sedang sibuk memainkan ponsel dan tidak menyadari perubahan ekspresi pria itu.

Aaron melirik sekeliling dan, dengan sengaja, memilih meja yang tak jauh dari meja Xavier. Ia bahkan sempat melambaikan tangan singkat ke arah temannya, membuat Xavier mendengus pelan.

"Kenapa duduk di sini?" bisik Luna, setengah ragu. “Bukankah itu... agak terlalu dekat?”

Aaron menaruh nampan makan mereka di atas meja. “Justru itu tujuannya.” Ia menyeringai. “Aku ingin sahabat lamaku tahu kalau aku sedang dilupakan.”

Luna mencubit lengannya pelan. “Kau ini...”

Namun, ia tak bisa menahan tawa ketika Aaron mulai beraksi. Ia dengan sengaja membuat candaan-candaan konyol, memasukkan nasi ke mulut dengan ekspresi berlebihan, dan sesekali menyenggol bahu Luna, seolah mereka pasangan dekat yang sedang bersenang-senang.

Suara mereka memang tidak keras, tapi cukup untuk terdengar samar oleh meja di dekatnya. Sesekali Luna melirik ke arah Xavier, yang pura-pura menunduk memotong makanannya tapi rahangnya terlihat menegang.

Zora tampaknya mulai sadar. “Itu Luna dan Aaron kan?”

Xavier hanya mengangguk singkat. “Iya.”

“Mereka dekat?” tanya Zora lagi, menatap ke arah Luna dan Aaron.

“Entahlah,” jawab Xavier datar. Tapi tangannya menggenggam garpu lebih erat dari seharusnya.

To Be Continued >>>

1
Lin Frie
up lg
Ni made Wartini
lanjut, update nya jgn sedikit ya🙏
Rahmawati
hmm penasaran sm masa lalu zora
Rahmawati
skrg main teror ya zora
Nengsih Irawati
Masa lalu Zora ternyata tidak terduga,,,ayolah ceritakan luna
Nengsih Irawati
Semakin berani meneror
Moh Zaini Arief
semoga kalian ber dua baik2 saja cukup dengarkan xavier luna dan percayalah
Ni made Wartini
lanjut, makin seru nih
Nengsih Irawati
Keren km Xavier,,, selalu Gercep kalo itu menyangkut Luna🥰
Nengsih Irawati
Dasar kompor,,, berbagai cara pasti dilakukan Zora,moga aja Luna g terpengaruh
Nengsih Irawati
Zora emang keterlaluan,,, wanita paling egois
Moh Zaini Arief
bagus xavier.... jangan biarkan prasangka dan praduga
Syah Rara
superrrrrrrr /Drool//Drool//Drool//Drool//Drool//Drool//Drool//Drool/
Ayu_Lestary: Terima kasih 💐
total 1 replies
Syah Rara
bagussss
Syah Rara
Sepertinya seru..
Rahmawati
zavier km luar biasa, rela menempub perjalan jauh utk menemui lun
Rahmawati
Luna jgn terpengaruh sm bualan zora
Rahmawati
makin muak sm zora😡
Rahmawati
hahahah, udah tau gk di inginkan masih aja maksa
Rahmawati
kek gini aja terus, jgn hiraukan zora itu, Xavier kl bisa tunda dulu pernikahan sm zora
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!