NovelToon NovelToon
Dari Benci Jadi Suami

Dari Benci Jadi Suami

Status: tamat
Genre:Tamat / Berbaikan / Ibu Pengganti / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Diam-Diam Cinta / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:11.9k
Nilai: 5
Nama Author: nichi.raitaa

Tolong bantu support dan jangan lompat bab saat membaca ya, terima kasih 💗

Delilah Atmaja—seorang perempuan—yang sama sekali tak berkeinginan menikah, terpaksa menuruti kemauan sang ayah. Justru bertemu kembali dengan Ananda Dirgantara—musuh semasa SMA—dan justru berakhir di pelaminan. Tak berhenti sampai di sana, Rakanda Dirgantara—mantan cinta pertama Delilah—menjadi sang kakak ipar. Hadir juga hari dimana Raka menerima bantuan dari si jelita, Delilah. Membuat keruh hubungan rumah tangga Nanda dan Delilah yang telah menjadi seorang istri.

Dapatkah mereka akan melewati drama pernikahan dan pergulatan hati masing-masing? Akankah mereka berdamai dengan keadaan dan menemukan akhir yang bahagia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nichi.raitaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 26

Melinda tak sengaja menabrak lagi tubuh Nanda yang berjalan limbung di lorong. Dia tak sengaja karena tergesa kembali ke ruang IGD. Kertas yang dibawa oleh Melinda berhamburan kembali. Nanda ikut memunguti di lantai tanpa protes.

“Maaf, Dok. Maaf, saya—” Melinda sibuk membungkuk sambil menerima uluran tangan Nanda yang menyerahkan kertas.

Kalimat si koas tak selesai. Nanda melanjutkan langkah meninggalkan Melinda yang terheran. Si dokter muda sampai tak bisa mengatupkan rahang.

“D-dokter Nanda, nggak ngamuk? Sejarah, perlu dicatat!” Melinda berbisik sendirian.

“Apa yang perlu dicatat?” Suara tepat di sebelah telinga membuat jantung Melinda melonjak dan spontan tangan menampar tepat di pipi si pemilik suara. “Akh!” Kini pipi si dokter bermanik biru terlihat kemerahan.

“Dokter Matthew, aduh. Maaf!” Melinda buru-buru membungkukkan badan berulang kali.

Tiada hari tanpa kasus baru bersama si dokter muda. Matthew menatap pedas perempuan berjas putih dengan panjang selutut di depan. Dia kemudian menggelengkan kepala lalu bertepuk tangan.

“Refleks-nya bagus sekali, lain kali harus adu skill sama maling. Biar si maling kapok, Oke?” Matthew masih membelai lembut pipi sendiri, lalu menyusul langkah Nanda yang kian menjauh.

Melinda yang ditinggal sendirian, tersenyum kecut. Entah bagaimana dia terus terjebak hal-hal diluar kendali dan cenderung memalukan bersama sahabat dokter Nanda satu itu. Si dokter muda menepuk kening sendiri lalu mengaduh dan meneruskan aktivitas.

Kenapa banget selalu ke gap ama dokter Matthew, ampun deh gue, batin Melinda sambil terus melangkah dan menggelengkan kepala.

***

“Hei, yang benar saja? Kau akan memulai sesi dengan kondisi berantakan begini?” Matthew menelisik kondisi sang sahabat.

Tak ada jawaban, Nanda tak bersuara. Dia sendiri sedang dilanda kekalutan. Di satu sisi tak mau membiarkan para pasien menunggu, tetapi disisi lain dia juga tak ingin memberi arahan dengan kondisi fokus yang terpecah seperti sekarang.

“Hhhh … entahlah.” Nanda memijat pelipis yang berdenyut kuat.

“Kau memiliki masalah dengan Delilah, apa aku benar?” Matthew kini duduk di sofa ruangan praktek Nanda.

“Menurutmu … apa aku akan terus baik-baik saja saat mendengar kesalahpahaman yang terus beredar di rumah sakit?” Nanda masih memejamkan mata sambil memijat ujung dalam matanya.

“Ayolah, kenapa itu mengganggumu? Padahal sudah jelas, Delilah tentu saja masih istrimu. Ini hanya sementara, mereka akan mengetahui kebenaran perlahan. Lagi pula, Delilah terlihat sangat perhatian pada si bayi, bukan ayahnya.” Matthew menahan suara, menunggu Nanda menatap, “kenapa tidak fokus mencetak satu milik kalian saja, hm?”

“Bedebah, Sialan! Kau pikir bayi itu jeli?” Nanda melempar pulpen kesal ke arah Matthew yang sekarang terkekeh.

“Nanda, kenapa kau menikahi Delilah jika ternyata tidak mempercayainya?” Matthew berjalan mendekat dan berdiri di sisi meja, “jangan sampai rasa cemburu membakar habis hubungan kalian, paham?” Matthew melangkah ke arah pintu sambil melambaikan tangan.

Matthew belum memiliki pasangan tetap, alias masih membujang di umur sekarang. Bukan karena dia tak laku. Justru dia sedang kesulitan menentukan, wanita mana yang harus dijadikan pasangan seumur hidup. Terlalu banyak antrian, terlalu banyak tekanan. Sedangkan dia masih sibuk terfokus pada tujuan sejak awal. Namun, diam-diam si dokter usil memperhatikan dokter muda yang kerap menyita perhatian. Iya, Melinda.

Hhhh, sial! Nanda bergumam dalam hati.

***

Hari terlihat cerah, mentari bersinar terang dan tak ada awan yang berkumpul. Langit terlihat biru dan sepoi angin menggoyang dedaunan. Seorang wanita jelita mengenakan dress berpotongan selutut dengan warna peach dan alas kaki senada sedang menyusuri trotoar. Dia melewati beberapa toko sambil bersenandung lirih, menelisik kafe tempat dia hendak menepati janji temu dengan sang kawan lama.

“Delilah, disini!” Suara ceria Jenie terdengar saat sang wanita jelita baru memasuki kafe, seperti biasa.

“Apa kau tidak sibuk hari ini, Jenie?” Delilah mengecup pipi bergantian lalu duduk di sebelah si manis.

Jenie menggeleng pelan, “aku mengambil cuti. Bagaimana kau bisa tidak pernah mengambil hari liburmu dulu?” Dia sedang berusaha menjadi pengganti yang baik untuk kursi yang Delilah tinggalkan.

“Kau tau, aku begitu mencintai pekerjaanku.” Delilah menyelipkan rambut Jenie yang menjuntai bebas ke wajah.

Benar, Delilah tak pernah sekalipun mengambil bagian cuti. Kecuali dalam keadaan saat terdesak ataupun sakit hingga tak bisa bangkit dari kasur. Begitu pun dia sayang, tetapi dia tinggalkan juga saat menikah dengan sang suami—Nanda—yang hanya mengajukan satu syarat. Namun, sekarang hati Delilah diselubungi kabut keraguan. Dia begitu bimbang, tentang pernikahan mereka. Entah apakah masih dapat dilanjutkan sedikit lebih lama, atau harus diakhiri secepat ini saja? Meski dia telah mendengar banyak penuturan dari simbok. Tak kunjung membuat dia mengerti mengapa Nanda tak kunjung berada di sisinya. Pria itu masih menutup diri dan tak mempercayai Delilah. Mereka berdua, sama saja.

“Hei, kenapa kau membuang napas begitu berat. Adakah yang perlu kau ceritakan padaku, Nyonya Dirgantara?” Jenie menyenggol lengan sang sahabat.

“Ck, apa aku memang harus berhenti saja? Aku jelas sudah gagal sejak awal.” Kalimat Delilah tak jelas, wajah si jelita menunduk dalam.

Kening Jenie berkerut, “hei, apa maksudmu? Pernikahan kalian bahkan belum genap lima bulan.” Jenie mengambil dagu Delilah dan memaksa netra mereka bersitatap.

Si manis justru melihat mata si jelita berkaca-kaca dengan bibir mencebik. “Aw, bilang padaku. Siapa yang menyakitimu, Delilah!” Jenie mengambil tisu dan menghapus satu tetes air mata yang lolos.

Delilah sudah tak bisa lagi menyembunyikan apapun dari Jenie. Dia menceritakan bagaimana dia akhirnya memutuskan menikah dengan banyak syarat. Dia memang sudah berencana untuk berpisah bahkan, sebelum drama dimulai. Akan tetapi, dia tak menyangka jika ledakan demi ledakan akan terjadi secepat ini. Dia tak tega meninggalkan bayi Fera tanpa satupun yang mengurus, tetapi Nanda terus mencecar hubungan gelap yang sama sekali tidak dia jalani bersama siapapun. Termasuk Raka, dia sudah sangat muak.

“Padahal, aku sedang berusaha. Kenapa dia tidak bisa melihatnya, aku sedang memainkan peran dengan hatiku. Karena dia memperhatikan ayah, tapi menurutnya aku selalu saja keliru. Bedebah, bodoh!” Delilah mengelap lagi dan lagi cairan bening yang turun dari hidung sambil terus mengomel kesal.

“T-tunggu dulu, kau bilang apa tadi? Kau sedang mengasuh bayi kakak iparmu yang baru saja kehilangan istri?” Jenie mengkonfirmasi ulang, Delilah terlihat menganggukkan kepala.

“Aku mengasuh Fera, bayi perempuan Feli dan Raka. Si ayah bayi masih berusaha menemukan pengasuh yang sesuai, tetapi belum juga dapat. Jadi, aku masih terus kesana untuk membantu. Aku bahkan, mencoba memasak dan Nanda tidak mau mencicipinya.” Delilah kembali terisak, teringat betapa dia merasa sangat berjuang sendirian.

Kalimat yang diberikan oleh Delilah hampir tak terdengar oleh telinga Jenie. Dia sibuk berteriak sendirian dalam hati. Manik si manis kini bergetar dan keringat mulai membasahi telapak tangan. Tak sengaja dia menatap manik si gadis jelita yang tengah menelisik perubahan wajah sang sahabat.

Ah, sial! batin Jenie mencelos.

***

Fyuh, akhirnya update lagi ... Jangan lupa support terus author dengan like dan komentar kalian ya, terima kasih 💗 sampai jumpa~

1
Ripah Ajha
sungguh keren kata2mu Thor, aku jadi terhura eh terharu maksutnya🥰
nichi.raitaa: aw, terima kasih ya kakak juga sudah baca sampai akhir ... aku meleyot nihh 🫣🫠😘
total 1 replies
Krismargianti Andrean
lanjut thor nunggu nih ampe tambah es teh jumbo 5kali
nichi.raitaa: waduh kak ... apa nggak kembung 🤧 btw timamaciw sdh mampir, nih aku kasih 2 hati akuh 💗💗🫦
total 1 replies
Zee✨
hay kak nicki, aku mampir hehe semangattttt💪💪
nichi.raitaa: nyehehhee okidoki kak 💗 aku telhalu loh😵‍💫🫠
Zee✨: sama², nanti ye mau ngepel dulu😂😂
total 3 replies
Zee✨
dih kepedean amat bang😏
Zee✨: pantesan aku cari² nggak kelihatan, taunya di sana toh🤭
nichi.raitaa: 🤧😶‍🌫️ aku ampe ngumpet dibalik awan kakk
total 2 replies
Ripah Ajha
like Thor, tetep semangat update ya🥰
nichi.raitaa: terima kasih supportnya kak, wait ya 💗😘
total 1 replies
Ripah Ajha
gitu tu, kalok oasangan suami istri blom prnah mp, bawaannya emosi teros🤣
nichi.raitaa: aw ... si kk tau ajah 🤧🫣
total 1 replies
Ripah Ajha
keren karyamu thor
nichi.raitaa: terima kasih sdh membaca kak, semoga betah ya 💗
total 1 replies
·Laius Wytte🔮·
Kisahnya bikin baper, jadi terlarut sama ceritanya.
nichi.raitaa: terima kasih sudah membaca, Kak 💗 teruskan lagi yuk kakk 🥰
total 1 replies
Sandy
Seru banget, gak bisa berhenti baca😍
nichi.raitaa: terima kasih, sudah membaca kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!