Setelah dikhianati sang kekasih, Embun pergi ke kota untuk membalas dendam. Dia berusaha merusak pernikahan mantan kekasihnya, dengan menjadi orang ketiga. Tapi rencanya gagal total saat Nathan, sang bos ditempatnya kerja tiba tiba menikahinya.
"Kenapa anda tiba-tiba memaksa menikahi saya?" Embun masih bingung saat dirinya dipaksa masuk ke dalam KUA.
"Agar kau tak lagi menjadi duri dalam pernikahan adikku," jawab Nathan datar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BERTEMU MERTUA
Embun mengobrak abrik almari untuk mencari pakaian terbaiknya. Dia mencoba beberapa baju. Tapi meskipun itu baju terbagus dan termahal miliknya, tapi tetap saja dia merasa belum puas, rasanya masih ada yang kurang. Mungkin penyebabnya bukan dari bajunya yang kurang bagus, melainkan dia yang terlalu tegang karena mau bertemu mertua.
Dia sudah membayangkan seperti apa mertuanya. Melihat Nathan yang arogan dan Navia yang ketus, kemungkinan mertuanya adalah gabungan dari dua sifat tersebut. Nanti, hal pertama yang akan diperhatikan, pasti penampilannya.
"Sudah belum, lama banget." Teriak Nathan yang daritadi menunggunya.
"Bentar," sahut Embun.
Diluar, Nathan geram sekali. Dia memang paling benci yang namanya menunggu. Tak mau hanya duduk diam, dia beranjak dari sofa lalu berjalan menuju kamar Embun. Saat tangannya hendak mengetuk, tiba-tiba pintu dibuka dari dalam.
Nathan menelisik penampilan Embun dari atas kebawah. "Kau mau kerja?" cibirnya. Pasalnya, Embun memakai celana bahan dan atasan blouse. Dan rambutnya, dia sanggul modern ala ala pramugari agar terlihat rapi. Penampilannya saat ini, tak jauh beda dengan saat dia bekerja. Terlihat kuno dan membosankan, setidaknya itu menurut Nathan.
"Kenapa, gak bagus ya?" Padahal Embun memilih baju miliknya yang paling mahal. Dan keputusannya untuk memakai celana, agar terlihat sopan. Kalau pakai rok span, takut dinyinyirin mertua.
Nathan menghela nafas berat. "Apa kau tak punya baju lain?"
"Ada sih, apa aku harus ganti?"
Nathan menimbang-nimbang sebentar. Kalau gantipun, dia tak yakin Embun punya baju yang lebih bagus. Selama dia memperhatikan Embun, penampilannya memang seperti ini. Dia selalu memakai pakaian sopan saat bekerja, beda dengan teman temannya yang lain yang sering pakai pakaian sedikit seksi. Wajah dan penampilannya, sangat tak cocok menjadi seorang pelakor, itu yang ada dipikiran Nathan.
"Gak usah, ayo berangkat." Nathan berjalan lebih dulu, sementara Embun mengekor dibelakangnya.
Mobil yang dikendarai Nathan keluar menuju jalan raya. Seperti kemarin, tak ada obrolan diantara mereka. Bahkan tadi pagi saja, mereka berangkat kerja dan pulang sendiri-sendiri. Di kantor, keduanya bersikap seolah bukan suami istri.
Tiba-tiba, Nathan membelokkan mobilnya kesebuah butik.
"Cepat turun, aku akan membelikan baju untukmu. Baju itu sangat tidak cocok," gerutu Nathan.
Embun mengela nafas lalu mengikuti Nathan masuk kedalam butik. Disana, seorang karyawati langsung menyambut mereka dengan ramah. "Ada yang bisa saya bantu?"
"Carikan gaun yang cocok untuknya. Kalau bisa, jangan yang terlalu terbuka." Nathan tahu seperti apa mamanya, beliau tidak suka dengan wanita yang berpakaian seksi.
Setelah beberapa saat, karyawati tersebut kembali dengan membawa 3 buah gaun. Dan diantara ketiga yang ditunjukkan, Nathan langsung memilih gaun berwarna putih.
Embun diantar ke fitting room oleh karyawati tersebut. Gaun putih pilihan Nathan sangat pas dibadan Embun yang memang tinggi semampai. Panjang gaun selutut dan berlengan panjang, menunjukkan sedikit leluk tubuh tapi masih terlihat sopan.
Tatanan rambut Embun sedikit berantakan akibat ganti baju, karenanya, dia pinjam sisir karyawati lalu menggerai rambutnya.
"Disini juga jual jepitan rambut. Tunggu sebentar, saya ambilkan yang sesuai." Karyawati tersebut pergi beberapa saat lalu kembali lagi dengan sebuah jepitan kecil berhiasakan mutiara. "Biar saya bantu merapikan."
Embun mengangguk, membiarkan karyawati tersebut merapikan rambutnya. Setengah rambut bagian atas diditarik kebelakang lalu dijepit, dan bagian bawah dibiarkan tergerai.
"Cantik sekali," puji karyawati tersebut.
"Biar dibelikan, makanya muji," canda Embun sambil tertawa ringan.
"Astaga, enggak. Mbaknya emang cantik pakai banget."
Embun tersipu malu. Saat melihat penampilannya dicermin, dia memang terlihat sangat cantik. Tak mau membuat Nathan terlalu lama menunggu, dia segera keluar dan menghampiri Nathan yang menunggunya disebuah sofa.
"Pak, saya sudah selesai."
Nathan yang sedang menunduk dan sibuk dengan ponselnya, mendongakkan wajah. Untuk beberapa detik, matanya tak berkedip. "Cantik," gumamnya pelan.
"Apa Pak?"
"Ti-tidak. A-yo." Nathan mendadak salah tingkah. Dia segera membayar baju sekaligus jepitan rambut lalu melanjutkan perjalanan menuju rumah mamanya.
Dalam perjalanan, beberapa kali Nathan melirik Embun.
Pantas saja si Rama ngebet mau jadiin dia istri kedua.
Ada rasa sesal dihati Nathan kenapa dia membelikan Embun baju baru. Dirumahnya nanti, akan ada Rama. Bisa bisa pria itu makin tak bisa move on dari Embun.
Sesampainya dihalaman rumah orang tua Nathan, jantung Embun berdetak kencang. Sumpah, dia gugup sekali. Ketakutan terbesarnya adalah tak diterima oleh mamanya Nathan.
"Didalam nanti, jangan panggil aku pak," ujar Nathan sambil melepas seatbeltnya.
"Lalu, aku harus panggil apa?"
"Terserah, asal jangan pak."
"Iya, tapi apa?"
Nathan berdecak sebal sambil melotot. "Aku bilang terserah, asal bukan pak," geramnya.
Embun manggut-manggut, tak lagi bertanya karena Nathan sudah terlihat kesal.
"Dan ingat satu hal, jaga sikap. Jangan sampai kamu bikin ulah, apalagi sampai macam-macam dengan Rama," tekan Nathan.
Keduanya lalu turun dari mobil dan berjalan menuju pintu rumah Nathan. Rumah itu sangat megah, lebih megah dari rumah yang ditempati Nathan dan Embun.
Embun terkesiap saat Nathan tiba-tiba menggenggam tangannya. Darahnya berdesir. Sekarang, kegugupannya jadi naik dua kali lipat.
"Gak usah cemas, mamaku gak makan orang." Nathan merasakan jika tangan Embun sangat dingin, dia yakin wanita itu sedang gugup. "Merebut suami orang saja berani, masa ketemu mertua tak berani," sindir Nathan sambil menyeringai tipis.
Embun hanya bisa menghela nafas, tak bisa marah, karena yang dikatakan Nathan seratus persen benar. Meski dia tak benar benar ingin merebut Rama.
Karena pintu terbuka, Nathan langsung membawa Embun masuk. Mereka berdua mengucap salam dan langsung disahuti dari dalam.
"Masyaallah, jadi ini mantu mama." Bu Salma terlihat sangat senang pertama kali melihat Embun. Dia meminta suster Ida mendorongnya menyambut Embun dan Nathan.
Sedangkan Rama, pria itu tak berkedip menatap Embun, sampai Navia memergokinya dan langsung menyenggol lengannya. "Biasa aja ngeliatnya," bisik Navia sambil mencubit lengan Rama sekuat mungkin. Rama hanya pasrah sambil mendesis menahan sakit.
Embun sedikit terkejut melihat mama Nathan. Ternyata wanita tersebut sangat jauh dari perkiraannya. Dia pikir mertuanya berpenampilan glamor dan berwajah sinis, tapi nyatanya, mama Nathan berwajah teduh dan nada bicaranya sangat lembut.
Embun dan Nathan menghampiri wanita yang duduk dikursi roda tersebut lalu bergantian mencium tangannya.
"Cantik sekali mantu mama." Bu Salma mengusap kepala Embun yang sedang membungkuk mencium tangannya. "Pantesan sama Nathan buru buru dinikahin," lanjutnya sambil melirik Nathan.
Navia menatap sinis, dia kesal sekali mendengar mamanya memuji Embun.
"Kamu tahu," Bu Salma mengusap tangan Embun yang ada digenggamannya. "Mama sampai lelah bujuk Nathan supaya mau nikah. Mama kenalin sama anak teman mama berkali kali, tapi satupun, tak ada yang bisa buat dia tertarik. Eh....sekarang mendadak udah nikah saja. Tapi gimana gak pengen buru buru nikah, kamunya cantik banget gini."
Embun tersipu malu mendengar pujian mertuanya yang tak habis habis.
"Mah, aku udah lapar, makan yuk," ujar Navia. Dia muak mendengar Embun yang terus terusan dipuji.
/Grin/
🥳🥳🥳🥳
🤣🤣🤣🤣🤣
Nathan 🤣🤣🤣