Jika merindukan orang yang sudah tiada adalah hal menyakitkan, mungkin tidak selamanya seperti itu yang di rasakan oleh seseorang.
Dia merindukannya tapi di satu sisi ia ingin menjauh dan pergi darinya demi kebahagian orang yang ia sayangi.
Dan semua kenangan yang pernah tercipta akan kah hilang seiring dengan luka yang sudah terlalu lama bertahta???
Selamat datang di tulisan receh Mak Othor 😊
Biar ngga gagal paham, silahkan mampir ke Riang (sadar diri) lebih dulu 🙏🙏🙏
semoga di minati teman-teman readers ya 🤗 mohon kritik dan sarannya.
Terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Ganesh mendekati bibinya dan berbisik karena suara sound system yang cukup keras. Ia memberikan ponsel itu pada Riang. Riang menitipkan Risya pada Ganesh karena ia menjauh dari tempat ia duduk sebelumnya untuk mencari yang lebih tenang.
[Assalamualaikum, El?]
[Walaikumsalam , mba...mama mba! Mama udah bisa menoleh. Mama menangis dan bisa merespon ucapan kita mba]
[Masyaallah tabarakallah ...benar itu El?]
Riang terharu mendengar kabar sang mama.
[Iya mba, tadi...mama juga udah bisa gerakin jarinya. Mama ngusap rambut ku mba...]
Shakiel mengadu penuh bahagia sekaligus haru dengan kemajuan kondisi sang mama.
[Papa sudah tahu, El?]
El menggeleng pelan.
[El ....???]
[Nanti dia juga akan tahu dari dokter Anita, mba!]
Shakiel mengarahkan kameranya ke wajah Citra yang menatap layar ponsel.
[Mama...mama dengar Riang kan Ma?]
Citra mengedipkan matanya menjawab pertanyaan Riang.
[Mama akan merespon seperti itu mba]
Obrolan itu pun berlanjut cukup panjang. Kedua kakak beradik itu mencoba menguatkan sang mama agar semangat untuk sembuh.
Di sisi lain ...
Ziyad yang kemarin tak masuk kantor, setelah pulang dan berganti pakaian ia langsung ke kantor peninggalan papanya.
"Selamat siang pak!", sapa sekretaris Ziyad yang usianya tak berbeda jauh dari putri sulungnya.
"Siang!", jawab Ziyad datar.
Sang sekretaris mengekor di belakang Ziyad untuk menyerahkan beberapa pekerjaan Ziyad yang kemarin belum sempat di kerjakan.
"Sudah kan? Ada lagi?", tanya Ziyad karena sekretarisnya masih berdiri di depan mejanya.
"Ehem...mungkin bapak perlu yang lain?", tanyanya. Ziyad mengernyitkan alisnya.
"Oh...tidak terima kasih! Sampaikan sama ob, saya sedang menghindari kopi saat ini. Kamu boleh keluar!", kata Ziyad. Tapi gadis cantik tinggi semampai itu masih berdiri di hadapan bosnya itu.
"Saya tahu anda kesepian selama beberapa tahun ini pak....!", kata sekretaris Ziyad. Ziyad menautkan kedua alisnya.
"Maksud kamu apa bicara seperti itu ,Call?", tanya Ziyad.
Callista berjalan pelan dan berhenti di samping kursi kebesaran Ziyad.
"Saya hanya ingin membantu anda pak. Istri anda sudah lama koma kan? Memangnya bapak ngga butuh....!", Callista mengelus lengan atas Ziyad tapi Ziyad sigap beridiri dan menepisnya.
"Jangan kurang ajar kamu Call!", kata Ziyad emosi. Dia tahu selama ini sekretarisnya memang berusaha mendekatinya, tapi baru kali ini ia seberani ini. Entah apa alasannya!
"Bapak ngga usah munafik lah, memang saya kurang seksi?", tanya Callista.
Ziyad menggeleng pelan. Tangannya terulur menunjuk pintu.
"Pintu keluar masih ada di sana, mulai detik ini saya memberhentikan anda nona Callista!", kata Ziyad dengan nada pelan namun emosi.
"Bapak memecat saya?", tanya Callista.
"Saya rasa anda paham bahasa manusia!", sarkas Ziyad. Gigi Callista bergemeletuk menahan emosi.
Dia tak menyangka akan di tolak mentah-mentah oleh bos yang sudah tiga tahun ini memimpin perusahaan.
Callista bukan sekretaris biasa, dia bisa melayani para petinggi perusahaan besar saingan perusahaan Ziyad. Melayani dalam tanda kutip tentunya.
Tapi bos nya sendiri sama sekali tak bisa di jangkau. Padahal Callista sangat berharap bisa menaklukan laki-laki setampan Ziyad yang notabene menduda. Menduda karena istrinya yang koma.
"Saya hanya berniat membantu bapak! Tapi bapak jus...."
"Keluar?!", teriak Ziyad. Callista sampai memejamkan matanya karena suara Ziyad menggelegar.
Para staf yang ada di kubikel, yang tak jauh dari ruangan Ziyad pun bisa mendengar bentakan Ziyad.
"Pendengaran kamu masih waras bukan nona Callista! Sebelum habis kesabaran saya, silahkan keluar baik-baik!", kata Ziyad.
Dengan gemetar Callista meninggalkan ruangan Ziyad. Perempuan seksi itu terburu-buru mengambil tas yang ada di mejanya.
Tatapan penasaran tertuju pada sekretaris seksi yang selama ini sombong dengan jabatannya.
Suara kasak-kusuk pun terdengar sampai orang HRD masuk ke ruangan Ziyad.
"Wah ...di pecat kayaknya tuh si Calli!"
"Sombong sih!"
"Pasti gatel mau godain pak bos!"
"Gila ya, teriaknya udah kaya di hutan. Baru tahu gue pak Ziyad bisa marah dan bentak-bentak gitu."
"Kalian lupa apa gimana?? Dia mantan polisi, mengundurkan diri karena perusahaan ibunya ini. Wajar kalau teriak udah kaya lagi mimpin upacara!"
Suara-suara itu masih terus berlanjut hingga orang HRD keluar dari ruangan Ziyad.
"Merusak mood ku saja!", monolog Ziyad. Lelaki itu kembali berkutat dengan pekerjaannya yang sudah tertunda sejak kemarin.
Ziyad mengetuk-ngetukan jarinya di meja.
"Callista ini....semoga dia tak membuat ulah dengan bekerja sama bersama pesaing bisnis yang lain!", gumam Ziyad.
💕💕💕💕💕💕
Febri dan Bia mengajak putri kembarnya untuk pulang malam ini. Tapi Abah Salim menjamu mereka juga keluarga Diaz yang lainnya.
Ribi menempel terus pada ayahnya, pun sebaliknya dengan Fesha yang lengket dengan bundanya.
"Jadi nak Galih tertarik buat masuk Akmil nih?", tanya Febri.
Galih yang di tanya hanya tersenyum dan menoleh ke Abah ibunya.
Ada pula sepasang suami istri baru itu tampak mesra namun tak berlebihan. Hanya saling bergenggaman tangan.
"Belum kepikiran sih ,Om!", jawab Galih.
"Kalau Abah mah terserah Galih saja, selama itu baik kami tentu mendukungnya!", lanjut Abah.
"Jangan deh Aa Galih, nanti aku di tinggal-tinggal dinas keluar daerah melulu. Ngga mau ah....! Aa Galih kuliah aja sama Aa Ganesh di Jakarta. Ya???", kata Ribi yang memeluk lengan ayahnya.
"Apaan sih Ribi...ih...!", Galih yang merasa malu Ribi berbicara seperti itu.
"Ribi....jangan bikin ayah malu ya!!!", bisik Febri.
"Ngapain malu sih Yah, nanti kan ayah jadi besannya Abah Lia juga. Iya kan bah???", tanya Ribi.
Febri merengkuh bahu Ribi dan menenggelamkan dalam ketiaknya.
Salim dan Sekar hanya tersenyum mendengar celetukan Ribi. Mereka juga tidak akan menolak kalau harus besanan dengan Jenderal kan???
"Tahu ih...Ribi, naksir boleh tapi ngga usah sebrutal itu juga! Kaya aku dong ....!",kata Ghalia yang memeluk lengan Diaz dengan posesif.
Ribi, Fesha dan Galih berakting ingin muntah dengan celetukan Ghalia. Ganesh yang biasa jahil pun entah kenapa teringat wajah Shakiel yang nampak sendu dan terkejut tadi.
Berbanding terbalik dengan Lia yang tampak bahagia dengan pernikahannya bersama Diaz. Entah dalam hati Lia sendiri seperti apa, hanya gadis itu yang tahu.
Apa gue keterlaluan ya sama El? Jangan bilang kalau El masih suka sama Lia sampai sekarang!
Ganesh menggelengkan kepalanya. Dan hal itu cukup menarik perhatian Fesha.
Ganesh kenapa geleng-geleng kepala gitu!? Ngga lagi sakau kan tuh anak??? Batin Fesha.
💕💕💕💕💕💕💕💕
Terima kasih buanyyaaakkk 🙏🙏🙏🙏🙏
semua kena julid....
deni said mak mak satu ini emang meresahkan.... pen sentil ginjalnya deh...😡😡😡😡