Seruni adalah seorang gadis tuna wicara yang harus menghadapi kerasnya hidup. Sejak lahir, keberadaannya sudah ditolak kedua orang tuanya. Ia dibuang ke panti asuhan sederhana. Tak ada yang mau mengadopsinya.
Seruni tumbuh menjadi gadis cantik namun akibat kelalaiannya, panti asuhan tempatnya tinggal terbakar. Seruni harus berjuang hidup meski hidup terus mengujinya. Akankah ada yang sungguh mencintai Seruni?
"Aku memang tak bisa bersuara, namun aku bisa membuat dunia bersuara untukku." - Seruni.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PT Global Mart
POV Author
Dengan patuh Kavi mengikuti Sisil menuju ruangan Kevin. Sejak Pak Dio sakit, Kevin yang lebih banyak memimpin di perusahaan. Pak Dio tetap memimpin namun jarang sekali datang ke perusahaan karena harus memulihkan kondisi fisiknya terlebih dahulu.
Sisil mengetuk pintu dan masuk ke dalam. Kavi mengikuti di belakang Sisil dengan patuh dan tak banyak bicara. Wajah Sisil nampak agak kesal karena dipanggil saat sedang menyelesaikan pekerjaannya.
"Tujuan aku memanggil kalian adalah aku mau kalian berdua mewakiliku meeting dengan PT Global Mart siang ini, kalian bisa bukan?" tanya Kevin.
"Aku saja yang pergi sendiri, Kak. Tak usah bareng dia," tolak Sisil.
"Kamu harus pergi dengan Kavi, Sil. Daddy sudah meminta kita untuk mengajari dia bekerja di perusahaan. Kavi harus ikut agar dia bisa belajar bagaimana cara kamu negosiasi dengan perusahaan tersebut." Kevin dengan tegas menolak keinginan Sisil.
"Aku bisa sendiri, Kak. Dia belajar hal yang lain saja di perusahaan." Wajah Sisil terlihat semakin sebal.
Semenjak Kavi masuk ke perusahaan, Daddy Dio begitu memperhatikan laki-laki yang telah menolongnya. Sisil kurang suka melihat semua itu. Sisil mau, Daddy Dio mendidik Sisil agar bisa segera mengambil alih perusahaan karena Kevin tak bisa lama memegang perusahaan. Banyak jadwal shooting yang harus ia kerjakan sebelum akhirnya Kevin harus memimpin perusahaan milik istrinya.
"Pokoknya Kakak mau kamu pergi berdua dengan Kavi, oke?" Kevin terlihat tak terbantahkan.
Sisil menghembuskan nafas kesal karena permintaannya tak dituruti. "Baiklah."
Semenjak Kavi bergabung dengan perusahaan, Sisil mulai tidak menyukai Kavi. Awalnya Sisil begitu kagum akan kebaikan Kavi namun setelah tahu kalau laki-laki tersebut ternyata menolak uang dan lebih memilih untuk mendapat pekerjaan, Sisil merasa kalau Kavi memiliki niat terselubung dan dia tidak bisa membiarkan itu semua terjadi.
Dengan kesal Sisil keluar dari ruangan Kevin lalu tiba-tiba berbalik badan. Hampir saja Kavi menabrak tubuhnya kalau tidak berhenti mendadak. "Heh, anak baru. Aku enggak tahu ya, apa niat kamu masuk perusahaan ini. Satu yang pasti, jangan pernah berpikir kalau kamu akan bisa menjadi bagian dari perusahaan ini. Kamu memang sudah pernah menolong Daddy tapi aku merasa kalau kamu tidak tulus menolong Daddy."
"Maaf, Mbak, aku tak berniat-" Belum selesai Kavi berbicara, Sisil sudah memotong ucapannya.
"Jangan panggil aku Mbak, aku tuh bukan Mbak kamu. Panggil ibu!" perintah Sisil.
"I-iya, Bu. Maaf, aku tidak ada niat untuk menjadi bagian dari-" Lagi-lagi Sisil memotong ucapan Kavi sebelum ia selesai berbicara.
"Jangan manggil Ibu deh, ketuaan. Panggil Kak saja."
"Iya, Kak. Jadi aku-" Untuk ketiga kalinya Sisil memotong ucapan Kavi.
"Kok tidak cocok ya kamu panggil aku Kakak? Memangnya aku kakak kamu? Hmm ... kamu panggil Sisil aja deh. Aku tidak suka dipanggil yang aneh-aneh! Nanti di sana kamu tak usah kebanyakan bicara. Kamu malah merusak meeting nanti. Tunggu saja aku di lobby jam 1. Kalau kamu telat, aku tinggal!" Sisil kembali berbalik badan dan meninggalkan Kavi yang bingung dengan sikap Sisil.
****
Kavi sudah menunggu di lobby sejak jam 1 kurang namun Sisil baru datang hampir jam setengah 2. "Ayo, kita berangkat!" Sisil berjalan mendahului tanpa meminta maaf sama sekali.
Dengan sopan Kavi membukakan pintu untuk Sisil. Saat hendak masuk ke dalam, Sisil mencegahnya. "Mau apa kamu? Duduk di depan!" perintah Sisil.
Kavi menurut. Tak ada gunanya membantah Sisil.
"Jangan duduk dekat-dekat denganku. Diam dan perhatikan saja!" bisik Sisil saat mereka masuk ke ruang meeting PT Global Mart.
Perwakilan PT Global Mart masuk dan membahas kerja sama dengan Sisil. Kavi hanya diam saat kerja sama yang ditawarkan Sisil ditolak oleh perwakilan PT Global Mart.
"Maaf, Bu. Produk dari PT Putra Laksana Agro kalah saing dengan minyak dari merek lain. Kami bahkan beberapa kali harus meretur produk milik perusahaan kalian yang tak habis dijual sampai akhirnya expired," tolak perwakilan PT Global Mart.
"Pak, kita kerja sama sudah lama loh. Produk kami selalu mengutamakan mutu dan kualitas," kata Sisil.
"Saya mengerti, Bu. Sayangnya pola konsumsi masyarakat kita sudah berubah. Sekarang ini lebih banyak masyarakat yang lebih memilih minyak dengan harga murah dibanding kualitas. Hanya kalangan tertentu yang masih mengutamakan kualitas."
"Kalau begitu, biarkan produk perusahaan kami tetap bersaing dengan kualitas dong?" balas Sisil tak mau kalah.
"Mohon maaf sekali, Bu. Produk minyak milik perusahaan Ibu kalah kualitas dengan minyak import dari luar negeri."
Sisil nampak kesal. Setiap jawaban yang ia berikan selalu bisa dibantah oleh perwakilan dari PT Global Mart.
"Maaf, Pak. Apa tidak bisa ada kemungkinan bagi perusahaan kami agar tetap bisa memasok produk ke perusahaan Bapak?" Kavi merasa tak bisa diam saja. Ia angkat bicara membuat Sisil langsung memberinya tatapan tajam.
"Hmm ... kalau produk minyak perusahaan kalian bisa bersaing, bisa saja," jawab perwakilan PT Global Mart.
Sisil meminta waktu sebentar untuk diskusi dengan Kavi. "Kamu gila ya? Aku sudah suruh kamu diam tapi kenapa kamu malah bicara?" omel Sisil sambil berbisik.
"Maaf, Bu eh Sil. Kita harus mendapatkan kerja sama. Aku hanya-" Belum selesai Kavi bicara, ia terdiam ketika pintu ruang meeting terbuka.
"Ky, bisa handle masalah perijinan di kota S? Saya baru saja dihubungi, katanya ijin supermarket kita yang baru bermasalah. Kamu handle ya!" Seorang laki-laki yang terlihat berkarisma dan memakai setelan jas mahal masuk ke dalam ruang meeting dan dengan santai menyuruh perwakilan PT Global Mart yang memimpin meeting mengerjakan perintahnya.
"Baik, Pak." Pak Ricky lalu pamit pada Sisil dan Kavi untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasannya.
Seakan baru menyadari kalau ada orang lain di ruangan, laki-laki tersebut meminta maaf. "Oh, maaf, saya tidak tahu kalau Ricky sedang meeting. Biar saya saja yang menggantikan tugas Ricky. Perkenalkan, saya Avian, CEO dari PT Global Mart." Avian mengulurkan tangannya untuk berkenalan.
"Sa-saya Sisil dari PT Putra Laksana Agro." Sisil menyambut uluran tangan Avian dengan gugup. Ia tak menyangka kalau akan berhadapan langsung dengan CEO sekaligus pemilik perusahaan.
Avian kini menatap Kavi yang ragu untuk memperkenalkan dirinya karena takut Sisil marah. "Kamu?"
"Saya ... Kavi. Saya ... karyawan Ibu Sisil," kata Kavi merendah. Kavi menjabat tangan Avian yang terus menatapnya tajam.
Avian melepaskan tangan Kavi namun masih menatapnya dengan lekat. "Apa ... kita pernah bertemu sebelumnya?"
***
eh jd papa Dio dan mama Ayu...itu yg punya bisnis Ayu Furniture itu?...olala...😂😂😂
Kavi menjadi pemuda yang luar biasa, Seruni berhasil mendidiknya.