NovelToon NovelToon
Kemarau Menggigil

Kemarau Menggigil

Status: tamat
Genre:Tamat / cintapertama / Berbaikan / Mengubah Takdir / Bullying dan Balas Dendam / Slice of Life
Popularitas:14.2k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Ayah, aku butuh selimut untuk tubuhku yang penuh keringat. Kipas angin tua milik bunda hanya mengirimkan flu rindu. Sebab sisa kehangatan karena pelukan raga gemuknya masih terasa. Tak termakan waktu. Aku tak menyalahkan siapa pun. Termasuk kau yang tidak dapat menampakkan secuil kasih sayang untukku. Setidaknya, aku hanya ingin melepuhkan rasa sakit. Di bawah terik. Menjelma gurun tanpa rintik gerimis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 26

Aku adalah gadis tak tahu diri. Berwatak kasar namun senantiasa mengharapkan semesta bersikap lembut.

----------------

Tiada putusnya, siswa-siswi silih berganti melintasi kami hanya untuk mengucapkan selamat untuk Rasen. Lagi-lagi, ia meraih peringkat umum. Rapot dalam peganganku, Rasen juga tengah memegang miliknya. Rasanya, aku ingin membakar rapotku, lalu membuang debunya ke lautan hingga tak tersisa lagi. Bagaimana mungkin aku rela milik kami yang nilainya seperti antara kerak bumi dan angkasa itu bersanding. Sebagian besar nilai standar. Bahkan ada yang di bawah standar. Ah, gadis bodoh. Lagipula, untuk apa mereka sejak tadi menyelami Rasen, ia hanya juara umum sekolah. Bukan juara Olimpiade Internasional.

Rasa minder berkuasa. Aku sempat melihat nilai-nilai surga dalam rapot Rasen. Terutama matematika. Nilaiku di bawah standar. Rasen justru jauh di atas standar. Maka aku segera mengamuk ketika Rasen ingin melihat nilaiku. Enak saja, yang ada ia semakin menyadari betapa bodohnya aku.

Kisah asmara antara si lelaki pintar dan perempuan bodoh.

"Akhirnya, semester satu sudah berakhir. Besok sudah mulai libur. Lega, kita bisa berlibur ke tempat yang indah!" seru Rasen dengan senyuman lebarnya. Ia tampak bahagia sekali. Ya, siapa pula yang tidak bahagia meraih nilai tertinggi di antara semua siswa.

Aku tak menanggapi. Aku sangat tidak bersemangat. Terasa sangat jauh di bawah jika dibandingkan Rasa. Makin ke sini, makin minder rasanya dengan Rasen. Sekali lagi, bagaimana ia bisa mau dengan orang sepertiku?

"Sen, foto dulu yuk." Seorang siswa yang merupakan teman sekelas Rasen mengajak.

Rasen melirik ke arahku, "Dain, aku izin sebentar ya. Mau foto sama temen-temen kelas dulu."

Terlihat seluruh anggota kelas XI IPA 6, yaitu kelasnya Rasen sudah berjejer rapi di lapangan depan kelas.

Sebelum menjawab, aku melemparkan pandangan ke arah sisi lainnya. Di sana, ada teguh yang berdiri bersama beberapa orang. Di belakangnya ada teman-teman kelasku yang sedang berkumpul. Malas sekali aku melewati tempat yang ada raksasa jelek itu.

"Sana, aja. Kita nggak usah ketemu lagi."

Rasen mengernyitkan dahi, "Kok, gitu? Cuma sebentar. Jepret-jepret doang. Habis itu, udah. Emangnya kamu nggak mau gabung sama temen-temen kelasmu juga?"

"Jadi kamu ngusir aku?" tanyaku malas.

"Rasen! Rivan! Kalian ngapain di sana. Ayo, kita foto!" panggil seseorang di antara jejeran teman-teman kelas Rasen.

"CEPAT!" seru yang lainnya. Ekspresi mereka sudah jengkel.

"Tuh, udah dipanggil!" ucap Rivan.

Pandangan Rasen bergilir ke arahku dan arah teman-temannya. Seolah seperti orang yang dalam pilihan sulit memilih salah satunya.

"RASEN!" Mereka memanggilnya Rasen lagi setelah Rivan sudah beranjak dari tempat kami.

"Dain..."

Aku cemberut. Menunduk dan malas menanggapi.

"Sebentar, ya." Rasen berkata kemudian melangkah, namun tanganku reflek menecegah langkah itu dengan menarik tangannya. "Nggak mau!"

"RASEN, WOI!" Teman-teman Rasen mulai berseru galak.

Alila terlihat menenangkan. Jarak kami dengan kumpulan teman-teman Rasen hanya sekitar lima meter.

"Tuh, teman-teman aku udah mulai marah Dain. Aku janji, setelah ini kita jalan-jalan ke mana pun yang kamu mau, deh." Rasen berkata sambil menampilkan dua jari.

Aku mendengus. Sebal sekali dengan teman-teman kelas Rasen yang menjengkelkan. Sesaat, beberapa orang di sekitar juga menengok karena mendengar teriakan itu. Tiba-tiba, seorang guru yang merupakan wali kelas Rasen datang.

Mulut mereka terlihat bercerita tentang apa yang terjadi. Tentu sana tentang Rasen yang tidak jua bergabung.

"Maaf, ada wali kelasku di sana," ujar Rasen sembari melepas genggamanku.

****************

Bu Nayla yang merupakan guru BK menyebalkan itu mengembuskan napas panjang setelah mengomentari hubunganku dengan Rasen yang baru ia ketahui kurang dari dua bulan yang lalu. Sejauh ini, ia masih mengira Rasen menjalankan misi dengan sukarela saja. Namun, ketika kala itu bu Nayla menanyakannya kepada Rasen. Lalu Rasen mengaku, bahwa hubungan kami bukan sekedar karena misi yang ia jalankan atas perintah bu Nayla.

"Ini semua salahku. Semua berawal karena misi bodoh yang aku pinta. Siapa sangka, anak itu malah jatuh cinta beneran sama kamu."

Sudah aku katakan. Guru BK ini memang tak pernah indah di mataku. Kata-katanya tak pernah enak didengar. Pantas saja jerawatnya tidak sembuh-sembuh

Pasti semua jerawat itu berasal dari rasa sakit orang-orang yang tersinggung karena ucapannya.

"Baiklah. Tidak ada yang menyangka seorang bintang angkasa akan jatuh cinta dengan butiran debu yang suka bikin kelilipan, ya," ucapku agak menyolot pada bu Nayla.

Mendengar ucapan itu, ia malah menatapku dengan tatapan tajam. Hei, siapa yang seharusnya tersinggung dan marah di sini?

Ruangan ini pengap sekali. Seperti biasa. Aku tak mengerti mengapa guru satu ini sulit sekali berkeringat. Bahkan ketika orang-orang mengeluh gerah, ia tetap tidak peka untuk menyalakan AC kepada seseorang atau beberapa orang yang berkunjung ke ruangannya.

Apakah ia sengaja menjadikan tempat ini seperti ruang interogasi atau semacamnya?

"Dainty, Rasen sudah terjebak dalam perangkap yang tidak pernah kau buat itu. Kamu memang tidak membuat perangkap itu. Tapi Rasen terjebak di dalamnya." Bu Nayla berkata.

"Maaf, Bu. Aku nggak ngerti bahasa puisi," tegasku sembari mengalihkan pandangan dari bu Nayla.

"Dengarkan dengan benar, Dainty! Saya gurumu!" seru bu Nayla sambil memukul meja.

Aku tersenyum miring. Puas melihat wajahnya yang membara.

"Jadi, maksud Ibu manggil saya buat apa? Hari ini saya nggak berulah, loh. Ya, berulah sih dikit. Tapi, Rasen berhasil ikut foto bersama, 'kan."

Bu Nayla memanggilku ketika mendapatiku mematung melihat Rasen yang berlalu menuju teman-temannya. Tanpa basa-basi, ia langsung menarik tanganku untuk membawaku ke ruangannya. Lalu, terjadilah pembicaraan ini.

"Lupakan, Rasen. Tolong, jauhi Rasen. Ini tidak akan terjadi kalau aku tidak menyuruhnya membantumu." Bu Nayla berkata dengan nada yang lebih lembut.

"Tidak ada yang meminta siapa pun menolongku. Bahkan Ibu tidak perlu menjadi pahlawan di balik bayangan dengan menyuruh orang lain sebagai pahlawan yang tampak," ujarku dengan tatapan lurus ke arahnya

"Baik, lupakan soal itu. Karena, ini sudah satu setengah tahun bersekolah di sini tapi tidak ada perubahan apa pun. Usaha Rasen hanya sia-sia belaka. Tak ada yang ia dapatkan dalam misi tersebut, kecuali jatuh cinta denganmu. Dari mana pun, itu bukanlah keuntungan untuknya," ungkap bu Nayla yang membuat relungku terasa pedih.

Aku mengusap wajahku yang penuh keringat. Gerah akan ruangan sumpek, juga mulut pedas guru BK ini. Bibirku terasa asin karenanya.

"Aku sudah berkali-kali mengajak Rasen putus. Tapi kami masih tetap bersama sampai sekarang. Jika bukan dia yang ingin pergi, maka hubungan kami akan tetap baik-baik saha," uraiku.

Kali ini bu Nayla berdiri. Lalu menundukkan wajahnya mendekat ke arahku. Wajahnya benar-benar dekat. Sampai aku reflek mundur sedikit.

"Makanya jauhi! Misi sudah selesai dan jangan anggap misi itu benar-benar pernah ada! Kamu tidak akan membawa pengaruh baik untuk Rasen. Kecuali sebaliknya! Sudah berapa kali kamu berbuat ulah bahkan sampai mencelakai dia. Aku nggak rela dia selalu tersiksa hanya untuk memanjakan kamu. Dia berhak bahagia dengan cara lain!" Wajah bu Nayla semakin membara. Nyaris seperti hendak menelanku bulat-bulat. Seolah aku benar-benar penjahat keji yang akan membunuh Rasen suatu saat nanti.

"Kenapa tidak menyuruh Rasen saja?"

Bu Nayla kembali duduk seraya berusaha menenangkan diri.

"Dia nggak mau," jawabnya.

"Ya, sudah. Ribet sekali. Bukan urusan Anda. Sudah seperti mamanya saja."

"Itu urusan saya! Sebagai seorang kakak, saya ingin adik saya mendapatkan seseorang yang terbaik. Bukan perempuan berandal sepertimu!"

Kakak?

1
Selfi Azna
pada kemana yang lain
Selfi Azna
MasyaAllah
_capt.sonyn°°
kak ini beneran tamat ??? lanjut dong kakkkk novelnya bagus bangetttttt
Selfi Azna
mungkin bapaknya cerai sama ibunya,, truss jd pelampiasan
Chira Amaive: Bukan cerai, tp meninggal ibunya 😭
total 1 replies
melting_harmony
Luar biasa
Zackee syah
bagus banget kak novel nyaaa...
Chira Amaive: Thank youuuu
total 1 replies
Zackee syah
lanjut kak
Ichinose
barter, aku like punya kamu, kamu like punya aku
Chira Amaive: okeyyyyy
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!