NovelToon NovelToon
Bukan Sekedar Sugar Daddy

Bukan Sekedar Sugar Daddy

Status: tamat
Genre:Tamat / Konflik etika / Selingkuh / Cinta Terlarang / Pelakor / Diam-Diam Cinta / Romansa
Popularitas:745.7k
Nilai: 4.8
Nama Author: Tri Haryani

Dia adalah pria yang sangat tampan, namun hidupnya tak bahagia meski memiliki istri berparas cantik karena sejatinya dia adalah pria miskin yang dianggap menumpang hidup pada keluarga sang istri.

Edwin berjuang keras dan membuktikan bila dirinya bisa menjadi orang kaya hingga diusia pernikahan ke-8 tahun dia berhasil menjadi pengusaha kaya, tapi sayangnya semua itu tak merubah apapun yang terjadi.

Edwin bertemu dengan seorang gadis yang ingin menjual kesuciannya demi membiayai pengobatan sang ibu. Karena kasihan Edwin pun menolongnya.

"Bagaimana saya membalas kebaikan anda, Pak?" Andini.

"Jadilah simpananku." Edwin.

Akankah menjadikan Andini simpanan mampu membuat Edwin berpaling dari sang istri?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tri Haryani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB. 26 Ketegasan Andini

"Siapa yang nelpon, Mas?" tanya Mona.

"Ini tadi Arif menelponku ada sesuatu yang tidak beres di restoran," jawab Edwin berbohong.

"Lalu bagaimana sekarang?" tanya Mona.

"Sudah diurus Arif," jawab Edwin.

Beruntung Mona tidak mendengar pembicaraan Edwin dengan Andini disambungan telepon sehingga wanita itu mengganggukan kepala membuat Edwin bernafas lega.

Edwin mengajak Mona masuk ke dalam kamar untuk lanjut bersiap.

Tepat pukul 20.00 mereka berangkat menuju bandara dan pesawat mereka take off pukul 21.00 menuju Maldives.

Setelah menaiki pesawat kurang lebih 7 jam 15 menit mereka kini sudah tiba dibandara di Maldives dan lanjut menaiki taksi selama 30 menit menuju hotel yang sudah mereka booking.

"Apa kamu memberitahu papa kalau kita pergi ke Maldives?" tanya Edwin.

Saat ini mereka sudah berada di dalam taksi yang mengantarkan mereka menuju hotel. Hotel yang mereka booking tentu saja dengan harga fantastis namun sesuai dengan apa yang mereka dapatkan, pemandangan indah, kenyamanan, dan bulan madu romantis yang tak akan terlupakan.

"Tidak, Mas, kalau aku memberitahu papa dia pasti tidak akan mengizinkan aku pergi apa lagi perginya kita ini untuk bulan madu."

Mona menyandarkan kepalanya di bahu Edwin dengan tangan memeluk lengan pria itu. Edwin memalingkan wajahnya menatap pada pemandangan jalanan yang dia lalui. Meski hari masih malam namun suasana jalanan terlihat indah.

"Kenapa ya, Mas, orang tuaku sampai sekarang tidak menyukai kamu?" tanya Mona.

"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu, Mona, kenapa sampai sekarang orang tua kamu tidak menyukai aku."

Mona menegakkan tubuhnya, meraih dagu Edwin agar menatap padanya.

"Maafin orang tua aku ya, Mas," pinta Mona.

"Heem."

Meski Edwin menjawab dengan bergumam namun sudah cukup membuat Mona merasa senang karena suaminya itu tak pernah membenci orang tuanya.

Tak lama taksi yang mereka naiki tiba di hotel yang sudah mereka booking. Mona dan Edwin turun dari taksi langsung menuju kamar mereka dengan Edwin yang membawa dua koper ditangannya, satu koper miliknya dan satu koper milik Mona. Mona membiarkan Edwin untuk melakukannya karena dia tak mau Edwin menganggap dirinya tak membutuhkan pria itu.

Setelah masuk ke dalam kamar mereka langsung beristirahat dan akan menikmati bulan madu selama 6 hari kedepan.

...****************...

Andini sedang membawa pesanan pelanggan namun tidak sengaja pandangannya melihat Angga masuk kedalam restoran. Angga datang sendirian lelaki itu terus menatap kearahnya membuat Andini buru-buru menyelesaikan tugasnya.

Setelah mengantarkan pesanan, Andini menghampiri Angga yang duduk di sudut restorant.

"Mau pesan apa?" tanya Andini.

Angga menyebutkan minuman dan makanan yang dia pesan pada Andini lalu meminta izin pada kepala restoran untuk mengajak Andini berbicara. Kemarin Bima memberitahu Angga dimana Andini bekerja sehingga lelaki itu kini mendatangi Andini ke restoran ini.

Andini membawakan pesanan Angga dan meletakkannya dimeja.

"Duduk, An," pinta Angga.

"Tidak bisa, Ga, aku harus bekerja," tolak Andini.

"Aku sudah meminta izin pada kepala restorant untuk mengajak kamu mengobrol," kata Angga. Andini tak percaya dia lalu menatap pada kepala restoran yang sedang berdiri di dekat meja kasir.

Pria berbadan gempal itu mengangguk mengisyaratkan bila memang Angga sudah meminta izin.

Andini duduk di hadapan Angga lalu bertanya apa yang ingin Angga bicarakan.

"Entah hanya perasaanku saja atau memang kamu sedang menghindari aku ya," kata Angga memulai pembicaraan diantara mereka.

"Itu perasaan kamu saja, Ga, aku tidak pernah menghindari kamu."

"Tapi kenapa setiap kali aku mengajak kamu bertemu kamu selalu menolak, aku minta alamat kontrakan kamu saja tidak kamu beri. Kamu tidak seperti Andini yang aku kenal dulu, An. Apa kamu sudah memiliki kekasih makanya kamu menghindari aku."

"Maaf, Ga, kalau kamu merasa seperti itu. Kamu benar aku sekarang sudah punya kekasih dan aku melakukan itu agar kamu tak berharapa banyak padaku. Aku tidak mau memberi harapan palsu untuk kamu. Kamu adalah sahabatku, Angga, dan sampai kapanpun kita akan tetap menjadi sahabat."

Angga tersenyum getir. Dia sudah menyukai Andini sejak masih SMA tapi ternyata Andini lebih memilih menjalin hubungan dengan orang lain.

"Siapa dia, An, lelaki yang beruntung menjadi kekasih kamu?"

"Kamu tidak perlu tahu, Angga."

"Bukannya kamu bilang kita ini sahabat, apa seorang sahabat tidak boleh tahu siapa kekasih sahabatnya?"

Andini menggigit bibir bawahnya. Angga benar lelaki itu berhak tahu siapa kekasihnya tapi Andini tidak mungkin memberitahu Angga bila kekasih yang dia maksud itu adalah Edwin--pria yang pernah dia kenalkan sebagai om-nya.

"Ini privasi aku, Ga, aku tidak bisa memberitahu kamu siapa kekasihku."

"Kenapa? Apa kekasihmu itu orang penting jadi kamu merahasiakannya?"

"Aku rasa pembicaraan kita sudah selesai, Ga."

Andini bangkit dari duduknya dan melangkah pergi kembali kedapur restorant. Andini tidak ingin berlama-lama berbicara dengan Angga karena lelaki itu banyak bertanya membuat Andini kebingungan untuk menjawabnya.

Angga menatap kepergian Andini hingga tubuh gadis itu menghilang masuk kedalam dapur. Angga tentu saja tidak terima dirinya yang sudah lama pendekatan dengan Andini tapi justru lelaki lain yang menjadi kekasih pujaan hatinya.

"Kalau kamu tidak mau memberitahu aku maka aku yang akan mencari tahu sendiri siapa kekasih kamu, Andini."

...****************...

"Kak temani aku bisa tidak?" tanya Andini pada Bima.

Saat ini dia sedang melakukan panggilan telepon dengan Bima ingin meminta ditemani mendatangi showroom motor untuk membeli motor agar tidak lelah naik ojol atau berjalan kaki. Lagi pula motornya akan bermanfaat untuk dirinya pulang-pergi kuliah nantinya.

"Temani ke mana?" tanya Bima yang ada di sebrang telepon.

"Temani aku ke showroom motor, Kak, aku mau beli motor."

"Memangnya kamu punya uang buat beli motor?"

"Punya, Kak, uangnya pak Edwin."

"Yang benar saja, An, motor kan harganya mahal. Memangnya dia memberi kamu uang berapa?"

"Pak Edwin memberi aku ATM, Kak, tidak tahu sih berapa saldonya tapi katanya cukup untuk biaya hidup aku."

"Jangan dipakai, An, Kakak takut nanti ada apa-apa dibelakangnya."

"Ada apa-apa gimana, Kak?" tanya Andini bingung.

"Ya misalnya hubungan kalian diketahui istrinya pak tua itu."

"Tidak apa-apa, Kak, aku sudah terlanjur menjadi simpanannya mau memakai uangnya mau tidak aku tetap buruk dimata istrinya bila suatu hari nanti hubungan kami terbongkar."

"Kamu yakin?" tanya Bima memastikan.

"Yakin, Kak," jawab Andini.

"Ya sudah nanti kakak temani kamu cari motor."

"Iya, Kak."

Andini mematikan sambungan teleponnya dia menatap layar ponselnya yang masih menyala.

"Memang benar kan, Pak, mau saya menggunakan uang anda atau tidak saya tetaplah simpanan anda," ucap Andini menatap ponselnya yang memperlihatkan foto Edwin yang sedang terlelap.

Andini mengambil foto itu diam-diam untuk menambah foto di galeri ponselnya. Sebelumnya beberapa kali juga Andini mengambil foto Edwin secara diam-diam karena dia rasa dia akan merindukan Edwin seperti sekarang dirinya yang merindukan pria itu.

1
Swinarni Ryadi
contoh orang tua yang tidak baik, hrsnya klu anak bahagia orang tua ikut bahagia, dan mengajar kan untuk berbakti pd suami dl br orang tua klu sdh bersuami
Dwiyar Ryan
Luar biasa
Reni Fitria Mai
Saya juga setuju dengan perkataan arif, Edwin hanya mencari kenyamanan kepada Andini karena tidak mendapatkan pada Mona, Dia mendapatkan Cinta sejati pada mona, sedangkan kenyamanan pada Andini
Rafly Rafly
Lumayan
Hendra Hermawan
Buruk
Hendra Hermawan
Biasa
Swinarni Ryadi
banyak banget duitnya pak Edwin ya
Swinarni Ryadi
ada ya orang tua yg jahat
Hendra Yustikarini
Luar biasa
Hendra Yustikarini
Kecewa
r i t a
Luar biasa
Greenenly
A+
Greenenly
bagus itu biar Edwin dan istrinya bercerai
Greenenly
kapan dia akan sadar dan mengerti..?
Greenenly
ingin dimengerti tapi tak mau mengerti
Greenenly
klo liat dr bab sebelumnya.. Louis tak akan sperti itu jika mona tdk membangkang... dasar mona nya aja yg egois mungkin karena didikan ortu dan karena ank tunggal
Greenenly
Menjengkelkan sekali.. kek taik kau.. sama aja ngk ada tegas2nya
Greenenly
klo kek gini terus Edwin nanti imbasnya malah ke istrinya.. menjengkelkan sekali Edwin ini.. sok jd pahlawan
Greenenly
tidak mencerminkan wibawa sedikitpun.. katanya org terpandang
Greenenly
ya kamu egois.. tak berpendirian,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!