Di malam pertunangannya, Sahira memergoki pria yang baru saja menyematkan cincin pada jari manisnya, sedang bercumbu dengan saudara angkatnya.
Melihat fakta menyakitkan itu, tak lantas membuat Sahira meneteskan airmata apalagi menyerang dua insan yang sedang bermesraan di area basement gedung perhotelan.
Sebaliknya, senyum culas tersungging dibibir nya. Ini adalah permulaan menuju pembalasan sesungguhnya yang telah ia rancang belasan tahun lamanya.
Sebenarnya apa yang terjadi? Benarkah sosok Sahira hanyalah wanita lugu, penakut, mudah ditipu, ditindas oleh keluarga angkatnya? Atau, sifatnya itu cuma kedok semata ...?
"Aku Bersumpah! Akan menuntut balas sampai mereka bersujud memohon ampun! Lebih memilih mati daripada hidup seperti di neraka!" ~ Sahira ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ASA : 34
Maheswari tenggelam di dalam bathtub, tubuhnya masih mengenakan pakaian lengkap.
Keluarga Pangestu masih berpikiran positif, beranggapan bisa jadi kaki Eswa kram saat berendam, meskipun janggal dikarenakan gadis berwajah pias itu berpakaian lengkap.
Namun, praduga mereka dipatahkan oleh diagnosis sang dokter, yang berhasil membuat Zainal serta putra-putrinya memekik terkejut.
Eswa kedapatan melakukan percobaan bunuh diri, satu fakta lagi terungkap. Maheswari Pangestu hamil lima minggu.
Kafka menjadi pilar bagi orang tersayangnya, merangkul pundak sang istri dan juga ayah angkat sekaligus mertuanya.
“Ini tidak benar ‘kan? Tolong katakan kalau apa yang dikatakan dokter itu salah! Eswa ku tak mungkin mau bunuh diri!” Selina histeris.
Zainal termangu, tubuhnya menggigil, linangan air mata mengalir deras. “Putriku, apa yang sebenarnya terjadi?”
Pertanyaan itu tetap menjadi misteri. Eswa sama sekali tidak dapat diajak komunikasi, pandangan kosong, sudut mata terus menjatuhkan buliran bening.
Jemari yang biasa bergerak bagaikan tangga nada lagu, kini kaku. Maheswari layaknya mayat hidup, tubuhnya kian kurus.
Zainal memutuskan membawa putrinya ke psikiater, tiga kali pertemuan tidak membuahkan hasil.
Sampai sang psikolog menggunakan metode hipnoterapi. Membimbing Maheswari memasuki kondisi relaksasi terdalam. Setelah Eswa dalam keadaan tenang, damai, ia mulai melakukan sugesti, stimulasi terhadap alam bawah sadarnya.
Kedua tangan Selina, masing-masing digenggam oleh suami dan ayahnya. Mereka bertiga menemani Eswa, dalam diam melantunkan doa, lewat tatapan memberikan semangat.
Menit-menit menegangkan berlalu, jari-jemari Eswa kembali menari, kali ini bukan alunan nada lembut, tapi luapan kemarahan, kecewa, kesedihan mendalam. Setiap kalimat ditekankan, kepalan tangan begitu kuat hingga kuku menusuk kulit.
Tiga hari setelah kejadian menjijikan di hotel itu. Eswa dipanggil oleh salah satu dosen, dipinta menghadap keruangan nya. Begitu masuk ….
“Dasar Jalang kecil murahan!” Rambut panjang diikat satu itu, dijambak sampai kepala Eswa ikut tertarik.
Widya Mandala, istri dari Sigit Wiguna, menyerang wanita yang tidur dengan suaminya.
“Berkaca lah kau Bisu, Gagu! Dari pelacur murahan ingin merangkak menjadi simpanan berkelas! Mimpimu terlalu tinggi!”
Plak!
Perbuatan bejat Sigit terbongkar saat Widya Mandala, melihat bekas cakaran dan gigitan di lehernya. Dan Sigit Wiguna memfitnah Maheswari, dengan mengatakan bila dia dirayu oleh gadis mabuk berprofesi sebagai pelacur.
Maheswari diam, tidak mecoba membela diri, tidak pula membalas. Setelah di rasa cukup, didorongnya tubuh wanita bergaun ketat, lalu dia keluar dari ruangan dosen, adik ipar dari Widya Mandala, ibu nya Jenny Mandala.
Hari itu menjadi hari terakhir Eswa masuk kuliah, selebihnya dia berjalan tanpa arah, mengelabui para anggota keluarga dan sopir.
Hingga rasa frustasi berubah menjadi depresi, puncaknya sewaktu dirinya mengetahui tengah berbadan dua. Eswa mencuri alat tespek milik kakaknya yang masih tersisa. Dia gunakan di pagi buta, hasilnya garis dua, positif hamil.
‘Ibu, di dalam sini tumbuh benih iblis. Eswa takut Bu. Bagaimana kalau dia menuruni kebejatan Iblis itu, atau terlahir seperti Eswa.’
Belum berhasil mengatasi trauma, dia langsung dihantam kenyataan pahit, mengandung benih Sigit Wiguna. Eswa kehilangan akal sehat, dan mencoba bunuh diri, dengan menenggelamkan diri ke dalam bathtub berisi air penuh.
***
“Akh! Akh!” Selina menjerit sekuat-kuatnya.
Kafka meraung menangisi nasib malang adik kesayangannya.
Zainal bersimpuh, memeluk kaki putrinya. “Nak, Nak ….”
“Dokter, putri saya ini tak pernah menyakiti siapapun. Saya berani bersumpah kalau Eswa selalu menjaga lisan serta sikap. Pernah sewaktu ketika dia menekankan jemari sebagai tanda protes, dikarenakan keinginannya saya tentang. Dokter tahu apa yang dia lakukan?” Ia tergugu, bahunya berguncang.
“Hampir tengah malam, dia masih menunggui saya pulang kerja, berdiri di pintu dengan segelas air putih dalam genggamannya. Lalu menuntun ayah tak berguna nya ini duduk di sofa. Eswa membasuh kaki saya, dengan berlinang air mata meminta maaf! Putri saya sebaik itu, Dokter. Mengapa diperlakukan_” Zainal tak mampu lagi berkata-kata.
“Sigit Wiguna! Kau harus mendapatkan balasan setimpal!” Kafka menggeram, Selina lemas dalam pelukannya.
Eswa masih senantiasa menutup mata.
“Untuk saat ini tidak memungkinkan bagi nona Eswa menempuh jalur hukum. Mental, semangat hidupnya berada dititik terendah. Dia jauh dari kata siap menghadiri persidangan, apalagi bertemu langsung dengan tersangka. Terlebih ada janin di dalam rahimnya. Kondisi nona Maheswari ditahap memprihatinkan, bila salah penanganan akan berakibat fatal berujung Kematian.”
Psikolog wanita itu juga membeberkan hal penting lainnya. Yang membuat keluarga Pangestu mengutamakan kesembuhan Maheswari.
Pernyataan dokter bagaikan air es menyiram bara api. Seketika padam.
Pangestu berada di kondisi sama sekali tidak menguntungkan. Sigit Wiguna bukan dari keluarga miskin, tapi berada. Profesi dosen hanya sampingan.
Keluarga Wiguna memiliki usaha hotel, dan bisnis restoran. Yang disokong oleh Mandala, Tama, dan juga Alamsyah.
Ke empat sekawan itu bersahabat, mereka dekat, saling berhubungan baik, tapi hanya keluarga Alamsyah yang tidak terlibat usaha bersama. Keluarga konglomerat itu berdiri diatas kaki sendiri.
Sulit membawa kasus Maheswari ke meja hijau. Lawan tangguh, bukti kurang, terlebih Eswa dalam keadaan depresi, ia pun memiliki kekurangan.
***
Zainal memboyong seluruh keluarga dan sebagian para pekerja untuk tinggal di rumah singgah, yang terletak jauh di belakang bangunan panti asuhan ‘Ibu Ayu’.
Di tengah kebimbangan, antara memilih mempertahankan atau meluruhkan sang janin, dikarenakan Eswa harus menjalani pengobatan bukan cuma terapi, juga diwajibkan mengonsumsi obat-obatan. Namun, hal tersebut membahayakan bayinya. Tiba-tiba naluri keibuan Eswa muncul.
Pada waktu itu, Eswa tengah berdiri, memandang hampa pada kerumunan anak laki-laki bermain bola. Saat tendangan melesat, Eswa berbalik, tangannya memeluk perut , dan bola tersebut menghantam punggungnya.
Dari sanalah keluarga Pangestu mengambil kesimpulan, bila Eswa menyayangi bayinya.
Sebisa mungkin Pangestu menyembunyikan kebenaran, keberadaan Maheswari dan janinnya. Menghapus nama si bungsu dari universitas di mana dia berkuliah. Menghilangkan jejak.
***
Tiba waktunya persalinan, Selina melahirkan sepasang bayi kembar yang di beri nama ‘Adisty Pangestu’, dan ‘Anggara Pangestu.’
Dua bulan kemudian, tim dokter memutuskan mengeluarkan janin Eswa lebih cepat dari hari kelahiran normal, dikarenakan kondisi mental sang ibu semakin memburuk, ada tanda-tanda perilaku hendak menyakiti diri sendiri.
Lahirlah bayi cantik melalui operasi Caesar, ‘Sahira Maheswari Pangestu’. Nama yang dipilihkan oleh sang kakek.
Selina yang merawat Sahira, menyusui, memberikan kasih sayang sama porsinya seperti anak kandung.
Sementara Eswa, menjadikan rumah sakit layaknya rumah kedua baginya. Dia tak pernah sembuh, hidup didalam dunia yang diciptakan sendiri olehnya.
Ketika Sahira menginjak umur 6 tahun, Zainal tutup usia. Setelah menyerah melawan kanker hati.
Semenjak pengakuan Maheswari, keluarga Pangestu tak lagi sama. Mereka hidup dalam bayang-bayang rasa bersalah, penyesalan, dan dendam.
Zainal menyibukkan diri, tenggelam dalam dunia bisnis, agar suatu saat bila memiliki kesempatan membalas, Pangestu lebih dari siap.
Sahira, Adisty, Anggara, di didik dengan pola berbeda dari orang tua mereka, dibentuk memiliki kepribadian sulit ditebak, tenang, tidak gegabah. Karakter mereka kuat, mengetahui jelas mana teman dan lawan, tidak segan-segan bertindak tegas.
Tidak ada yang ditutupi dari Sahira, dia mengetahui masa kelam ibu kandungnya, semua dijabarkan detail, jujur, dengan bukti terpampang nyata. Video pengakuan di ruangan psikolog.
Gadis kecil itu tumbuh menjadi kuat, cerdik, licik, manipulatif, hati nuraninya mati ikut terkubur bersama jasad sang ibu, yang meninggal setelah menyayat nadi di hotel di mana dulu dia diperkosa.
Maheswari memilih menyerah, dia bunuh diri. Sebelum memutuskan mengakhiri hidup, terlebih dahulu menandatangani berkas penting di rumah sakit besar.
.
.
Kini sosok yang hidup dalam penderitaan, rasa sakit tak bertepi itu tengah menatap penuh kerinduan pada gundukan tanah, di mana orang terkasih mereka tertimbun di dalam sana.
"Kalau semua ini telah berakhir, pihak yang sama sekali tak bersalah adalah keluarga Alamsyah. Apa kau tetap ingin mempermainkan perasaan mereka, Sahira?" Adisty menatap lekat sepupu sepersusuannya.
"Anggap saja sebagai bentuk rasa terima kasih. Karena donor kornea dari Ibu Eswa, Thariq dapat melihat kembali."
"Sepadan kah ...?"
.
.
Bersambung.
jd knpa bsa mual2,dn d prjelas sma anggoro itu kehamilan?/Doubt/
Aku padaKuuuuuuu.....
readers : Aku padamu Jum... bukan pada'ku...
pokoke Aku padakuuuuuuuuu
Jumi : klo Aku pada'mu tar Bang Agam minta cerai lagi., gak akh...
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣