Setelah kembali dari luar negeri, Keira Adelina Oliver terpaksa harus menikah dengan seorang pria asing untuk membantu perusahaan ayahnya yang diambang kebangkrutan.
Xavier Grayson Chester seorang pria tua berumur 34 tahun, dibuang oleh keluarganya setelah kecelakaan mobil yang dialaminya. Yang mana membuat kedua kakinya menjadi lumpuh. Dan sebagai imbalan atas kerja kerasnya, keluarganya mencarikannya seorang istri untuk menemaninya di pengasingan.
Dan bagaimana jika seorang wanita yang mirip dengan Keira muncul di tengah-tengah pernikahan mereka.
Apa hubungannya?
penasaran dengan ceritanya? yuk baca.
jangan lupa like and comment ya 🥰
ini karya ku yang pertama, jika ada kesalahan mohon maaf.
Terima kasih 🙏🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selenophile, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Keesokan paginya, matahari bersinar cerah di langit biru menyinari bumi. Keira yang merasa terganggu oleh sinar matahari yang masuk melalui jendela transparan hanya mendengus kesal, dia menutupi kepalanya menggunakan selimut lalu mengganti posisi tidurnya membelakangi jendela.
"Keira, kamu harus bangun ini sudah pagi."
Xavier menghela nafas tak berdaya melihat istrinya tak mau bangun. Dia membentangkan selimut yang menutupi seluruh tubuh Keira, lalu mengusap lembut rambut halus Keira, membujuknya untuk bangun.
"Sayang, bangun,"bujuk Xavier dengan nada hangat.
"Engh…aku masih ingin tidur Mas," racaunya dengan suara serak dan lemah.
Saat ini dia benar-benar ingin tidur dan tidak ingin bangun dari ranjangnya. Badannya juga entah kenapa terasa panas dan pusing.
Merasa ada yang tidak beres dengan istri kecilnya, Xavier membalikan tubuh Keira dan melihat wajahnya yang memerah secara tidak normal. Untuk memastikan dugaannya, dia menempelkan tangan besar di kening Keira dan alangkah terkejutnya saat dia merasakan suhu tubuh Keira yang sangat panas.
"Astaga! Keira badan kamu panas!" paniknya dengan raut wajah khawatir.
"Mas akan telpon Dokter untuk ke sini."
Xavier dengan cepat mengambil ponselnya lalu menghubungi nomor Dokter pribadinya. Setelah berdering beberapa detik, akhirnya panggilannya dijawab.
"Cepat datang ke sini, jangan lama," perintahnya dingin langsung memutus sambungan telepon secara sepihak.
"Dokternya akan segera datang ke sini kamu tunggu sebentar ya," ucap Xavier sangat lembut.
Matanya penuh rasa kekhawatiran saat melihat keadaan Keira yang terlihat lemah. Tangannya mengusap kepala Keira, lalu membawa tubuh kecilnya ke dalam pelukannya.
"Kenapa kamu bikin Mas khawatir, bukankah kemarin baik-baik saja, hm?" ujarnya prihatin lalu mencium kening Keira penuh kasih sayang.
Keira perlahan membuka matanya yang terasa berat, dan melihat wajah Xavier yang penuh kekhawatiran berada sangat dekat dengannya.
Hatinya terasa hangat saat ada seseorang yang sangat peduli pada dirinya, ternyata seperti ini rasanya diperhatikan. Ini adalah pertama kalinya seseorang mencemaskannya. Karena, setelah ibu pergi meninggalkannya, dia harus belajar cara mengurus dirinya sendiri dan juga adiknya yang saat itu masih kecil.
Sedari kecil Ayah tidak pernah peduli pada mereka. Saat kematian ibu juga, ayah tidak pernah menampilkan raut wajah sedih ataupun rasa kehilangan. Yah, bagaimanapun dia tau orang tuanya menikah bukan karena atas dasar cinta, tapi karena perjodohan paksa yang dilakukan oleh keluarga masing-masing.
"Terima kasih. Dan maaf telah membuatmu khawatir, tapi aku baik-baik saja, aku hanya perlu istirahat sebentar nanti juga akan sembuh sendiri," ucapnya lemah.
Keira tau tentang kondisi tubuhnya sendiri. Setiap kali dia merasa tidak enak badan atau sakit, Keira hanya membaringkan tubuhnya dan beristirahat sebentar.
"Tidak apa-apa, Dokter akan segera datang kamu tidur saja sebentar."
"Em." Keira kemudian memejamkan matanya sambil mencari posisi nyaman dipelukan Xavier.
......................
"Setelah saya memberikan suntikan, nanti panasnya akan turun. Tunggu saja."
Setelah memberitahukan bagaimana kondisinya, Dokter itu membereskan peralatan-peralatannya.
"Dan juga biarkan pasien untuk istirahat jangan diganggu," peringat Dokter itu.
Xavier mengangguk serius dan berkata sungguh-sungguh, "Ya, terima kasih."
Melihat istrinya tidur nyenyak dan sudah diobati, Xavier akhirnya bisa menghela nafa lega dan beban di hatinya juga sudah hilang.
"Ibu harus sembuh, jika ibu sakit Shaka merasa sedih."
Shaka menggenggam tangan ibunya lalu mengusapkannya ke pipi , wajah kecilnya yang gemuk penuh kekhawatiran dengan sisa air mata di pelupuk matanya yang bulat. Saat dia tau kalau ibu sakit, dia langsung berlari sambil menangis karena takut ibunya kenapa-kenapa.
"Ayo Shaka kita pergi, biarkan ibu istirahat," ajak William.
Dia juga sangat khawatir saat mendengar kakak iparnya sakit. Namun, dia tidak menunjukkannya di permukaan.
William ingin mengambil tangan Shaka untuk bangun dan mengajaknya keluar. Namun, Shaka dengan cepat menghindari tangan pamannya, dia semakin erat memeluk tangan ibunya dan tidur di sisi ibunya.
"Shaka ingin menemani Ibu di sini. Bolehkan Ayah, Shaka janji gak akan ganggu ibu." Shaka meminta izin pada ayahnya dengan wajah memelas dan penuh tekad.
"Ya, tapi jangan ganggu ibumu istirahat," peringat Xavier dingin dengan tatapan tajamnya.
"Shaka janji, terima kasih ayah."
"En, ayo kita keluar."
...°°°°°°...
Ruang kerja.
"Aku tidak menyangka ternyata wanita cantik itu adalah istrimu."
"Yah…seharusnya aku sudah tau sih saat melihat rumah ini."
"Lalu jika dia bukan istriku, kamu mau apa?" tanya Xavier dingin matanya yang gelap menatap pria di depannya dengan tatapan tajam seperti elang.
Pria itu tersenyuman smirk, iris matanya yang berwarna coklat terang penuh kelicikan dan rasa keinginan yang kuat.
"Tentu saja menjadikannya wanitaku, tak peduli jika dia sudah memiliki pacar ataupun suami, aku akan merebutnya."
"Tapi maaf dia sudah menjadi wanitaku," ucap Xavier dengan arogan menyatakan kepemilikannya yang posesif.
"Jika aku merebutnya darimu…bagaimana?" canda pria itu menatap Xavier dengan seringai di bibirnya yang seksi.
"Berani!" ancam Xavier tajam penuh peringatan, auranya yang dingin membekukan ruang kerja.
Xavier melemparkan belati tajam yang tersembunyi ke arah pria di depannya, matanya yang dalam penuh dengan niat membunuh.
Keenan yang dilemparkan belati tajam, dengan gesit dan reflek yang cepat langsung menghindar. Meneguk ludahnya kasar, dia menatap belati yang sudah tertancap kokoh di tembok.
Tidak sia-sia juga dia belajar bela diri bersama teman-temannya, jika saja dia tidak dapat menghindari belati itu, mungkin nasibnya akan sama seperti tembok di belakangnya.
Pria itu adalah Keenan yang pernah bertemu dengan Keira sebelumnya, dia juga merupakan salah satu anggota dari SEVEN KILLER yang berprofesi sebagai dokter jenius, yang banyak dicari oleh semua orang kalangan atas untuk dijadikan sebagai dokter pribadi.
Seberapa tinggi pun biayanya mereka akan sanggup untuk membayarnya, asalkan dokter jenius itu mau menjadi dokter pribadi mereka yang hanya mengabdi kepada mereka saja.
Bahkan rumah sakit terkenal pun ikut menawarinya untuk bekerja di rumah sakit mereka, dan menjadikannya sebagai direktur utama rumah sakit mereka.
Namun, Keenan menolak semua tawaran mereka yang sangat menggiurkan. Dia tidak ingin terkekang oleh peraturan mereka, dia hanya ingin menjalaninya sesuai dengan keinginan dirinya sendiri. Lagi pula, tujuan dia pulang ke Indonesia adalah untuk mewarisi rumah sakit yang didirikan oleh orang tuanya.
"Bos aku hanya bercanda, lagian mana berani aku merebut wanitamu."
"Bercanda atau tidak, jika ada yang berani mengambil wanitaku dariku, saya akan langsung membunuhnya," ancamnya dengan niat membunuh dimatanya yang gelap dan penuh permusuhan.
Keenan bergidik ngeri, untungnya dia tidak terlalu dalam menyukainya. Dan untung saja kemarin dia mengantarnya ke rumah, rumah yang sangat tidak asing baginya.
Tapi, yang sangat mengherankan baginya. Kapan Bos mempunyai anak yang seumuran dengan anaknya. Setaunya kehidupan Bos sangat bersih tidak pernah bermain wanita