Jika kamu mau bermain api, berarti kamu harus siap untuk terbakar, karena jika api asmara sudah berkobar akan sulit untuk mematikannya.
Dan jika kamu berani untuk menyakiti, berarti harus siap untuk disakiti, ini bukan soal Karma, tapi itu hasil dari apa yang pernah kamu tanam.
Pertukaran pasangan adalah hal yang tidak wajar dilakukan, namun Embun Damara dan Arsenio Hernandes terpaksa melakukannya, karena desakan dari pasangan masing-masing.
Namun siapa sangka, yang awalnya mereka menentang keras dan merasa tersakiti, kini butir-butir cinta mulai bersemai dihati mereka masing-masing, walau masih ragu, tapi rasa sayang dan cinta diantara mereka mengalir begitu saja seiring berjalannya waktu. Padahal perjanjian mereka hanya bertukar pasangan selama satu bulan saja.
Akankah cinta mereka akan kekal sampai nanti, atau harus putus karena masa perjanjian sudah selesai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iska w, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26.Teledor?
Akhirnya acara Gathering Kantor pun sudah berlalu dan semenjak kejadian itu hubungan Arsen dan Embun semakin dekat dan seolah tak terpisahkan.
Bahkan dalam minggu-minggu terakhir permainan pertukaran pasangan ini, Embun tak lagi perduli dengan kekasih aslinya, dia seolah sudah larut dalam hubungan barunya dan mulai bisa beradaptasi dengan Arsen dengan sikap dan kebiasaan setiap harinya.
Akhir-akhir ini bukan Arsen dan Embun lagi yang sering terbakar api cemburu atau sakit hati karena gaya pacaran Bagas dan Nevika yang seolah melupakan batasan mereka sebagai pacar sementara, melainkan Bagas dan Nevika sendiri yang seolah merasa iri karena keduanya terlihat harmonis dalam segala hal, apalagi mereka punya kegiatan yang sama, dan jabatan yang hampir setara, jadi di Kantor mereka sering terlihat berdua.
"Nona Embun, bisa ke ruangan saya sebentar?" Setelah para ketua divisi selesai meeting, Arsen mendekati Embun dan berbicara seolah sebagai rekan kerja di Kantor.
"Maaf pak, saya sibuk!" Jawab Embun dengan wajah yang tak kalah datar, dia sengaja melakukan hal itu untuk sekedar bercanda saja, bahkan dia sudah tidak takut lagi jika Arsen memasang wajah marah sekalipun, karena dia sudah bisa menjadi pawangnya kali ini.
"SAYANG!" Arsen langsung menarik tubuh Embun dan mengungkung tubuh Embun didinding ruangan itu dengan mata yang sudah melotot kesal.
"Ahehe... bercanda doang Pak Arsenio Hernandes, gitu aja marah?" Jawab Embun yang langsung memeluk perut Arsen yang terlihat sispek itu, Arsen hanya menggunakan kemeja putih dan dimasukkan kedalam celananya saja, hanya sederhana namun terlihat begitu mempesona karena memang postur tubuhnya yang tinggi dan berotot.
"Kamu sudah mulai berani sekarang ya?" Arsen mencubit gemas kedua pipi Embun.
"Kalau iya emang kenapa? mau marah denganku, ayo silahkan?" Embun bahkan seolah menantang kekasih sementaranya itu.
"Ayo ikut ke Ruanganku, biar aku kasih hukuman kamu!"
Semakin tertantang, Arsen malah semakin sayang, dia bahkan sudah melupakan kedekatannya dengan Nevika.
Apalagi dengan perhatian Embun yang tak pernah kurang-kurang untuk dirinya, membuat Arsen merasa sangat nyaman, bahkan dia sudah mulai sering tertawa karenanya.
"Jangan sekarang, aku harus meeting dengan rekan satu divisiku dulu, soalnya ada projek baru yang harus segera kami tangani." Embun sudah bisa menebak apa yang akan dilakukan oleh Arsen, karena akhir-akhir ini sikapnya sering berubah manja sekali saat bersamanya, seolah es balok yang ada didalam tubuhnya mencair seketika.
"Ya sudah, tapi istirahat nanti kita makan diluar Kantor ya, aku sudah pesan tempat disalah satu Kafe yang terkenal enak sekali makanannya." Ucap Arsen sambil menautkan kening mereka, untung saja hanya tinggal mereka saja yang ada di ruangan itu.
"Aduh.. apa tidak bisa dibatalkan?" Embun langsung menurunkan bahunya, dia memnag ingin sekali berdua dengan Arsen, namun dia sudah ada janji temu terlebih dahulu sebelumnya.
"Kenapa harus dibatalkan?" Wajah Arsen langsung terlihat cemberut, bahkan dia langsung melepas paksa kedua tangan Embun yang melingkar di pinggangnya, karena memesan tempat di Kafe yang lagi hits itu tidak mudah, harus beberapa hari sebelumnya baru dapat tempat.
"Aku ada janji dengan salah satu klien yang akan bekerja sama dengan projek perusahaan kita yang baru, dan nggak mungkin aku batalkan begitu saja." Embun pun tidak tega sebenarnya, namun ini urusan pekerjaan, dan dia pun yakin Arsen akan memakluminya.
"Sayang sekali, padahal aku sudah dari kemarin pesan tempat itu, karena selalu rame kalau jam makan siang?" Bahkan Arsen langsung membuang arah pandangannya, karena menyayangkan hal itu, padahal awalnya dia ingin membuat surprize dengan Embun.
"Maaf ya, harusnya kamu tanya dulu kemarin." Jawab Embun sambil menangkupkan kedua tangannya diwajah Arsen agar melihat kearahnya.
"Aku kira kamu suka surprize, karena perempuan biasanya suka kalau dikasih kejutan." Walau dengan suara kesal namun sebenarnya Arsen suka Embun membujuknya seperti itu, lain halnya saat dia bersama Nevika, sudah dapat dipastikan kalau Arsen yang akan mengemis kata maaf walau bukan dia penyebabnya.
"Aku bukan Nevika, jadi nggak perlu yang begitu-begituan." Embun kembali memeluk pinggang Arsen dan mendongakkan wajahnya kearah wajah Arsen yang memang menjulang tinggi diatasnya
"Trus gimana dong, pokoknya aku pengen makan diluar sama kamu hari ini?" Sehari saja Arsen tidak manja-manjaan dengannya, rasanya ada saja yang kurang dalam kesehariannya.
"Kalau ditunda aja gimana?" Embun memberikan pilihan lain, karena dia pun sebenarnya bahagia bisa ngobrol bareng dengan Arsen walau hanya sekedar menceritakan kegiatan mereka di Kantor hari itu, karena rasa lelahnya seolah bisa terobati jika sudah bertemu diluar jam kerja.
"Jadi jam berapa?" Tanya Arsen kembali, sambil memainkan rambut Embun yang lurus memanjang itu.
"Sore aja, sepulang kerja gimana?" Dia tidak akan tega membuat Arsen bersedih, karena Arsen juga tidak pernah melakukan hal yang membuat dia kesal, apalagi membebankan dirinya seperti Bagas.
"Ya udah nggak papa, urusan pekerjaan memang lebih penting, nanti aku pesan tempat yang baru saja." Arsen tahu betul bagaimana pekerjaan Embun, karena dia juga berada diposisi yang sama dengan Embun.
"Trus pesanan tempat siang ini gimana, pasti nggak mudah kan booking tempat di Kafe ternama seperti itu?" Tanya Embun yang sebenarnya juga kasian, tapi tidak tahu harus bagaimana.
"Batalkan saja, nanti bisa aku ganti pesen makanan yang lainnya saja disana, untuk masalah itu jangan kamu pikirkan, itu tidak seberapa, yang penting pekerjaan kamu beres dan kita bisa kencan diluar." Arsen mengacak rambut Embun saat dia memainkan kancing bajunya.
"Okey, kalau begitu aku siap-siap dulu ya, kamu share aja alamat tempatnya nanti, sampai jumpa pulang kerja." Setelah semua clear dia segera kembali ke mode kerja, karena kalau mereka melanjutkan bermesraan di Kantor tidak akan ada habisnya.
"Nggak mau bareng aja?" Pinta Arsen yang kembali berdecak.
"Takutnya nanti aku nggak balik Kantor, jadi sekalian langsung aja janjian disana." Embun belum bisa menentukan jam berapa dia pulang nanti.
"Ya sudahlah, hati-hati ya."
"Bye."
Mereka berdua akhirnya kembali ke meja kerja masing-masing hingga saat tiba waktunya Embun berangkat untuk kerja diluar Kantor.
"Maaf apa anda Embun?"
Setelah beberapa saat Embun menunggu, ada seorang pria tampan yang memakai setelan jas berwarna biru dongker mendekat kearahnya.
"Ya.. selamat siang pak?" Embun langsung bangkit dan membungkukan tubuhnya dengan hormat.
"Apa kamu sudah melupakanku?" Tanya pria itu sambil menatap jengah kearah Embun.
"Maaf apa bapak wakil dari perusahaan Wijaya Group?" Dan hal itu berhasil membuat Embun kebingungan sendiri, padahal menurutnya dia baru bertemu untuk yang pertama kali dengannya.
"Yup, namaku Mirza Ozawa dan lebih tepatnya aku adalah teman satu bangkumu disaat kita kelas satu SMA dulu." Jawabnya sambil menarik kursi dan duduk dengan santainya didepan Embun
"Nggak mungkin, Mirza yang aku kenal tidak sepertimu." Embun langsung tersenyum miring sambil memperhatikan postur tubuhnya dari atas sampai bawah.
"Lalu seperti apa?" Tanya pria itu kembali yang seolah merasa kesal dengan tanggapan dari Embun.
"Mirza temanku dulu orangnya Gendut sekali, pipinya kayak bakpao, pake kaca mata tebalnya minta ampun, kulitnya sawo matang, trus wajahnya jerawatan juga." Jelas Embun dengan panjang lebar.
"Lalu apa tidak ada sisi positifnya dari dia?" Dari suara pria itu sudah bisa dipastikan kalau dia sedikit tersinggung.
"Ada, walau dia jelek tapi baik hati orangnya, pintar lagi, sering bantuin aku ngerjain PR karena aku orangnya pelupa, itu kenapa dulu aku dekat dengannya." Jelas Embun dengan senyum manisnya saat mengingat masa-masa sekolah dulu.
"Jadi kamu sengaja memanfaatkannya?" Pria itu langsung bersidekap dan menatap jengah kearah Embun.
"Dia aja nggak protes, kenapa kamu yang marah?" Celetuk Embun dengan santainya.
"Dia punya tanda lahir nggak?"
"Punya, ada tanda lahir besar dibelakang lehernya." Jelas Embun setelahnya.
"Nah.. Lihatlah!" Dan pria berambut gondrong itu seketika langsung mengikat rambutnya dan memperlihatkan tanda lahirnya tepat dibelakang leher.
"Astaga TOMPEL!" Teriak Embun yang langsung percaya, karena tidak semua orang punya tanda lahir yang sama dengan teman SMA nya dulu itu.
"Aish... kenapa kamu sebut lagi nama itu!" Walau ngedumel namun sebenarnya dia sangat bahagia saat bertemu Embun setelah sekian lamanya berpisah.
"Ya ampun, kamu kok jadi beda banget, wajah kamu kinclong amat, jerawatmu sampai nggak berbekas, pake skin care apaan? trus lemakmu yang satu kwintal itu kamu kemanain? ini rambut gondrong begini jadi kayak boyband tau nggak, kok bisa kamu berubah total begini, coba jelaskan Tompel, jangan diam saja!" Embun bahkan langsung bangkit dan berjalan mendekat kearah Mirza untuk menilai dirinya dari atas sampai ke ujung kaki.
"Gimana gue mau ngejelasin, kamu nanya kayak rel kereta api, nyambung terus nggak pake jeda." Umpatnya sambil menyentil kening Embun.
"Ahehe... aku kaget banget sumpah, kayak nggak percaya kamu bisa jadi sekeren ini loh?" Tawa Embun pun menggelegar disana.
"Hidup itu maju, masak iya mundur, kalau ada uang apapun bisa terjadi." Jawabnya dengan sombong, karena jaman sekarang memang begitulah kenyataan yang ada.
"Gilak, sombong amat!"
"Kenapa, apa kamu menyesal karena tidak mau menjadi pacarku dulu?" Ledek Mirza dengan senyum manisnya.
"Iya aku menyesal sekali." Ucap Embun yang seolah memasang wajah memelas.
"Cuih.. siapa suruh kamu dulu hanya mandang fisik, setelah aku pindah keluar negri uang yang berbicara, jadi kelar semua!"
"Heleh, aku menyesal karena harus bekerja sama dengan kamu hari ini." Teriak Embun sambil memukul lengan Mirza dengan gemas.
"EMBUN, awas kau ya!"
"Ahahahaha... orang punya jalan masing-masing Tompel, lagian kita berteman cuma satu tahun, setelah naik kelas kan kamu sudah pindah, nggak nyangka kita bisa ketemu lagi hari ini." Embun tidak pernah bisa marah dengan pria itu, karena memang mereka sering bercanda dulu.
"Hehe... ternyata kamu tak jauh berbeda dari sepuluh tahun yang lalu, masih asyik aja diajak ngobrol?"
"Kita bahas masalah pekerjaan dulu, nanti kalau sudah kelar kita ngosip lagi, kamu udah nikah belum?" Embun langsung mengeluarkan Tab miliknya untuk membahas soal pekerjaan.
"Belum, aku masih jomblo bebas, jadi kalau kamu berminat bisa langsung chat me, right?" Jawab Mirza dengan tampang yang terlihat serius.
"Nggak sekalian cek inbok, biar kayak orang jualan online?" Ledek Embun dengan asal.
"Ahaha... aku barang langka, limited edition, jangan ngawur kamu!" Tawa Mirza pun ikut menggelegar jika sudah ngobrol begini dengan Embun.
"Eleh, wajah modal permakkan aja sombong amat!" Hujat Embun tanpa hentinya.
"Kita lanjut nanti debatnya, simpan dulu tenagamu sebelum aku membalasmu, sekarang kita selesaikan dulu pekerjaannya, okey!"
"Siap Boskuh!"
Akhirnya tanpa melihat jam, Embun dan Mirza larut dalam pembahasan mereka, setelah pekerjaan selesai mereka ngobrol sambil makan dan tertawa sepuasnya saat mengenang masa lalu mereka yang penuh dengan kisah canda tawa. Hingga Embun melupakan janjinya kepada Arsen.
"Kemana Embun, jam Kantor bahkan sudah selesai satu jam yang lalu, kenapa dia belum juga datang, mana ponselnya nggak aktif lagi."
Sudah hampir tiga gelas Arsen memesan minuman di Kafe itu, karena masih menunda menu makanan utamanya sebelum Embun datang, namun Embun tak juga muncul di Kafe itu. Bahkan hingga bulan mulai bersinar terang dilangit, tapi Embun tetap tak kunjung datang.
"Permisi Mas, Kafenya sebentar lagi sudah mau tutup, apa Anda masih mau menunda menu utama yang anda pesan?" Tanya Pelayan Kafe itu dengan wajah yang sudah terlihat masam karena sedari tadi sudah menunggu Arsen.
"Aish... kalau begitu bungkus saja semua Mbak, aku bayar sewa tempat duduk juga sampai jam ini." Arsen pun paham, dia tidak sepelit itu kalau soal uang.
"Baik pak, silahkan menuju ke Kasir, kami akan segera menyiapkan pesanan Anda." Ucap Pelayan itu yang langsung meninggalkan meja Arsen.
"Embun, kamu kemana sayang?"
Setelah beberapa kantong makanan dia masukkan kedalam mobil, Arsen berinisiatif untuk menunggu kepulangan Embun di Rumahnya saja.
Berpuluh-puluh pesan sudah dia kirim, namun satupun tak ada yang dibalas, semua pesannya ceklist karena nomornya tidak aktif.
Namun betapa terkejutnya seorang Arsen, begitu dia sampai didepan rumah Embun dan melihat Embun sedang bersenda gurau dengan seorang pria tampan disana, bahkan wajahnya terlihat sangat bahagia.
"Aish! ternyata dia tak jauh beda dengan Nevika!" Umpat Arsen dengan geram.
Brak!
Brem
Brem
Cekit!
Dengan emosi yang sudah membara Arsen membanting pintu mobilnya dan langsung menyalakan mobilnya dengan mengembor-gemborkan gas mobilnya terlebih dahulu, sebelum dia meninggalkan halaman rumah Embun.
"Astaga, apa itu ARSEN!"
Embun baru tersadar kalau dia sudah melupakan janjinya dengan Arsen. Dan saat dia berlari kehalaman rumahnya, ternyata mobil Arsen susah melesat jauh, pergi dari rumahnya.
"Mirza, kamu bawa saja mobilku untuk pulang, besok biar aku yang bawa mobilmu dari Bengkel, maaf aku harus pergi sekarang." Embun berlari dan mengambil tas miliknya.
"Kamu mau pergi kemana dan itu tadi siapa?" Tanya Mirza yang langsung kebingungan.
"Lain kali aku ceritain okey, tinggalkan kunci mobilmu, aku pergi dulu, bye!"
"Tapi Embun, woi!"
Embun sudah tidak memperdulikan sahabat lamanya itu kembali, dia benar-benar merutuki keteledorannya kali ini, karena dia terlalu asyik bercanda saat mengenang masa lalu dia jadi melupakan janjinya dengan Arsen dan sudah bisa dipastikan Arsen akan marah besar kali ini, bahkan mungkin tidak main-main, apalagi saat melihat dirinya bersama pria lain dirumahnya, walau semua itu ada alasannya.
Terkadang kita diuji, bukan untuk menunjukan kelemahan yang kita miliki, akan tetapi untuk menemukan kekuatan yang sebenarnya kita miliki.