NovelToon NovelToon
Nikah Ekspres Jalur Ekspedisi

Nikah Ekspres Jalur Ekspedisi

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Dijodohkan Orang Tua / Slice of Life
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Kara_Sorin

Namira, wanita karier yang mandiri dan ambisius terpaksa menjalani pernikahan paksa demi menyelamatkan nama baik dan bisnis keluarganya. Namun pria yang harus dinikahinya bukanlah sosok yang pernah ia bayangkan. Sean, seorang kurir paket sederhana dengan masa lalu yang misterius.
Pernikahan itu terpaksa dijalani, tanpa cinta, tanpa janji. Namun, dibalik kesepakatan dingin itu, perlahan-lahan tumbuh benih-benih perasaan yang tak bisa diabaikan. Dari tumpukan paket hingga rahasia masalalu yang tersembunyi. Hingga menyeret mereka pada permainan kotor orang besar. Namira dan Sean belajar arti sesungguhnya dari sebuah ikatan.
Tapi kalau dunia mulai tau kisah mereka, tekanan dan godaan muncul silih berganti. Bisakah cinta yang berbalut pernikahan paksa ini bertahan? ataukah takdir akan mengirimkan paket lain yang merubah segalanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kara_Sorin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25_Aku yang Akan Melindungimu

Pagi itu langit mendung, seakan mengerti beratnya beban yang tengah dipikul banyak hati. Di antara jalanan kota yang sibuk, Nina berjalan cepat sambil menelpon, suaranya panik dan penuh cemas.

"Sean... tolong angkat," gumamnya, sambil terus mencoba menghubungi nomor pria itu yang tak kunjung aktif.

Setelah semalam mendapatkan kabar bahwa Namira pingsan saat acara konferensi pers, Nina nyaris tidak tidur. Wajah sahabatnya yang pucat dan lelah terus menghantui. Ia tahu, ini bukan sekadar kelelahan fisik. Ini luka yang terlalu dalam dan mungkin, terlalu sunyi.

Tanpa ragu, ia memutuskan pergi mencari Sean ke kantor Anter Logistik. Namun sebelum sampai ke tempat yang ia tuju, langkahnya terhenti ketika melihat seseorang berdiri di depan pintu kantor logistik yang sibuk menelepon seseorang. Ia menggerutu dan menggumamkan nama Sean berkali-kali.

"Apa kamu kenal Sean Mahendra?" tanya Nina.

Pria itu menoleh. Tatapannya serius, wajahnya tampak letih.

"Ya, aku Anton sahabatnya Sean. Sesama rekan kurir. Kamu?”

“Aku Nina, sahabat Namira. Apa kamu tahu dimana Sean? Ini benar-benar urgent.”

"Aku juga sedang mencarinya. Aku tidak tahu harus mulai dari mana, tapi... entah kenapa, aku merasa kamu akan muncul."

Mereka saling pandang, dan sekejap kemudian keduanya tertawa kecil di tengah kecemasan.

"Aku tahu tempat Sean biasanya pergi kalau dia sedang hancur," kata Anton setelah jeda.

Nina mengangguk mantap.

"Ayo kita cari dia bersama."

Mereka menemukan Sean di sebuah sudut sepi dekat salah satu apartemen yang cukup mewah. Sean sedang duduk di bangku taman, menatap kosong ke arah danau buatan di depannya.

"Sean!" seru Nina, menghampiri.

Sean menoleh. Wajahnya tampak lebih tirus dari terakhir kali mereka bertemu. Ada mata sayu yang penuh luka.

"Kamu kenapa di sini?" tanya Anton, duduk di sampingnya.

Sean tak langsung menjawab. Ia hanya menatap tanah, membiarkan keheningan menyelimuti mereka sejenak.

"Aku pikir dia membohongiku, Ton. Aku pikir dia mempermainkanku," lirihnya.

Nina duduk di sampingnya, menatap langsung ke matanya.

"Sean, dengarkan aku baik-baik. Namira tidak seperti yang kamu lihat di berita."

Sean menoleh.

"Apa maksudmu?"

Lalu Nina menjelaskan semuanya. Tentang jebakan Bima. Tentang Namira yang berusaha kabur. Tentang wartawan yang salah paham. Tentang tekanan dari keluarga. Tentang cinta yang ia tahan sendiri.

Nina menambahkan dengan tegas.

"Dia hampir menjadi korban, Sean. Tapi dia memilih melawan dan yang lebih gila lagi, dia tetap memilih untuk tidak membebanimu dengan semua itu."

Sean mendongak. Matanya membulat.

"Dia... melindungiku?"

Nina menatapnya dalam.

"Ya, Sean. Selalu. Bahkan saat kamu marah. Bahkan saat dia sendiri hancur."

Hening sejenak. Lalu Sean berdiri.

"Ayo," katanya mantap.

"Kita ke rumah sakit."

***

Ruangan rumah sakit itu sunyi. Hanya suara detak alat monitor jantung yang memecah keheningan, berdetak pelan seirama dengan napas Namira yang tertidur tak sadarkan diri. Wajahnya pucat, tubuhnya terbaring lemah di balik selimut putih. Cahaya matahari sore menelusup dari sela tirai, menyentuh pipinya yang lembab oleh sisa tangisan yang belum sempat ia bersihkan sebelum tubuhnya tumbang.

Begitu sampai di depan pintu ruangan, Nina berhenti, memegang dada dan mencoba menenangkan dirinya.

"Dia di dalam?" tanya Sean, suaranya hampir bergetar.

Nina mengangguk pelan.

"Dia pingsan saat akan konferensi pers. Tekanan batin dan kelelahan... semuanya menumpuk."

Sean membuka pintu pelan. Begitu melihat Namira terbaring di atas ranjang rumah sakit, tubuhnya seketika terasa berat. Langkahnya lambat, tapi pasti. Ia duduk di kursi di samping ranjang. Tangannya perlahan menggenggam tangan Namira yang dingin.

"Apa... yang sebenarnya terjadi?" tanyanya lirih, masih menatap wajah Namira.

Anton memandang Nina. Ia menunduk sejenak, lalu berkata dengan tenang.

"Sebaiknya kamu tahu semuanya, Sean."

Nina menarik napas dalam.

"Bima... dia menjebak Namira. Acara amal itu hanya kedok. Namira tahu niatnya setelah berada di hotel. Bima mencoba menyentuhnya... memaksa..."

Sean mengepalkan tangan, rahangnya mengeras.

"Tapi Namira melawan," lanjut Nina cepat.

"Dia memukul Bima dengan lampu meja. Lalu kabur. Sialnya, ada wartawan yang melihat mereka keluar kamar. Mereka salah paham... dan kamu tahu selebihnya."

Nina melanjutkan lagi, "Dia tidak mengatakan apa-apa padamu karena dia tidak ingin kamu terluka. Tidak ingin kamu terbawa masalah. Dia menyimpan semuanya sendiri, Sean."

Sean menggigit bibir bawahnya, menahan emosi. Tangannya yang menggenggam tangan Namira semakin erat.

"Selama ini aku pikir dia mempermainkanku..."

"Tidak," Nina menggeleng tegas.

"Dia jatuh cinta padamu, Sean. Tapi dia takut. Dia berada di tengah tekanan keluarga, perusahaan, dan masa lalu yang terus menghantui. Tapi satu hal yang pasti... dia tidak pernah ingin kamu terluka."

Sean menghela napas panjang. Matanya tak beralih dari wajah Namira.

"Tapi dia tetap melindungiku," gumam Sean.

"Bahkan saat dia sendiri hampir hancur."

Anton menepuk bahunya.

"Sekarang giliranmu, Sean."

Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Anton dan Nina keluar memberi waktu bagi Sean dan Namira. Sean menunduk.

"Nam-Nam... kamu terlalu kuat sampai kamu lupa kamu boleh lemah. Kamu boleh bersandar. Kamu boleh minta tolong. Tapi kamu memilih menahan semua itu sendiri."

Ia membelai lembut rambut Namira, matanya panas oleh air mata yang tertahan.

"Aku marah. Iya, aku sempat marah. Tapi bukan karena kamu... karena aku bodoh, karena aku tidak cukup peka, karena aku tidak cukup berani untuk melihat kamu lebih dalam. Kamu bukan hanya pewaris perusahaan besar. Kamu bukan hanya wanita cerdas dan elegan. Kamu... wanita yang terus terluka tapi masih memilih melindungi orang lain."

Sean menarik napas berat.

"Aku tidak akan diam lagi. Kamu sudah cukup berjuang sendirian. Sekarang, biarkan aku yang berdiri untukmu."

Ia mengecup tangan Namira perlahan.

"Aku akan bersihkan namamu. Aku akan pulihkan kehormatanmu dan setelah semua ini... jika kamu masih mau... aku ingin kita berjalan bersama. Bukan karena kontrak. Bukan karena keluarga. Tapi karena kita... karena cinta yang layak diperjuangkan."

Di luar ruangan, Anton sedang berbicara serius dengan Nina.

"Ada satu cara untuk membalikkan keadaan," ujar Anton.

Nina mengangkat alis.

"Kamu tahu caranya?"

Anton mengangguk.

"Video hotel. Aku punya kenalan yang bisa mengakses data keamanan hotel. Kalau kita bisa dapat rekaman CCTV dari koridor hotel... kita bisa buktikan Namira dipaksa masuk oleh Bima."

"Kamu serius?" Nina tampak mulai berharap.

"Serius," jawab Anton mantap.

"dan lebih dari itu. Kita harus buat pernyataan resmi. Kita harus lawan Bima dengan hukum."

Nina menggenggam ponselnya.

"Aku akan hubungi pengacara keluarga Namira yang dulu pernah membantu saat kasus pamannya. Dia orang yang bisa dipercaya."

Sean keluar dari ruangan dengan wajah yang berbeda. Tak ada lagi keraguan di matanya. Ketika ia melihat Anton dan Nina, ia langsung berkata, "Aku akan ikut kalian. Kita bongkar semuanya. Kita lawan."

"Baik," jawab Anton.

"Waktunya kebenaran berdiri."

Sean menatap langit senja di balik jendela rumah sakit. Di dadanya ada rasa sakit. Tapi juga ada tekad. Ia tahu, cinta bukan hanya soal kata-kata manis atau sentuhan yang hangat. Cinta adalah keberanian. Cinta adalah keputusan untuk tetap bertahan, sekalipun dunia berkata menyerah. Ia menatap ke arah ranjang tempat Namira berbaring dan untuk pertama kalinya, Sean tidak hanya ingin melindungi dirinya sendiri. Ia ingin melindungi seseorang.

Namira.

Seseorang yang diam-diam telah mengubah arah hidupnya. Seseorang yang membuatnya kehilangan ketenangan, yang selama ini ia jaga mati-matian. Seseorang yang ia cintai.

***

Sementara tim kecil Sean, Nina, dan Anton bersiap mengungkap kebenaran, jauh di sudut kota, seseorang menerima pesan dari Bima:

“Hancurkan semua bukti apapun dan bungkam semua orang tentang masalah di hotel. Bayar siapa pun yang perlu dibayar.”

Permainan belum berakhir. Tapi untuk pertama kalinya, kebenaran mulai mencari jalannya sendiri dan cinta mulai berani menyuarakan kebenarannya.

1
NurAzizah504
jgn takut melawan kebenaran /Good/
NurAzizah504
/Determined//Determined//Determined/
NurAzizah504
semoga kalian baik2 saja
Kara: aamiin 🤲🤣
total 1 replies
NurAzizah504
keliatan bgt sean benar2 yakin kali ini
Kara: harus yakin 😁
total 1 replies
NurAzizah504
eh eh eh
NurAzizah504
akhirnya /Sob/
NurAzizah504
bakalan menggemparkan bgt ini
NurAzizah504
mantap. kalo disebar, pasti bakalan cepat viral
Kara: memanfaatkan opini publik 😂 sebagai senjata
total 1 replies
NurAzizah504
awas kalo ninggalin nam nam lagi
NurAzizah504
syukurlah sean udh sadar /Sob/
NurAzizah504
meleleh aku, makkk
NurAzizah504
sen-sen mu itu lohhh
Author Sylvia
yang sabar ya sean, Namira itu banyak banget yang harus dipikirin.
kl kmu sayang ke Namira, kamu harus ekstra sabar dalam menyikapi Namira.
Author Sylvia
capek banget jadi Namira, keluarganya nggak ada yang peduli sama beban yang ada di pundaknya.
Riddle Girl
ceritanya keren, dari pembawaan, dan alur, bikin pembaca ikut merasakan suasana dalam cerita.
Kara: waah terimakasih sudah mampir dan mendukung ☺
total 1 replies
Riddle Girl
aku kasih bintang 5 ya, Thor. semangat nulisnya/Smile//Heart/
Kara: siap 👌
total 1 replies
Riddle Girl
mawar mendarat, Thor. ceritanya bagus/Smile/
Kara: terimakasih sekali dukungannya❤
total 1 replies
Riddle Girl
waahhh Namira yang biasanya tidak peduli kok bisa penasaran?/Grin//Chuckle/
Riddle Girl
mulut Namira sarkas juga yaa/Sob//Facepalm/
Riddle Girl
bener banget, mah ini. sampai ada kata "Lo cantik, Lo aman.", waduhh kasian orang-orang burik macam saya/Facepalm/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!