Dalam novel Yuna sering membaca tentang perjodohan, dari benci hingga akhirnya saling mencintai.
Namun ia tidak pernah menyaka bahwa kisah tentang perjodohan terjadi kepadanya. Ternyata rasanya campur aduk, cemas dan kebingungan karena belum pernah mengenal satu sama lain. Terlebih lagi Yuna memiliki pujaan hati yang bernama Sunoo, cinta pertamanya.
Pertemuan pertama Yuna dan laki-laki yang di jodohkan olehnya terbilang tidak baik, ada kesalahan disana.
Bagaimana pun Yuna harus menerima perjodohan tersebut, terlebih lagi mereka sudah di jodohkan sejak balita. Meski begitu ia menyadari bahwa tersimpan rahasia terdahulu antara mereka yang tidak Yuna ketahui, selain Jungkook.
Entah rahasia apa yang di sembunyikan Jungkook?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon apriliyakim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
Jungkook menatap layar handphone yang begitu sunyi, tanpa notif dari Yuna. Beberapa kali ia mengembuskan napas gusar, merasakan setiap perpisahan sementara ini. Bagaimana juga ia harus membiarkan Yuna hidup tanpa beban pikiran apalagi jika harus menantikan dia kembali.
"Tuan, tiga puluh menit lagi kita akan sampai." ujar Jimin.
"Baik."
Akhirnya pesawat landing di Amerika Serikat, begitu indah suasana disana. Namun entah kenapa hati Jungkook hampa tanpa sosok Yuna di sampingnya. Membiarkan Yuna kecewa karena dirinya adalah pilihan terbaik, ia takut terjadi apa-apa di negara ini.
"Apakah Nona Yuna akan baik-baik saja tanpa sepatah kata dari Tuan?" tanya Jimin.
Jungkook mengangguk,"Lebih baik dia membenciku dari pada berharap menunggu. Bagaimana kalau aku mati di sini, apakah aku rela melihatnya sedih."
Niat Jungkook memang baik, tapi sebaliknya untuk Yuna. Tapi Jungkook sudah menguatkan segenap hatinya ketika Yuna membenci begitu dalam, benci lebih baik dari mencinta. Jungkook takut membuat Yuna bersedih ketika ia tidak dapat pulang, dalam artian ada hal buruk yang terjadi padanya.
...****************...
Menjalani hari tanpa hadirnya Jungkook membuat Yuna merasa kesepian, jika saja pria itu masih di sini. Apakah Yuna tidak akan kemari?
Betul, malam ini Yuna tengah berada di bar untuk menghilangkan kekecewaan dan rasa benci di hatinya. Hina yang melihat kelakuan Yuna yang berubah, bahkan mengajaknya pergi ke ba**r secara tiba-tiba membuat terheran.
"Ada apa dengan dia ?" gumam Hina bertanya pada dirinya sendiri.
"Kamu tahu, aku benar-benar di campakkan ketika dia berhasil merebut hatiku!" pekik Yuna dengan kesal.
Hina mengerutkan keningnya," Di campakkan oleh siapa? Apa kamu punya kekasih baru?"
Yuna menggeleng,"Bukan! Dia penjahat!"
"Maksud kamu?" tanya Hina.
Ucapan yang Yuna keluarkan tidak meruntut, ia meracau begitu saja bahkan ketika ia di dekati oleh seorang pria, ia hanya meracau tentang rasa sakit.
"Lebih baik kita pulang," ujar Hina yang masih sadar sepenuhnya.
Perlahan Yuna berjalan keluar dari bar , ia masuk kedalam mobil beserta dengan Hina di sampingnya."Apakah kamu akan membawaku ke rumahku?"
"Memangnya kemana? Apa kamu punya rumah lain?" tanya Hina sontak membuat kedua bola mata Yuna terbelalak.
"Rumah kedua? Ah aku benci!" pekik Yuna dengan kesal.
Hina tidak tahu apa yang harus ia lakukan agar Yuna tidak menjadi seperti itu, tapi yang pasti ada masalah yang tersimpan tanpa Hina tahu.
Sesampainya di rumah, Yuna mengeluarkan kunci di dalam tas.
"Yuna, sejak kapan kamu menanam bunga mawar di halaman. Apakah kamu jadi wanita yang rajin?" tanya Hina.
Yuna menggeleng,"Monster besar yang menanamnya."
"Monster besar?"
"Dia sudah pergi, aku sangat membenci dia!!" pekik Yuna.
Kedua sahabat itu kini tertidur pulas di rumah Yuna, sudah lama tidak melihat sekecewa ini kepada seseorang selain masalalunya.
Besok Hina akan bertanya!
Kicau burung yang hinggap di pohon mengeluarkan alunan lagu yang indah, perlahan mata Yuna yang tertutup mulai terbuka. Samar-samar ia melihat pantulan wajahnya di cermin dekat nakas.
"Emm.... Jam berapa ini!"
"Uaaaahh..."
"Pagi Tuan puteri, bagaimana tidurmu? Apakah memimpikan pangeran atau monster?" tanya Hina dengan tawa renyah.
"Hah? Apa?" tanya Yuna dengan linglung.
"Sepertinya sudah lupa ya? Apa mau aku ingatkan lagi? Sejak kapan kamu menanam mawar putih di halaman?" tanya Hina tersenyum geli.
"Bukan begitu, kamu juga tahukan aku suka mawar putih."
"Ehem, lalu?"
"Bukan aku yang menanamnya, tapi seseorang yang menanamnya. Yang pasti bukan siapa-siapa kamu jangan berpikiran yang tidak-tidak." ujar Yuna panik.
Hina tahu bahwa Yuna menyimpan sesuatu, sudah di pastikan nanti akan cerita. Mungkin belum saatnya.
"Ah, sudah jangan di bahas lagi!!!"
"Kamu malu?"
"Diam!!"
"Baik, kalau begitu kita makan dulu. Aku sudah masak sesuatu untukmu."
"Baik."
Yuna masuk ke kamar mandi, ia mencuci wajahnya terlebih dahulu. Namun matanya kembali sendu ketika melihat sebuah handuk kecil tergantung disana.
"Sejak kapan masih tersimpan di sini?" tanya Yuna kesal. Dendam Yuna membara kembali, ia benar-benar benci melihat barang milik Jungkook.
Oh ya, ketika ia tahu bahwa Jungkook meninggalkannya Yuna segera pindah dari apartemen. Percuma ia tinggal disana, hanya luka yang terbekas. Padahal hubungan mereka bisa di bilang baik-baik saja malahan Yuna sudah setuju. Tapi begitulah laki-laki, setelah dapat lalu di buang.
Untung merek belum menikah, jika sudah bagaimana nasib Yuna kedepannya?
Sekitar sepuluh menit di kamar mandi, Yuna segera ke bawah untuk sarapan bersama Hina. Alangkah lebih baiknya, Hina tidak mengetahui hubungan antara Jungkook dan dia. Hampir saja jantung Yuna mau copot ketika Hina bertanya banyak hal.
"Hai puteri, sudah turun?" tanya Hina.
"Apa kamu tidak melihat pembantu di sini?" tanya Yuna.
"Sejak kapan kamu punya pembantu?"
"Bukan, waktu itu aku menyewa pembantu untuk membersihkan beberapa tempat di rumah."
"Lalu sekarang dimana? Jika kamu yang memperkerjakan mereka seharusnya kamu tahu lebih jelas kemana perginya mereka." ujar Hina.
Pupil mata Yuna sontak melebar, mampus sudah!
"Ah, bukan kamu yang menyewanyakan? Sudah aku paham kok. Kekasihmu kan yang menyewakannya?" tebakan Hina tepat sasaran.
"Aghtt..."
...****************...
"Tuan Jungkook, tidak bisa seperti ini. Hubungan kerja antara perusahaan kami harus di putuskan, kami menerima beberapa ucapan yang tidak sedap tentang perusahaan Anda ini." ujar salah satu klien.
Jungkook terus menegas, bahwa itu semu akan segera berakhir karena dia sudah kembali. Namun perusahaan yang bekerja sama dengannya terus memutus hubungan, itu membuat Jungkook keteteran.
"Maaf, kami harus memikirkannya kembali. Ada perusahaan SMT Group yang lebih di bandingkan Anda."
Oh, kini Jungkook tahu alasan kenapa banyak yang berpindah. Padahal kualitas yang di berikan oleh perusahaan sangat baik. Inilah bisnis, yang lemah akan terseret dengan mudah.
Hari-harinya terus di bumbui oleh rasa cemas, takut ia harus kehilangan semuanya. Bagaimana dengan keluarganya yang sudah mengembangkan bisnis ini agar bisa melonjak ke pasaran, kini dalam kritis.
"Tuan bagaimana ini? Apakah kita akan.."
"Diam, hubungi beberapa dewan. Kita harus membicarakan ini dengan jelas."
Setiap hari tanpa tidur membuat Jungkook sakit kepala, tidur hanya tiga puluh menit. Bagaimana lagi? Perusahaan tergantu di tangannya.
"Jungkook!" pekik suara cempreng dari seorang wanita, itu Jessi.
"Hai Jes, kenapa kamu bisa ada di sini?"
"Apa kamu baik-baik saja? Kenapa keadaanmu mengkhawatirkan seperti itu? Mata panda itu sangat hitam." ujar Jessi menyentuh mata Jungkook.
"Bagaimana? Apakah kamu sudah mengatakan apa yang aku suruh? Reaksi Yuna bagaimana?" tanya Jungkook antusias.
Jessi duduk di depan Jungkook,"Hm.. Sepertinya dI tidak mencintamu. Dia menganggap kehilangnmu biasa saja, apakah kalian memang memiliki hubungan?" tanya Jessi.
Jungkook terlihat lesu mendengr itu, memang betul Yuna belum mencintainya. Tapi apakah hari-hari bersama Jungkook tidak menggetarkan hatinya?
"Sudah lupakan saja, kan ada aku!" pekik Jessi meraih pergelangan tangan Jungkook.
Risih, kenapa sikap Jessi jadi seperti ini?
"Silahkan keluar, nanti kita mengobrol lagi. Kali ini aku tidak punya waktu untuk berbincang tidak jelas. Aku sedang banyak pekerjaan."
Jessi terlihat tidak senang mendengarnya, terpaksa ia harus pergi.
Jungkook menghentikan aktifitasnya, ia bangkit perlahan dari kursi kerja. Menatap langit dari kaca transparan di depan, seakan menatap langit yang sama dengan Yuna. Tapi tanpa di sadari begitu pula dengan wanita di seberang sana.
"Apakah ini akhirnya?"