Selain wajah cantik nya tidak ada lagi yang tersisa dari nya kecuali kepolosan.
Mia diperlakukan tidak baik, dan harus menjadi tumbal keserakahan keluarga Ayahnya.
Balas Budi! Kau harus membalas Budi !
Itulah alasan yang tepat untuk seorang Mia.
Pernikahan nya dengan pria cacat itu menjadi belenggu kuat yang merantai hidupnya, hingga Mia tidak bisa lari dan berpaling, serta menjadi awal perjuangan Mia yang pelan pelan merubah Takdir nya!
Sekretaris Ang, Pria yang selalu ada di samping Tuan Mudanya.
Menikahi gadis dibawah umur dan mengulangi kesalahan Ayahnya, membuatnya harus dihantui ketakutan siang malam memikirkan kesalahannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Any Anthika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertengkaran kecil [ Adu argument ]
Sebulan sudah waktu di rumah Keluarga Mahendra berjalan tanpa ada nya Abraham dan Sintia di sana.
Terasa begitu cepat bagi Garra. Bahkan ia merasa hanya seperti hitungan hari.
Garra sudah mulai aktif dengan perusahaan nya. Dan kembalinya Garra , bangun nya pemimpin muda mereka, membuat mereka sangat senang.
Semangat kerja yang tadi nya sempat lesu dan menghilang karena mendengar kabar tentang Tuan muda Mahendra yang sedang sakit parah dan lumpuh, kini kembali lagi.
Sinar terang bagi mereka dari kegelapan pada masa kepemimpinan Abraham yang tidak sesuai.
[ Kegelapan sudah berakhir..!!!] seru mereka.
Lalu bagaimana hubungan Garra dengan mia.?
Akhir akhir ini , sering terjadi pertengkaran kecil di antara sepasang suami istri yang menurut Mia hanya sebatas pernikahan di atas kertas itu .
Sebatas jual beli antara ayah nya dan Abraham. Bahkan tidak ada kesepakatan antara mereka berdua sebelum nya.
Entah apa karena Mia belum bisa menyukai Garra, atau belum menyadari jika Garra menyukai nya.
Apa lagi jika mengingat kondisi Garra saat ini bukan lagi bayi raksasa nya. Bukan lagi pria yang dulu harus tergantung padanya. Mandi makan dan apapun harus memakai tangan Mia. Mia ragu,
'Mana mungkin tuan muda menyukai ku. Mana mungkin tuan muda memilih ku. Hanya wanita bodoh. Anak haram yang terbuang.' pemikiran Mia.
Tapi tidak bagi Garra, Mia sudah menjadi hidup dan matinya. Mia adalah segalanya baginya. Tapi sayangnya, untuk hal urusan cinta Garra ternyata bodoh. Tidak pandai menyatakan perasaan, terlalu lugu. Hanya bisa merengek. Malah membuat Mia semakin kesal dan frustasi. Dengan rengekan Garra setiap saat. Mia merasa seperti bukan menjadi istri, malah lebih menjadi seperti ibu. Tepat nya ibu Pengganti untuk Garra.
Mia menjaga jarak, semakin menjaga jarak. Jauh semakin menjauh.
[Semakin ku kejar semakin kau jauh.] Garra.
Hingga suatu hari, apa yang di takutkan Garra benar benar terjadi.
Mia meminta pergi.
Merengek meminta kebebasan. Menuntut janji Garra yang terlanjur berjanji akan mengabulkan apapun keinginan jika Garra sembuh.
Garra hanya bisa mencengkeram sprei dengan duduk tertunduk di pinggiran ranjang. Menekan perasaan nya.
Melirik Mia yang ada di ujung sana.
Yang sambil terus meminta.
"Kau sudah berjanji padaku. Kenapa setelah sembuh malah mengingkarinya.?"
"Janji yang mana?"
"Janji mau mengabulkan semua permintaan ku." Mia menoleh.
"Tidak kalau untuk pergi!"
"Tapi aku ingin pergi. Saya ingin pergi. Tidak betah disini. Terkurung di dinding seperti ini." Mia ngotot.
"Siapa juga yang menyuruh mu diam di kamar.?" elak Garra.
"Sudah lah tuan muda. Jangan mencari alasan untuk menahan saya di sini! Aku mau pergi....!!"
"Cukup Mia.. Stop. Berhenti atau aku akan marah padamu?" Garra membentak. Sudah tidak bisa menahan.
Mia terdiam, bentakan Garra membuat nya sedih, menunduk menatap lantai.
"Mia..!" Garra memanggil dengan lembut.
"Memang nya kau mau pergi kemana? Pulang ke rumah Kuncoro. Mau kena UUK lagi? Sudah lah Mia.. diam disini menurut dengan suami. Jangan jadi istri durhaka."
"Hah! Apa tuan bilang? Istri durhaka? Dari mana asalnya. Pernikahan kita saja cuma sebatas di atas kertas. Jual beli antara mereka. Bukan antara kita." Mia semakin berani.
"Mia... Aku menikahi mu. Kau istri ku sah di mata Agama dan negara. Kau tidak mengerti juga!!" Garra semakin kesal.
'Maaf, ini mungkin satu satu nya caraku untuk lepas darimu.' dalam hati Mia. Lalu tertawa dan menghampiri Garra.
"Tuan muda. Mohon maaf kan saya. Tapi anda harus ingat. Pernikahan kita itu tidak sah. Lupa ya? Siapa yang mengucapkan ijab kabul. Sekretaris Ang , bukan anda!"
Bommm...! Seketika ruangan tempat Garra berpijak seperti hendak meledak. Wajah pias Garra, namun mata memerah membelalakkan.
Mia meringsut, mundur. Menutup mulut nya. Sadar ucapan nya sudah keterlaluan.
'Aduh.. bagaimana ini? Aku kelabasan.'
"Mia... Jangan bilang kalau...!"
Tok...tok..tok....!!!
Suara ketukan pintu memotong ucapan Garra.
Kesempatan buat Mia untuk lepas dari amarah Garra. Berlari kecil terburu membuka pintu.
"Hah!"
Mia syok. Bukan karena yang datang Abraham atau biawak lain nya. Tapi karena sekretaris Ang.
'Aduh... bahaya.!' batin Mia. Bisa menebak apa yang akan terjadi jika saat ini Garra melihat sekretaris Ang.
"Nona, bisa saya bertemu dengan Tuan muda?"
"Tidak bisa. Tuan muda sedang tidak mood. Lebih baik pergi lah." jawab Mia menggeser tubuh nya untuk menghalangi pandangan Garra.
"Tapi Nona.."
"Mia.. siapa yang datang?" Garra menghampiri.
"Hus.. sana.! Cepat pergi." Mia mendorong tubuh Sekretaris Ang. Namun keburu Garra sampai di pintu.
"Ah, ini dia.. Biang kerok nya. Kebetulan datang." Garra menatap sengit Ang, hati nya meradang.
"Sini kau!" menarik baju Sekretaris Ang dengan kasar.
"Tuan muda! Ada apa ini?" bingung.
"Ada apa, ada apa..? Ang, gara gara kau, Mia mengatakan jika pernikahan kami tidak sah! Dia bilang kau yang sudah menikahinya, karena kau yang mengucapkan ijab kabul nya. Benar begitu Ang?" Garra menekan tangan nya pada pundak Sekretaris Ang. Yang ditekan kebingungan.
Melirik pada Mia!
'Nona, apa yang kau lakukan?' pekiknya dalam hati.
"Mia bilang. Kau yang jadi suami nya.? Benar begitu????" Garra mengulang pertanyaan nya.
Mia menjerit. Hanya di dalam hati.
'Bukan seperti itu! Dasar. Aku tidak bilang seperti itu.'
"Tuan muda. Tolong jelaskan duduk persoalannya dulu ya.. Saya ini tidak tau apa apa. Ini maksudnya apa? Bagaimana?" Ang, sok tegar. Padahal bulu kuduk sudah berdiri.
'Kenapa tuan muda semarah ini? Apa yang di katakan Nona muda!'
"Mia!" Garra memanggil tanpa menoleh.
Mia gemetar, takut. Tapi tetap mendekat.
"Jelas kan ucapan mu tadi pada orang yang kau anggap suamimu ini!" Garra menarik Mia, agar berada di hadapan mereka. Mia menatap wajah pias Sekretaris Ang. Mereka saling pandang.
'Jangan cari masalah Nona Mia!! Ku mohon. Nyawa ku cuma satu. Aku masih ingin hidup lama. Aku belum merasakan apa itu surga dunia.. Ku mohon Nona. Jangan bicara macam macam.' ucap Ang, lewat matanya.
"Saya, saya tidak..!"
"Mia..! Kau tadi yang bilang kan? Ang ini yang menjadi suami mu?"
"Tidak. Bukan begitu. Saya tidak mengatakan itu. Tuan muda salah paman. Saya kan cuma bilang, kalau yang mengucapkan ijab kabul Tuan Ang, bukan Tuan muda. Itu saja." bantah Mia.
Sekretaris Ang menggeleng. Baru paham.
"Begini Nona. Anda juga salah. Anda harus nya ingat, jika keadaan tuan muda pada saat itu belum bisa bicara seperti saat ini. Jadi, siapa pun yang mewakilinya itu bisa. Artinya.. Pernikahan kalian tetap sah. Atau perlu saya datangkan seorang ustad kesini agar lebih jelasnya." Sekretaris Ang, berusaha menjelaskan.
"Datangkan saja Ang, bila perlu sekarang juga." ucap Garra.
"Jangan. Tidak perlu. Saya sudah paham. Saya minta maaf Tuan muda. Saya salah?" Mia cepat mencegah. Tidak mau urusan menjadi semakin runyam.
Akhirnya, setelah adu argument yang sedikit menegang itu, Mia pun mengerti. Sebenarnya bukan karena mengerti, karena aslinya dia juga sudah mengerti.
Tapi Mia, kalah. Dan mau tidak mau pasrah.
Keadaan mulai tenang , lalu sekretaris Ang menghampiri Garra mengatakan jika ada yang ingin ia bicarakan, dan mengajak Garra untuk keluar kamar.
"Kenapa tidak di sini saja." Garra menolak.
"Sebenarnya, saya hanya ingin meminta tanda tangan Tuan muda. Tapi sepertinya saya perlu berbicara lain. Ini bukan tentang pekerjaan." jawab Ang.
Dengan malas Garra melangkah mengikuti Ang.
"Ada apa lagi?" Garra bertanya pada Sekretaris Ang setelah berada di luar kamar.
"Apa anda ada kesulitan untuk menaklukkan Nyonya muda Mahendra?"
Garra menoleh, diam sejenak. Lalu mengangguk.
"Dia meminta pergi terus Ang, aku pusing!"
"Biar kan saja Nyonya muda pergi!" sahut Ang.
"Apa? Cari mati kau!" Garra membelalakkan matanya dengan lebar.
"Sabar dulu Tuan muda, saya ada rencana keren. Tuan muda pasti menyukai nya."
Ang mendekat, lalu membisik kan sesuatu.
Garra tersenyum lebar!
"Rencana yang bagus.. God job..!" mengacungkan dua jempol nya sekaligus.
Bersambung...!!!