"May, aku takut. Aku ingin mundur, aku ingin membatalkan semua ini." Ucap Rain dengan tubuh gemetaran.
Malam ini dia berada disebuah kamar hotel presiden suit. Ya, Rain terpaksa harus melelang keperawananannya demi uang. Dia butuh banyak uang untuk biaya rumah sakit adiknya. Selain itu dia juga tutuh uang untuk biaya pengacara, ayahnya saat ini sedang meringkut ditahanan karena kasus pembunuhan.
"Jangan gila Rain. Kau harus membayar ganti rugi 2 kali lipat jika membatalkan. Masalahkan bukan selesai tapi akan makin banyak. Jangan takut, berdoalah, semoga semuanya berjalan lancar." Ucap Maya.
Berdoa? yang benar saja. Apakah seorang yang ingin berbuat maksiat pantas untuk berdoa minta dilancarkan, batin Rain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
USAHA DANU
Alan menatap pria yang berdiri dihadapannya. Melihat penampilannya yang rapi ala pegawai kantoran, membuat Alan mengernyit. Dia teringat kejadian beberapa waktu lalu dengan bos kakaknya. Jadi saat ada pria tak dia kenal mencari Rain, dia jadi waspada.
"Maaf, cari siapa ya?" Tanya Alan.
"Benar ini rumah Rain?" Tanya pria berkaca mata didepannya.
"Benar."
"Saya rekan kerjanya Rain, bisa saya bertemu dengannya?"
Alan mempersilakan pria itu masuk. Setelahmy dia pergi untuk memanggil Rain.
Tok tok tok
"Mbak, mbak Rain." Panggil Alan dari balik pintu.
"Apa sih Al?" Sahut Rain dari dalam kamar sambil menggosok gosok matanya yang masih terasa lengket.Walaupun sudah jam 11 siang, Rain masih mengantuk karena baru tidur dini hari.
"Ada tamu mbak."
"Siapa?"
"Temen kerja mbak katanya, tapi Al lupa nanyak namanya."
"Ya udah suruh tunggu sebentar." Rain segera beranjak dari kamar dan menuju kamar mandi untuk membasuh muka. Dia penasaran sekali siapa yang datang. Dia tak punya banyak teman, jika ada yang sampai datang kerumah, mungkin saja Mila.
Setelah ganti baju dan merapikan rambut, Rain keluar untuk menemui tamu yang dibilang Alan.
"Siang Rain." Sapa pria itu yang ternyata adalah Danu.
Untuk apa dia kesini? apa perintah dari bad guy sialan itu.
"Ada apa?" tanya Rain dengan ketus.
"Ada yang ingin aku bicarakan denganmu mengenai peristiwa semalam. Sebenarnya ada kesalah pahaman. Semua ini...."
Rain meletakkan jari telunjuknya dibibir sebagai isyarat agar Danu diam. Rain tak ingin Alan mengetahui tentang hal ini.
"Kita bicara diluar." Rain segera keluar dan diikuti Danu.
"Rain, aku mau men_"
"Kita cari tempat lain saja." Ucap Rain sambil celingukan kedalam rumah. Diluarpun rasanya tak aman. Alan bisa sewaktu waktu keluar..
Danu menghela nafas berat sambil menggaruk garuk kepalanya. Mau bicara saja kenapa pakai gonta ganti tempat.
Tapi apapun itu, Danu tetap menyetujuinya. Baginya tak ada bedanya bicara disini atau ditempat lain. Yang terpenting adalah Rain mau bekerja lagi dan dia tak dipecat.
"Apa yang ingin kau jelaskan?" Tanya Rain saat mereka berada di sebuah coffe shop tak jauh dari rumah Rain.
"Aku mau minta maaf atas kejadian tadi malam. Pak Sean tak ada sangkut pautnya dengan masalah ini. Semua ini murni kesalahanku. Aku yang berinisiatif menyuruhmu menemui Mr. Lim."
Rain berdecih mendengar perkataan Danu. Dia tahu kalau Danu pasti disuruh Sean untuk bicara seperti ini. Danu itu sangat patuh pada Sean.
"Apa seperti ini kebiasaan bos mu itu. Setelah melakukan kesalahan, dia lepas tangan dan menyuruh orang lain untuk mengakui kesalahan yang dia buat."
"Tidak seperti itu. Pak Sean benar-benar tak tahu masalah ini. Dia bahkan sangat cemas saat tahu kau pergi menemui Mr. lim."
"Untuk apa dia mencemaskanku?" Rain tersenyum kecut. "Sepertinya tak ada lagi yang harus kita bahas. Saya pergi dulu." Rain berdiri dan ingin segera pergi.
"Tunggu sebentar Rain."
"Aku tak ada waktu untuk membahas ini." Rain muak sekali membahas masalah ini. Sekarang dia tak mau ada urusan apapun dengan Sean atau perusahaannya.
"Aku mohon beri sedikit waktumu padaku. Nasibku berada ditanganmu Rain." Danu mengatupkan kedua telapak tangannya didada.
Rain tak paham dengan maksud Danu. Bagaimana mungkin nasib seorang Danu ada ditangannya.
"Aku tak paham, apa maksud anda?"
"Pak Sean akan memecatku jika aku tak berhasil membuatmu kembali bekerja."
"Hahaha... konyol sekali. Jangan mengada ngada, mana mungkin Pak Sean memecat anda yang notabene adalah orang kepercayaan hanya gara-gara saya."
"Memang konyol, aku juga merasa seperti itu. Tapi ini nyata, ini real. Nasibku ditangannmu sekarang. Istriku sedang hamil anak kedua kami. Dan aku tak ingin kehilangan pekerjaan."
Rain berdecak. Dia hanya bisa geleng geleng melihat Danu. Entah drama apa lagi ini.
"Beri saya alasan yang tepat kenapa Pak Sean tega memecat anda hanya demi saya yang seorang pegawai baru. Semua ini masih terdengar tak masuk akal."
Danu membuang nafas berat lalu mendudukkan tubuh lemasnya dikursi.
"Entahlah, beribu kalipun kau tanya, aku tetap tak bisa menjawab karena aku bukan cenayang atau dukun. Aku tak bisa membaca jalan pikirannya."
Sepertinya dia menyukaimu, ingin sekali Danu bilang seperti itu, tapi dia takut akan menambah masalah baru. Rain terlihat tak suka pada Sean, kalau dia tahu Sean menyukainya, bisa bisa Rain malah tak mau bekerja.
Rain terdiam, sepertinya Danu tak berbohong kali ini. Danu terlihat sangat kacau sekarang. Sepertinya benar jika nasibnya sedang berada diujung tanduk. Diujung tanduk setan seorang Ocean Kalandra.
"Semua salahku Rain. Aku hanya berniat membantumu, tak ada niat lain. Aku pikir kau akan suka jika mendapatkan customer besar seperti Mr. lim, tapi ternyata semua berantakan. Mr. lim bahkan membatalkan kerjasama yang kemarin sudah disepakati."
"Batal?" Rain terkejut mendengar Mr.lim membatalkan kerjasama. Padahal kerjasama itu bernilai sangat besar.
"Kalau dipikir-pikir, harusnya kau yang disalahkan disini, tapi kenapa aku?" Danu tersenyum getir. "Kau yang sudah bicara tidak-tidak pada Mr.lim hingga dia marah pada Pak Sean dan menuduhnya pria curang yang tega menjebak sekretarisnya sendiri."
"Ish dasar Danu, bisa bisanya dia bilang harusnya aku yang disalahkan. Sudah jelas aku korban disini. Aku tak menuduhnya, aku bicara kenyataan," batin Rain.
"Aku memang dijebak, kau bilang urusan pekerjaan, nyatanya urusan lain." Rain tak terima Danu menyalahkannya.
"Dimana salahku, benarkan yang kukatakan jika ini masalah pekerjaan. Bukankah memang pekerjaanmu melayani para pria hidung belang."
Ingin sekali aku tampol mulut lemesnya itu, batin Rain. Bisa bisanya dia berkata seperti itu ditempat umum sepeerti ini. Untung saja coffe shop dalam keadaan sepi. Kalau ramai, bisa bisa aku benar benar dianggap kupu kupu malam.
"Aku mau pergi." Rain kesal dengan perkataan Danu.
"Tunggu," Danu berusaha menghalangi jalan Rain. "Tolonglah aku sekali ini saja Rain. Setidaknya kasihanilah istriku yang mau melahirkan." Danu mengiba pada Rain.
"Huft." Rain menghembuskan nafas kasar. Sebenarnya dia sudah enggan berurusan dengan Sean. Tapi dia tak tega juga dengan Danu. Kalau dipikir pikir, Danu tak sepenuhnya bersalah. Rain memang wanita seperti itu menurut Danu.
"Baiklah, tapi dengan satu syarat."
"Katakan Rain."
"Jangan pernah melakukan hal ini lagi padaku. Dan jangan pernah menyebutku wanita penghibur. Aku tak seperti itu."
"Maksudmu, kau sudah berhenti dari pekerjaan itu?" Seperti itulah Danu mengartikan kata-kata Rain.
"Ya, anggap saja seperti itu." Rain tak mau menjelaskan panjang lebar.
Bisanya Nambah kesalahan mulu kerjaan loe