NovelToon NovelToon
I Want You

I Want You

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Romantis / Office Romance / Cintapertama
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Mapple_Aurora

Pengkhianatan yang dilakukan oleh tunangan dan kakak kandungnya membuat Rada mengambil keputusan untuk meninggalkan New York dan kembali ke Indonesia.

Pernikahan yang gagal membuat Rada menutup hati dan tidak ingin jatuh cinta lagi, tapi pertemuan dengan Gavin membuatnya belajar arti cinta sejati.

Saat Gavin menginginkan sesuatu, tidak ada yang bisa menolaknya termasuk keinginan untuk menikahi Rada. Ia tahu hati Rada sudah beku, tetapi Gavin punya segala cara untuk menarik wanita itu ke sisinya.



Cerita ini murni ide penulis, kesamaan nama tokoh dan tempat hanyalah karangan penulis dan tidak ada hubungannya dengan kehidupan nyata.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 25

Malam itu udara terasa hangat namun juga lembab, aroma laut masih samar terbawa angin yang masuk lewat jendela kamar. Rada memutar tubuhnya ke kiri dan ke kanan, mencoba tidur, tapi matanya tetap terbuka lebar menatap langit-langit. Suara ombak di kejauhan seharusnya menenangkan, tapi pikirannya justru berisik.

Bayangan kejadian tadi, pukulan Gavin, wajah El yang berdarah, dan tatapan dingin Gavin setelahnya, semuanya berputar tanpa henti di kepalanya. Ia duduk, menghela napas panjang, lalu akhirnya bangkit.

Jam di meja menunjukkan hampir tengah malam.

Rada membuka pintu perlahan, menuruni tangga kayu menuju lantai satu vila. Lampu ruang tamu hanya menyala setengah, membuat ruangan itu terlihat hangat dengan cahaya kekuningan. Tapi di tengah keheningan itu, ada satu suara lembut yang mengalun dan juga petikan gitar.

Langkah Rada terhenti di anak tangga terakhir.

Gavin duduk di sofa mengenakan kaos hitam polos dan celana santai hitam. Rambutnya agak berantakan, dan di pangkuannya ada gitar akustik. Jemarinya bergerak pelan, memainkan nada-nada sendu yang entah kenapa terasa... menyentuh.

Wajahnya tampak lebih tenang dibanding beberapa jam lalu, tapi ada sesuatu di balik tatapannya seolah sedang menahan sesuatu yang tak bisa diucapkan.

Rada tidak bergerak. Ia hanya berdiri di sana, diam, memperhatikan setiap gerak Gavin. Malam ini, ia melihat sisi pria itu yang berbeda. Tidak dingin, tidak kaku, tidak mengintimidasi seperti biasanya. Gavin terlihat lembut.

Nada gitar itu pelan berubah, lebih melankolis, seolah menceritakan sesuatu yang tak selesai.

Gavin tidak sadar Rada sudah di sana. Matanya menatap kosong ke depan, sementara bibirnya bergetar kecil, nyaris seperti ingin bersenandung, tapi tidak jadi.

Suara gitar berhenti, Gavin menunduk, lalu menghela napas berat. “Kamu tahu...” katanya pelan, suaranya nyaris tak terdengar tapi cukup jelas di antara sunyi. “Kadang... cinta itu cuma butuh satu orang yang tetap bertahan. Tapi rasanya bodoh kalau yang lain bahkan nggak mau lihat.”

Rada terpaku. Ia tidak tahu kata-kata itu ditujukan untuk siapa, apa mungkin untuk kekasih Gavin? Apa dia juga mengalami ketidakadilan dalam sebuah hubungan?

Ia melangkah pelan mendekat. Lantai kayu berderit lembut di bawah kakinya.

Gavin menoleh dan saat mata mereka bertemu, keduanya sama-sama terdiam.

“Oh... kamu belum tidur?” tanya Gavin pelan, berusaha terdengar biasa, meski jelas ia tidak menyangka akan ada Rada di sana.

“Aku tidak bisa tidur,” jawab Rada jujur. Ia menunduk sebentar, lalu menatap gitarnya. “ternyata kamu bisa main gitar,”

Gavin mengangkat bahu kecil. “Sudah lama nggak. Tadi cuma iseng... supaya kepala tenang.”

Rada mengangguk, berjalan mendekat lalu duduk di kursi seberang sofa, menjaga jarak.

“Kamu nggak seharusnya memukul El tadi.”

“Aku tahu.” Gavin menatap senar gitar di tangannya. “Tapi kalau waktu diulang, aku mungkin akan tetap melakukannya.”

Rada menghela nafas panjang. “Dia memang pantas dipukul. Tapi aku... hanya tidak mau melibatkanmu.”

Gavin mengangkat wajahnya, menatap Rada dengan tatapan yang sulit diartikan. “Aku hanya tidak ingin dia menyentuhmu apalagi memaksa.”

Kata-kata itu membuat jantung Rada berdetak lebih cepat tanpa ia tahu kenapa. Ia cepat-cepat mengalihkan pandangan ke arah luar jendela, ke arah laut yang gelap.

Keheningan kembali turun di antara mereka. Hanya ada suara angin yang masuk lewat tirai dan detak jam dinding yang pelan.

Gavin kembali menunduk, memetik senar gitarnya, kali ini memainkan nada lembut yang lebih manis daripada sebelumnya.

“Lagu apa itu?” tanya Rada pelan.

“Lagu yang belum selesai. Seperti aku, mungkin.” jawab Gavin.

Rada menatapnya lama, lalu tanpa sadar, bibirnya melengkung tipis membentuk senyum lebar yang sudah lama tidak menghiasi wajahnya.

Setelah Gavin mengakhiri lagunya, malam semakin larut, dan suara ombak kini terdengar lebih lembut. Gavin dan Rada masih duduk di ruang tamu yang diterangi lampu gantung kecil di atas kepala mereka.

“Jadi waktu di New York, kamu beneran ngerjain proyek itu sendirian?” tanya Gavin, tak sengaja menatap Rada dengan penuh perhatian.

Rada mengangguk sambil memainkan ujung rambutnya. “Iya. Tim-ku sibuk, jadi aku kerjain lembur hampir setiap malam. Tapi aku nggak nyangka, sistem yang aku kembangkan bakal dipakai juga di Apexion pusat.”

“Jadi itu kamu?” Gavin tampak sedikit kagum. “Aku ingat proyek itu. Proyek yang kita bahas di rapat direksi. Aku kira itu hasil kerja tim, ternyata cuma kamu sendiri.”

Rada menatapnya heran. “Kamu ingat semua proyek yang dibahas di rapat direksi?”

Gavin tersenyum tipis. “Kalau menarik perhatianku, iya.”

“Kamu CEO yang aneh.” Rada tertawa kecil, ternyata Gavin tidak sedingin yang digosipkan oleh orang-orang, dia juga tidak galak, hanya sedikit menyebalkan.

“Mungkin.” Gavin menatapnya lama. “Tapi aku memang punya kebiasaan memperhatikan hal-hal yang orang lain anggap sepele.”

Mereka terdiam sejenak sebelum Rada memecah hening, “Kamu selalu terlihat datar dan dingin, Gavin. Tapi aku nggak nyangka, kamu bisa juga ngobrol kayak gini.”

Gavin mengangkat alis. “Mungkin kamu yang bikin aku pengen ngomong.”

Rada menatapnya ragu, mencoba menebak apakah itu lelucon atau sesuatu yang lebih. Namun wajah Gavin tetap tenang, datar tapi ada senyum samar yang hanya muncul di sudut bibirnya.

Rada akhirnya berdiri, menatap jam dinding. “Kita sudah ngobrol lama sekali.”

Gavin ikut bangkit, meletakkan gitarnya di sofa. “Kamu harus istirahat. Besok masih ada sesi foto di tempat yang berbeda.”

“Kalau aku nggak bisa bangun, jangan salahkan aku.” Ujar Rada sedikit bercanda, tanpa sadar ia mulai nyaman dengan cara bicara Gavin.

“Kalau kamu nggak bangun, aku bakal bangunkan. Dengan caraku sendiri.” balas Gavin, lalu tersenyum misterius.

“Caramu sendiri?” Rada menyipitkan mata. “Itu maksudnya apa?”

Gavin hanya mengangkat bahu. “Rahasia.”

Rada mendengus kecil, tapi bibirnya menahan senyum. “Kamu aneh, Gavin.”

“Hm.”

Gavin hanya bergumam singkat sambil mengikuti Rada yang berjalan menuju tangga dengan dengan tatapannya.

“Selamat malam, Gavin.”

“Selamat malam, Rada.”

Rada naik tangga perlahan, dan Gavin menatap punggungnya sampai menghilang di ujung lantai dua. Ketika suara langkah itu tak terdengar lagi, Gavin menunduk, tersenyum tipis.

Ia tahu Rada belum menyadarinya. Perasaan yang sudah lama ia simpan, yang kini semakin tumbuh setiap kali mereka berbicara. Tapi bagi Gavin, tidak apa-apa. Ia punya waktu.

Dan malam itu, sebelum kembali ke kamarnya, ia menatap gitar di tangannya dan berbisik pelan, seolah pada dirinya sendiri. “Suatu hari nanti... dia akan tahu.”

...✯✯✯...

...Like, komen dan vote....

1
Lunaire astrum
💯
Lunaire astrum
Bagus juga. Nanti baca lagi, mau ke warung dulu
Ega
Suka sama karakter Gavin🥰🥰🥰
Ega
cowok kyak El nih nyebelin banget deh😏
Adit monmon
cinta dlm diam ya vin🤭
Nda
luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!