Tiga Tahun berumah tangga, Amanda merasa bahwa pernikahannya benar-benar bahagia, tapi semua berubah saat ia bertemu Yuni, sahabat lamanya.
Pertemuan dengan Yuni, membawa Amanda pergi ke rumah tempat Yuni tinggal, dimana dia bisa melihat foto pernikahan Yuni yang bersama dengan pria yang Amanda panggil suami.
Ternyata Yuni sudah menikah lima tahun dengan suaminya, hancur, Amanda menyadari bahwa dia ternyata adalah madu dari sahabatnya sendiri, apakah yang akan Amanda lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Lima
"Kenapa Manda pergi?" tanya Papa Azka dengan nada datar.
"Amanda telah mengetahui semuanya. Pernikahanku dan Yuni serta adanya Nathan. Yang paling tak bisa dia terima, ternyata Yuni adalah sahabatnya Manda," jawab Azka dengan suara pelan.
"Sejak kapan dia tau?" tanya Mama kali ini.
"Sejak aku bawa Amanda ke luar kota. Tepatnya sejak Nathan berulang tahun. Ternyata dia ada di restoran yang sama. Bodohnya, kenapa aku tak melihat!"
Mama tampak menarik napas dalam. Tak menyangka jika menantunya itu telah mengetahui semuanya saat datang ke rumah ini. Cuma dia pintar menutupi perasaannya yang sedang hancur.
"Jadi benar dugaan Mama, kalau ia sudah mengetahui semuanya saat datang ke sini. Berarti ia tau kalau mama ikut menyembunyikan semua ini darinya?" tanya Mama.
Azka hanya menjawab dengan anggukan. Mama dan Papa tampak makin terkejut. Tak percaya mendengar semuanya. Amanda pasti ikut membencinya, pikir sang mama.
Azka duduk lama di ruang makan setelah pembicaraan itu. Hening. Suara sendok beradu pelan dengan piring, tapi tak ada yang benar-benar menyentuh makanan.
Mama menatapnya cemas, Papa menatapnya tajam. Tapi tak satu pun dari keduanya bicara lebih jauh. Mereka tahu terlalu banyak, namun memilih diam.
Azka tahu juga, diam mereka bukan karena tidak peduli, melainkan karena takut. Takut rahasia yang mereka simpan bersama akhirnya benar-benar menghancurkan segalanya.
“Sudahlah, Ma,” kata Azka pelan, memecah keheningan. “Aku pamit dulu.”
“Mau ke mana, Nak?” suara Mama terdengar khawatir.
“Cari Amanda.”
Mama terdiam. Tatapan matanya berubah, seperti ada ketakutan lain di baliknya. “Kamu yakin itu ide yang baik?”
“Kalau aku nggak cari dia sekarang, aku mungkin nggak akan pernah ketemu lagi,” jawab Azka cepat.
Papa menyandarkan tubuh di kursi, menghela napas panjang. “Kalau dia udah memutuskan pergi, artinya dia udah siap buat nggak balik, Azka. Jangan malah kamu makin memperburuk keadaan. Mungkin ini jalan terbaik. Bebaskan dia memilih apa yang pantas untuknya."
“Papa nggak ngerti,” potong Azka. Suaranya berat, nyaris bergetar. “Aku nggak bisa cuma duduk diam kayak gini. Aku harus jelasin semuanya. Aku mencintai Amanda, Pa."
Mama menunduk. “Semua?”
Azka menatap ibunya lekat-lekat. Pandangan itu membuat dada Mama menciut. “Iya, Ma. Semua. Termasuk tentang kalian yang ikut nutupin semua darinya.”
Udara mendadak beku. Papa langsung menegakkan punggung. “Jaga bicaramu, Azka. Dari awal kamu mau menikah lagi sudah Papa ingatkan, terus terang lah!"
"Aku mau menceraikan Yuni, tapi kalian melarang. Kalian yang mendukungku untuk berbohong!"
"Kenapa kamu melimpahkan kesalahanmu pada kami?" tanya Papa dengan nada cukup tinggi.
“Kenapa? Karena itu fakta?” Azka menatap ayahnya dengan mata merah. “Kalian tahu aku masih sama Yuni. Kalian tahu ada Nathan di hidupku. Tapi kalian diam aja waktu Amanda datang ke sini, waktu dia masak buat kalian, waktu dia nyebut kalian orang tuanya."
“Cukup!” suara Papa membentak keras. “Kami cuma berusaha melindungimu! Kamu pikir kami senang menutupi semua kebodohanmu itu?”
Mama berdiri, menatap suaminya dan anaknya bergantian. “Berhenti kalian berdua! Sudah cukup berdebatnya!”
Azka menatap ibunya. “Ma, aku kehilangan dia. Amanda pergi karena aku pengecut. Karena aku terus sembunyi di balik kata cinta. Seharusnya aku dari dulu langsung saja menceraikan Yuni.”
"Kau yang pengecut! Kenapa tak berterang dari awal?" Suara Papa Seperti membentak.
Ia menatap lantai, suaranya pecah. “Dan kalian biarin aku terus jadi pengecut itu.”
Mama tak sanggup bicara lagi. Air mata menetes diam-diam.
Tanpa banyak kata, Azka mengambil kunci mobil yang tergeletak di meja. Langkahnya berat tapi pasti. Nathan masih duduk di anak tangga, memeluk mainan dinosaurusnya erat-erat.
Anak itu menatap ayahnya lewat mata basah. “Ayah mau ke mana?”
Azka berhenti di depan pintu. “Ayah mau pergi dulu.”
“Ayah, aku mau pulang!"
Azka tampak menarik napas dalam. Biasanya sang putra begitu betah di sini, tak pernah minta pulang. Ini memang salahnya. Tak pernah mengajak jalan, padahal sudah beberapa hari Nathan di rumah orang tuanya ini.
"Tunggu sebentar. Ayah janji akan bawa kamu jalan!"
"Aku mau pulang saja. Aku takut ayah marah lagi."
Ucapan itu seperti pisau menghujam jantungnya. Rasa bersalah menyelinap di hatinya. Dia memandangi putranya yang masih terisak. Tanpa kata Azka pergi.
Papa dan Mamanya tampak menghampiri sang putra. Mungkin membujuknya. Azka lalu berjalan terus menuju mobil.
Di dalam mobil, suasana begitu hening. Hanya suara mesin dan napas beratnya sendiri.
Tangannya menggenggam erat setir, jemarinya sampai memutih. Ia memandangi cermin tengah, wajahnya sendiri tampak asing. Mata merah, kantung mata gelap, dan rahang yang menegang.
Ia kembali teringat makan malam tadi. Makan malam ulang tahun pernikahan mereka. Amanda datang dengan gaun biru muda, rambutnya terurai lembut, senyum tipis di wajahnya. Tapi di balik itu semua, matanya sudah berkata, ini akhir.
“Aku udah capek, Mas,” suara Amanda bergema lagi di kepalanya. “Capek nunggu kamu jujur.”
“Aku bisa jelasin.”
“Telat, Mas. Sekarang semua udah jelas tanpa kamu harus ngomong apa pun.”
Ia pergi malam itu juga. Tanpa teriak, tanpa marah. Hanya kalimat singkat dan langkah menjauh.
Azka menggigit bibir bawahnya keras-keras, menahan emosi yang kembali mendesak naik. Sekarang, satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah mencari.
Ia melajukan mobil cepat, melewati beberapa lampu merah tanpa sadar. Udara pagi berubah panas di bawah sinar matahari yang baru naik.
Beberapa menit kemudian, gedung kantor tempat Amanda bekerja mulai tampak. Bangunan kaca tinggi dengan logo perusahaan besar di puncaknya.
Azka menepi di parkiran tamu, lalu turun dengan langkah cepat. Ia tak peduli pandangan orang-orang yang menatapnya, kemeja lusuh, rambut acak-acakan, dan wajah lelah. Dia ingin mencari istrinya dan yakin wanita itu ada di dalam.
supaya adil tdk ada yg tersakiti..
amanda dan yuni berpisah saja..
klo terus bersm yuni hanya amanda yg diikiran azka ..hanya u status nathan..
klo terus dengan amanda..azka melepas yuni merampas nathan..bagai mana perasaan yuni apalagi amanda sahabat nya..
kita mah pembaca nurut aja gimana kak authornya..walau baper gemesh😂😂😂