NovelToon NovelToon
Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Anak Genius / Mengubah Takdir / Mengubah sejarah / Fantasi Wanita / Balas dendam pengganti
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: BlackMail

Dieksekusi oleh suamiku sendiri, Marquess Tyran, aku mendapat kesempatan untuk kembali ke masa lalu.

​Kali ini, aku tidak akan menjadi korban. Aku akan menghancurkan semua orang yang telah mengkhianatiku dan merebut kembali semua yang menjadi milikku.

​Di sisiku ada Duke Raymond yang tulus, namun bayangan Marquess yang kejam terus menghantuiku dengan obsesi yang tak kumengerti. Lihat saja, permainan ini sekarang menjadi milikku!

Tapi... siapa dua hantu anak kecil itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25 : Aku Tidak Akan Meninggalkanmu!

"DUKE!!!"

Teriakanku menggema di antara reruntuhan, serak karena teror dan keputusasaan. Semua rencana, semua strategi, semuanya lenyap dari kepalaku. Aku mengabaikan bahaya, mengabaikan perintah, dan berlari ke sisinya.

"Yang Mulia! Yang Mulia, bertahanlah!" Aku berlutut di sampingnya, tanganku yang gemetar berusaha melepaskan helmnya yang penyok.

Baren dan pasukanku yang tersisa dengan cepat membentuk formasi pelindung di sekeliling kami, pedang mereka terangkat gemetar ke arah musuh yang perlahan mendekat.

Di bawah helm yang bengkok itu, wajah Duke pucat, matanya terpejam, dan darah merembes dari pelipisnya. Aku meraba lehernya, mencari denyut nadi. Lemah, tapi ada. Dia masih hidup.

Aku segera meraih kantong ramuanku, mengeluarkan botol penyembuh terbaik yang kumiliki. "Buka mulutnya!" perintahku pada Baren.

Dengan susah payah, kami berhasil menuangkan cairan hijau yang berpendar itu ke mulutnya. Aku melihat luka di pelipisnya perlahan berhenti mengeluarkan darah, dan napasnya yang tadinya dangkal menjadi sedikit lebih teratur. Dia tidak sadarkan diri, tapi dia stabil. Untuk saat ini.

Di seberang kami, Grand Duke Orkamor berjalan mendekat, setiap langkahnya memancarkan aura dingin yang mematikan. Luna mengikutinya di belakang, wajahnya tampak cemas.

"Riven, sudah cukup," kata Luna. "Dia sudah kalah."

"Dia berbahaya, Anti-Sihir itu pasti yang mengalahkan Darius Orphan," jawab Grand Duke Orkamor, matanya yang sebiru es terkunci pada Duke yang tak berdaya.

Dia mengangkat tangannya, kristal-kristal es mulai terbentuk di udara, siap untuk melancarkan serangan terakhir.

Tiba-tiba, sebuah erangan pelan terdengar dari bawahku.

Duke Raymond bergerak.

Dengan susah payah, dia mendorong dirinya untuk duduk, menggunakan pedangnya yang patah sebagai penopang.

Dia menatap Grand Duke Orkamor, darah menetes dari bibirnya, tetapi matanya menyala dengan api yang menolak untuk padam. Dia mendorongku ke belakangnya, menempatkan tubuhnya yang terluka sebagai perisai.

Dia bergerak. Dengan erangan yang dalam dan penuh rasa sakit, tubuhnya yang terluka bergetar. Tangannya mencengkeram tanah, berusaha mendorong dirinya yang remuk untuk bangkit. "Elira..." desisnya, suara serak yang nyaris tak terdengar. "Pergi..."

"Aku tidak akan meninggalkanmu!" balasku.

Dia tidak mendengarkan. Dia menatap lurus ke arah Grand Duke, dan sesuatu dalam dirinya berubah.

"Aku... tidak akan membiarkanmu... menyentuhnya..."

Sebuah aura emas tiba-tiba meledak dari tubuhnya.

Cahaya itu begitu terang dan kuat hingga membuat kami semua menyipitkan mata. Aku merasakan energi yang hangat dan liar, bukan sihir buatan manusia, tetapi sesuatu yang lebih tua, lebih primal. Energi dari tanah Gevarran itu sendiri.

Baju zirahnya yang remuk berderak dan pecah saat otot-otot di bawahnya membesar. Rambut pirangnya tumbuh lebih lebat dan liar, membentuk surai spektral yang berkilauan. Kukunya memanjang dan meruncing menjadi cakar hitam. Telinganya menjadi lebih runcing, dan dari punggungnya, sebuah ekor singa yang terbuat dari cahaya keemasan muncul dan mengibas seperti marah.

Dia berdiri, sedikit membungkuk. Wajahnya lebih tajam, lebih buas, dan matanya kini bersinar dengan cahaya keemasan. Dia membuka mulutnya, dan yang keluar bukanlah kata-kata, melainkan raungan. Raungan singa yang kuat dan penuh kuasa, yang mengguncang reruntuhan hingga ke fondasinya.

Aku tercengang. Ini bukan sihir yang kukenal. Ini adalah sesuatu yang lebih tua, lebih liar. Kekuatan daratan itu sendiri bangkit untuk membela putranya. Dan untuk sesaat, di balik rasa takut, aku merasakan sebuah harapan.

Apa ini berkah Daratan Gevarran: Insting Alam itu?Kekuatan kuno para bangsawan yang dikatakan telah lama hilang... itu... menakjubkan.

Di hadapan kami, Grand Duke Orkamor berhenti. Untuk pertama kalinya, aku melihat ekspresi selain amarah dingin di wajahnya. Rasa hormat. Pengakuan dari sesama predator puncak.

"Jadi, rumor itu benar," katanya. "Singa-singa Gevarran masih memiliki taring mereka." Dia mengangkat tangannya, bukan untuk menyerang, tapi sebagai gestur. "Sangat bagus. Kalau begitu, aku akan menunjukkan rasa hormatku."

Udara di sampingnya beriak. Dua lingkaran sihir biru es yang besar muncul di udara. Dari dalam lingkaran itu, dua sosok raksasa dan transparan meluncur keluar, "berenang" di udara di sekelilingnya.

Paus pembunuh.

Dua ekor paus pembunuh raksasa yang tubuhnya transparan dan memancarkan energi magis yang padat, mata mereka bersinar dengan cahaya biru yang dingin. Kehadiran mereka begitu besar dan menekan, membuatku merasa seperti seekor ikan kecil di hadapan dua monster laut.

Duke, dalam wujud singanya, menatap kedua monster es itu, lalu menatapku. Aku melihat di matanya yang keemasan — dia tahu.

Bahkan dengan kekuatan itu, ini adalah pertarungan yang tidak bisa ia menangkan. Prioritasnya bukanlah kemenangan. Prioritasnya adalah keselamatan.

Tanpa peringatan, dia menerjang, bukan ke arah Grand Duke Orkamor, tapi ke arahku.

Sebelum aku sempat bereaksi, lengannya yang kuat telah membopongku. Aku hanya bisa memekik kaget.

"Pegang erat-erat!"

Raungan Duke Raymond yang dalam dan serak itu nyaris ditelan oleh deru angin saat kami melesat menembus reruntuhan. Aku memeluk lehernya yang kini ditumbuhi surai sihir keemasan, tubuhku terbanting-banting saat dia melompati celah-celah menganga di jalan dan menabrak dinding-dinding yang rapuh.

Ini adalah pelarian yang putus asa. Di belakang kami, aku tidak perlu menoleh untuk tahu bahwa sang pemburu terus mendekat. Aku bisa merasakannya.

Aura dingin yang menusuk tulang, dan bayangan dua paus pembunuh raksasa yang meluncur menembus bangunan-bangunan yang hancur seolah-olah mereka adalah hantu, sirip mereka yang terbuat dari es meninggalkan jejak beku di udara yang panas karena api.

"Kita tidak bisa lari terus!" teriakku di tengah deru angin.

"Aku hanya perlu... mencari celah!" balas Duke, napasnya terdengar berat dan tersengal.

Celah? Monster itu?

Aku bisa merasakan kekuatan dalam wujud singanya mulai goyah. Dia terluka parah, dan transformasi ini membakar sisa-sisa tenaganya dengan cepat.

Grand Duke Orkamor tidak perlu mengejar kami. Dia hanya perlu menunggu kami kelelahan.

Di depan kami terbentang sebuah alun-alun yang luas, satu-satunya jalan terbuka yang tersisa. Ini adalah kesempatan kami untuk menambah jarak. Duke mengerahkan sisa kekuatannya, melesat menyeberangi plaza yang dipenuhi puing-puing itu.

Tapi itu adalah sebuah jebakan.

Tepat saat kami mencapai titik tengah, Grand Duke Orkamor, yang entah bagaimana sudah berada di depan kami, mengangkat tangannya.

"Cukup bermainnya," katanya, suaranya terdengar dari segala arah.

KRAAAAAAAAAKKK!!!

Aku hanya bisa menatap ngeri saat tanah di sekeliling alun-alun meledak. Dinding-dinding es raksasa yang tebal dan berkilauan melesat keluar dari dalam tanah, menjulang tinggi ke langit malam, ujung-ujungnya yang tajam seperti gigi monster.

Dalam hitungan detik, dinding-dinding itu bertemu di atas, membentuk sebuah kubah es yang mengurung kami, memotong semua jalan keluar dan meredupkan cahaya api dari luar menjadi kilau biru yang menakutkan.

Kami terperangkap.

Duke dengan lembut menurunkanku, tubuhnya yang besar berdiri protektif di depanku. Transformasi singanya berkedip-kedip, surai emasnya meredup.

Dia terengah-engah, kelelahan dan terjebak.

Grand Duke Orkamor mendarat tanpa suara di ujung lain alun-alun es itu, dua paus pembunuh melayang agung di sisinya. Dia menatap kami seperti seorang kolektor yang sedang mengagumi spesimen langka yang baru saja ia tangkap.

"Kau bertahan dengan baik, Singa Gevarran," katanya, nadanya datar. "Tapi perburuan ini sudah berakhir. Kau lemah... dan tidak berharga."

Duke Raymond menggeram, taringnya terlihat. Dia mempersiapkan diri untuk pertarungan terakhir yang sia-sia. Aku mencabut belati Cedric dari pinggangku, tanganku gemetar. Aku tidak akan mati tanpa perlawanan.

"Harusnya kamu berlari dengan empat kaki."

Saat Grand Duke Orkamor mulai mengumpulkan sihir es di tangannya untuk serangan terakhir, sebuah suara baru memecah keheningan yang membekukan.

Bukan raungan. Bukan teriakan.

Tapi sebuah siulan.

Siulan yang santai, sedikit sumbang, dan penuh dengan kebosanan, datang dari atas kami.

Kami semua — aku, Duke, bahkan Grand Duke Orkamor —mendongak. Di sana, di puncak dinding es yang tajam, sesosok bayangan duduk dengan santai, satu kakinya menjuntai ke bawah.

"Benar-benar pemandangan yang tidak enak dilihat," kata pria itu, suaranya yang familier terdengar memuakkan. "Seekor anjing kerajaan yang kelelahan dan seekor kepala ikan yang tersesat. Dan di tengah-tengahnya..." Matanya yang merah menyala menatap lurus ke arahku. "...seekor rusa yang hilang."

Marquess Noctis Tyran Serpentis.

1
Ria Gazali Dapson
jdi ikut²an dag dig dug derrr😄
BlackMail
Makasih udah mampir.🙏
Pena Santri
up thor, seru abis👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!