Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Bab 01 : Eksekusi Elira Hartwin

Dingin.

Lantai batu yang lembap menyedot panas terakhir dari tubuhku.

Aku terbangun dengan napas terengah-engah, setiap tarikan udara terasa seperti pisau di paru-paruku. Kepalaku berdenyut-denyut, dipenuhi oleh kabut tebal yang mengaburkan ingatanku.

Ada sesuatu yang sangat penting hilang, sebuah lubang menganga di jiwaku, tetapi aku tak bisa mengingat apa.

Jerit besi berderit membelah kesunyian. Cahaya obor menyilaukan mataku yang sudah terbiasa gelap.

"Dia sudah sadar," desis sebuah suara, dingin dan penuh kepuasan. "Bawa dia keluar. Waktunya telah tiba!"

Tanganku ditarik kasar. Kakiku yang lemah terseret di atas lantai basah. Aku melihat mereka: wanita-wanita dengan gaun sutra dan tatapan seperti ular. Istri-istri Marquess Tyran lainnya.

"Lepaskan aku! Apa kesalahanku?" teriakku, suaraku serak dan asing di telingaku sendiri.

Wanita yang paling depan mendekat. Senyumnya tipis dan menusuk. "Kesalahanmu? Kau telah melakukan kejahatan terbesar. Kau membunuh pewaris Marquess Tyran. Kau meracuni darah yang seharusnya meneruskan garis keturunannya!"

Membunuh pewaris? Kata-kata itu menggema di kepalaku yang kosong. Itu mustahil. Tidak masuk akal.

Aku yakin aku tidak melakukannya, bahkan aku mengutuk dan merasa marah... tapi mengapa wajah mereka penuh dengan kebencian yang tulus? Apa aku... benar-benar melakukannya?

"Aku tidak! Aku tidak ingat—" protesku, tetapi tamparan keras di pipi memutuskan kata-kataku.

"Jangan berpura-pura hilang ingatan, wanita gila!" hardiknya. "Semua orang telah melihat buktinya. Dan sekarang, seluruh Kontinen akan melihat balasannya!"

Aku diseret melalui koridor panjang yang dingin. Lalu, tiba-tiba, kami berada di luar gerbang istana. Sinar matahari menyilaukanku, tetapi segera disambut oleh teriakan.

"Pembunuh!"

"Wanita Gila!"

"Tidak bisa dimaafkan!"

Batu pertama menghunjam bahuku. Rasa sakitnya tajam dan mengejutkan. Batu kedua menyentuh pelipisku, dan rasa besi yang hangat mengalir di pipiku. Aku diseret melalui alun-alun kota, diteriaki, diludahi, dan dilempari oleh wajah-wajah yang sama yang dahulu memandangku dengan hormat.

Air mataku mengalir, bercampur dengan darah dan kotoran. Rasa malu, ketakutan, dan kebingungan yang mendalam menyelimutiku. Apa yang telah kulakukan? Apakah aku benar-benar melakukan ini?

Akhirnya, mereka mendorongku naik ke sebuah panggung kayu. Sebuah balok kayu dengan cerukan untuk leher terpampang di depanku. Di sekelilingku, para prajurit berdiri kaku.

Lalu, mataku menangkap seseorang di kerumunan. Sebuah wajah yang seharusnya akrab. Sahabatku, Clarisse. Wajahnya yang cantik tak seperti biasanya, dipenuhi oleh senyum kecut dan… kepuasan.

Dia tidak menangis. Tidak juga berduka. Dia hanya menatapku, lalu dengan santai mengangkat bahunya, seolah berkata, "Apa yang kau lihat? Kau pikir aku peduli?"

Pengkhianatan itu terasa lebih menyakitkan daripada batu-batu yang dilemparkan.

Seorang algojo mendorong bahuku, memaksaku untuk membungkuk. Kepalaku ditekan ke balok kayu yang kasar. Aku melihat butiran-butiran kayu dan noda-noda gelap yang mungkin darah kering. Dunia menyempit menjadi suara napasku sendiri yang tersendat-sendat.

Terdengar langkah kaki yang berat menaiki panggung. Bukan langkah kaki algojo. Langkah ini… aku mengenalnya.

Aku memberanikan diri mengangkat kepalaku sedikit. Sepatu bot kulit hitam berhenti tepat di sampingku. Aku mengikuti sepatu itu ke atas, ke jubah hitam legam yang disulam dengan benang perak membentuk simbol ular.

Marquess Tyran. Suamiku.

Dia mengambil pedang besar dari tangan algojo. Dia akan melakukannya sendiri.

Aku menatap matanya, mencari sedikit saja keraguan, sedikit saja belas kasihan. Tapi yang kutemukan hanyalah kekosongan. Sedalam dan sedingin musim dingin tanpa akhir.

Matanya menyipit, dan suaranya mendesis keluar dari antara gigi yang terkunci. "Tidak ada kata-kata terakhir yang layak untuk pengkhianat sepertimu."

Dan... STAB!

Kegelapan total menyelimutiku saat bilah pedang itu turun.

Dan dalam kegelapan yang abadi itu, sebelum kesadaranku benar-benar pudar, sebuah bisikan halus, selembut embun, menyentuh jiwaku yang hancur. "....Kami tidak apa-apa. Jadi, bahagialah...."

***

"Hah! ...hah... ha?"

Napas tersangkut di tenggorokanku saat aku membuka mata.

"Apa ini... di mana aku?"

Kelambu sutra berwarna krem, dihiasi sulaman bunga-bunga emas, mengelilingi tempatku terbaring.

Sinar matahari pagi menyaring masuk melalui jendela kaca tinggi, menerpa debu-debu yang menari di udara. Wangi lavender dan Chamomile memenuhi udara, begitu familier dan menusuk kenangan.

Aku bukan di penjara. Aku bukan di alam baka.

Aku… di kamarku.

Kamar yang telah hancur bersama runtuhnya keluarga Hartwin bertahun-tahun yang lalu.

Dengan gemetar, aku mendorong tubuhku untuk duduk. Selimut sutra yang halus terlepas dari tubuhku. Aku menatap tanganku. Mulus, tanpa bekas luka atau memar akibat siksaan. Kuraba wajahku. Halus, tanpa robekan atau bengkak.

Jantungku berdebar begitu kencang, seolah ingin meledak dari dadaku. Ini mustahil. Ini mimpi. Atau… ini adalah akhirat?

Aku melompat dari tempat tidur, kakiku sedikit goyah saat menyentuh karpet permadani yang tebal, lalu bergegas menuju cermin besar di sudut kamar.

Seorang gadis muda menatapku dari balik kaca.

Wajah itu milikku, tapi… bukan. Lebih muda. Lebih polos. Pipinya masih memiliki semburat kemerahan, matanya yang lebar dipenuhi kecemasan, tapi belum ada bayang-bayang keputusasaan yang menghantuiku.

Ini adalah wajahku delapan tahun yang lalu... Atau tujuh tahun yang lalu? Tidak. Detailnya tidak penting. Daripada itu...

"Apa ini nyata? Tidak mungkin…" bisikku, suara serak dan asing.

Pintu kamarku diketuk sopan sebelum terbuka. Seorang pelayan muda masuk membawa nampan berisi air hangat dan handuk bersih.

"Selamat pagi, Nona Elira," sapanya dengan ceria. "Oh, Anda sudah bangun. Apa tidur Anda tidak nyenyak? Anda terlihat pucat."

Aku hanya bisa menatapnya, mulutku sedikit terbuka. Lila. Pelayan setia yang tumbuh besar bersamaku... yang dijual untuk membayar hutang keluarga.

"Li-Lila?" suaraku bergetar saat menyebut namanya.

"Iya, Nona. Ada yang bisa saya bantu? Sarapan sudah siap di bawah. Tuan Count dan Tuan Muda Cedric sudah menunggu," ujar Lila ramah, sama sekali tidak curiga.

Count. Cedric. Ayah. Kakakku. Nama-nama itu menghantamku seperti cambuk. Mereka… masih hidup.

Realitas itu menamparku. Aku tidak mati. Ini bukan mimpi.

Aku telah kembali.

Kembali ke masa sebelum semuanya hancur.

Tanpa sadar, air mata panas mengalir di pipiku. Tubuhku terguncang oleh isakan yang dalam, bukan dari kesedihan, tapi dari kelegaan yang begitu besar hingga terasa menyiksa. Seperti seorang yang hampir tenggelam akhirnya bisa menarik napas lagi.

"Nona! Anda tidak apa-apa?" seru Lila panik. "Haruskah saya panggilkan tabib?"

"Tidak!" sahutku terlalu cepat, suaraku parau. Kuseka air mata dengan kasar, menarik napas dalam-dalam. "Aku… hanya mimpi buruk. Mimpi yang sangat-sangat buruk."

Itu adalah pernyataan paling remeh yang pernah kuucapkan.

Aku berjalan ke jendela, menatap taman di bawah yang hijau dan terawat. Kediaman County Hartwin masih berdiri megah. Keluargaku utuh.

Keluarga...

Lalu, ingatan itu menyambar. Dinginnya bilah pedang di leherku. Mata kosong Marquess Tyran. Senyum puas Clarisse. Teriakan "Pembunuh!"

Dan bisikan terakhir itu. "...bahagialah..."

Siapa? Kenapa?

Aku mencoba mengingat, tapi kepalaku hanya berdenyut sakit.

Tidak masalah. Itu bisa kupikirkan nanti.

Sekarang, hanya satu hal yang penting.

Mereka semua akan membayarnya. Para pengkhianat. Para ular. Dan pria yang mengeksekusiku dengan tangannya sendiri.

Aku tidak akan menjadi korban lagi. Kali ini, aku adalah pemburunya!

Terpopuler

Comments

Ayudya

Ayudya

mampir kak

2025-10-15

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 01 : Eksekusi Elira Hartwin
2 Bab 02 : Keluarga Seperti Ini...
3 Bab 03 : Kontrak Investasi
4 Bab 04 : Dinding Patriarkal
5 Bab 05 : Kekuatan Luar
6 Bab 06 : Laksamana
7 Bab 07 : Mustahil
8 Bab 08 : Sarang Laba-Laba
9 Bab 09 : Jalur Sutra
10 Bab 10 : Transaksi Selesai
11 Bab 11 : Siapa Aku?
12 Bab 12 : Musuh Luar Dalam
13 Bab 13 : Eksekusi Jika Perlu
14 Bab 14 : Akhirnya
15 Bab 15 : Situasi Baru
16 Bab 16 : Bertemu Ular
17 Bab 17 : Noda Tak Kasat Mata
18 Bab 18 : Pesta Dansa Musim Panas
19 Bab 19 : Bencana Atika
20 Bab 20 : Terjun Ke Pusat Badai
21 Bab 21 : Saint Jude
22 Bab 22 : Luna Velmiran
23 Bab 23 : Dia Datang!
24 Bab 24 : Grand Duke Orkamor
25 Bab 25 : Aku Tidak Akan Meninggalkanmu!
26 Bab 26 : Tangkap Luna Velmiran!
27 Bab 27 : Bermain Petak Umpet
28 Bab 28 : Lengan Penuh Darah
29 Bab 29 : Mama!
30 Bab 30 : Mawar Terakhir
31 Bab 31 : Vonis Mati
32 Bab 32 : Cedric Berubah?
33 Bab 33 : Cedric Jadi Count Muda?
34 Bab 34 : Surat Duke
35 Bab 35 : Dia Beneran Buat Kota Baru?
36 Bab 36 : Siapa Pengkhianatnya!?
37 Bab 37 : Mencari Pengkhianat
38 Bab 38 : Karavan Hartwin Diserang
39 Bab 39 : Aku Ingin Itu Menjadi Berita Utama!
40 Bab 40 : Dibungkam
41 Bab 41 : Khan Bornhill
42 Bab 42 : Marquess Tyran
43 Bab 43 : Bergabunglah Dengan Fraksi Bangsawan
44 Bab 44 : Black Dragon Sword
45 Bab 45 : Dilanggar
46 Bab 46 : Serangan Ular
47 Bab 47 : Apa Dia Juga Kembali?
48 Bab 48 : Tidak Mungkin
49 Bab 49 : Batas Musim Dingin
50 Bab 50 : Undangan
51 Bab 51 : Ibu Kota
52 Bab 52 : Dunia Feminim
53 Bab 53 : Arnes Bornhill
54 Bab 54 : Santa
55 Bab 55 : Kaisar
56 Bab 56 : Hasilnya
57 Bab 57 : Luna Velmiran
58 Bab 58 : Libur
59 Bab 59 : Cukup
60 Bab 60 : Khan Bornhill
61 Bab 61 : Suara Hartwin
Episodes

Updated 61 Episodes

1
Bab 01 : Eksekusi Elira Hartwin
2
Bab 02 : Keluarga Seperti Ini...
3
Bab 03 : Kontrak Investasi
4
Bab 04 : Dinding Patriarkal
5
Bab 05 : Kekuatan Luar
6
Bab 06 : Laksamana
7
Bab 07 : Mustahil
8
Bab 08 : Sarang Laba-Laba
9
Bab 09 : Jalur Sutra
10
Bab 10 : Transaksi Selesai
11
Bab 11 : Siapa Aku?
12
Bab 12 : Musuh Luar Dalam
13
Bab 13 : Eksekusi Jika Perlu
14
Bab 14 : Akhirnya
15
Bab 15 : Situasi Baru
16
Bab 16 : Bertemu Ular
17
Bab 17 : Noda Tak Kasat Mata
18
Bab 18 : Pesta Dansa Musim Panas
19
Bab 19 : Bencana Atika
20
Bab 20 : Terjun Ke Pusat Badai
21
Bab 21 : Saint Jude
22
Bab 22 : Luna Velmiran
23
Bab 23 : Dia Datang!
24
Bab 24 : Grand Duke Orkamor
25
Bab 25 : Aku Tidak Akan Meninggalkanmu!
26
Bab 26 : Tangkap Luna Velmiran!
27
Bab 27 : Bermain Petak Umpet
28
Bab 28 : Lengan Penuh Darah
29
Bab 29 : Mama!
30
Bab 30 : Mawar Terakhir
31
Bab 31 : Vonis Mati
32
Bab 32 : Cedric Berubah?
33
Bab 33 : Cedric Jadi Count Muda?
34
Bab 34 : Surat Duke
35
Bab 35 : Dia Beneran Buat Kota Baru?
36
Bab 36 : Siapa Pengkhianatnya!?
37
Bab 37 : Mencari Pengkhianat
38
Bab 38 : Karavan Hartwin Diserang
39
Bab 39 : Aku Ingin Itu Menjadi Berita Utama!
40
Bab 40 : Dibungkam
41
Bab 41 : Khan Bornhill
42
Bab 42 : Marquess Tyran
43
Bab 43 : Bergabunglah Dengan Fraksi Bangsawan
44
Bab 44 : Black Dragon Sword
45
Bab 45 : Dilanggar
46
Bab 46 : Serangan Ular
47
Bab 47 : Apa Dia Juga Kembali?
48
Bab 48 : Tidak Mungkin
49
Bab 49 : Batas Musim Dingin
50
Bab 50 : Undangan
51
Bab 51 : Ibu Kota
52
Bab 52 : Dunia Feminim
53
Bab 53 : Arnes Bornhill
54
Bab 54 : Santa
55
Bab 55 : Kaisar
56
Bab 56 : Hasilnya
57
Bab 57 : Luna Velmiran
58
Bab 58 : Libur
59
Bab 59 : Cukup
60
Bab 60 : Khan Bornhill
61
Bab 61 : Suara Hartwin

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!