NovelToon NovelToon
Penghakiman Diruang Dosa

Penghakiman Diruang Dosa

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Spiritual / Iblis / Menyembunyikan Identitas / Barat
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: R.H.

⚠️ *Peringatan Konten:* Cerita ini mengandung tema kekerasan, trauma psikologis, dan pelecehan.

Keadilan atau kegilaan? Lion menghukum para pendosa dengan caranya sendiri. Tapi siapa yang berhak menentukan siapa yang bersalah dan pantas dihukum?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.H., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

25. Pengakuan Rio.

Sudah tiga hari berlalu sejak malam itu. Rio Febrian Feat, anak kepala polisi belum juga pulang. Tidak ada kabar bahkan tidak ada jejak.

Pagi itu, berita kehilangan Rio mulai menghiasi layar televisi nasional. Wajah tampannya terpampang jelas di layar, diiringi narasi reporter yang terdengar tegang.

"Hilangnya Rio Febrian Feat, anak dari Komisaris Besar Polisi J seno Feat, masih menjadi misteri. Rio terakhir terlihat di sebuah klub malam di pusat kota bersama teman-temannya. Namun, sejak malam itu, tidak ada satu pun saksi yang melihat kepergiannya."

"Pihak kepolisian telah melakukan penyelidikan intensif, termasuk memeriksa seluruh rekaman CCTV di area klub dan jalan sekitar. Anehnya, semua rekaman CCTV di lokasi kejadian dan rute keluar kota... hilang. Diduga kuat sistem telah diretas oleh pihak yang sangat profesional."

"Komisaris J menyatakan bahwa ini bukan kasus penculikan biasa. 'Kami akan mengusut tuntas siapa pun yang terlibat. Tidak ada yang bisa menyentuh anak saya tanpa konsekuensi,' ujar beliau dalam konferensi pers tadi pagi."

Aku berbaring santai di kamar, tangan menopang kepala, menatap layar televisi dengan senyum tipis.

Aku tertawa pelan. Bukan karena lelucon. Tapi karena puas.

"Anak kepala polisi... hilang tanpa jejak. Dan mereka bahkan tidak tahu siapa yang melakukannya" ucapku ditengah tawa.

"Kalian ga bakal tangkap aku. Antoni sudah bersihkan semuanya. CCTV di klub, jalan keluar, bahkan rekaman lalu lintas. Semua lenyap. Seolah Rio menghilang begitu saja."

Aku menatap layar TV yang kini menampilkan wajah Komisaris j dengan ekspresi tegang.

Aku tersenyum smirk, lalu berdiri dan berjalan menuju ruang bawah tanah. Sudah waktunya memberikan pelajaran penting kepada Rio—yang kini tak berdaya.

Ia masih terbaring tak sadarkan diri, tubuhnya terikat, dan sama sekali tak menyadari bahwa hidupnya kini berada di tangan seseorang yang tak bisa ia kendalikan.

Aku menatapnya tajam. Luka-lukanya telah dijahit rapi oleh Antoni. Tiga hari terakhir aku sibuk dengan pekerjaan kantor, dan sekarang... waktunya untuk memulai aksiku.

"Orang yang tak punya sopan santun layak diberi pelajaran seperti ini. Apa kamu menyukainya, Rio?" bisikku pelan, seperti racun yang meresap.

Rio perlahan tersadar. Wajahnya lemas, matanya memohon, seolah hidupnya telah hancur. Ia tampak ingin segera pergi dari dunia ini. Tapi aku tak akan membiarkannya... belum, setidaknya sampai aku puas.

"Aku mohon... lepasin aku," ucapnya lirih.

Aku menghela napas panjang, lalu tersenyum kecil. "Baiklah... aku akan melepaskanmu," bisikku dingin sambil mulai membuka ikatannya.

Rio tersenyum, mengira aku benar-benar akan membiarkannya pergi. Setelah semua pengikatnya terlepas, aku mendekat dan berbisik di telinganya.

"Silakan lari sejauh mungkin... sebelum aku mengurungkan niatku."

Dengan kaki pincang, Rio berusaha berlari menaiki anak tangga menuju pintu basecamp. Aku hanya diam, menikmati pertunjukan yang menurutku begitu menarik. Saat ia hampir mencapai pintu dan berharap akan bebas, Rafael tiba-tiba muncul dari balik pintu.

Rio terkejut, kehilangan keseimbangan, dan jatuh menghantam anak tangga. Kepalanya berdarah akibat benturan keras.

Aku tertawa puas, bertepuk tangan melihat kejatuhannya yang begitu tragis. Aku juga tak percaya Rafael tiba-tiba muncul membuat adegan tambah menarik. Rafael turun dengan senyum puas, lalu berjongkok memeriksa kondisi Rio yang kini melemas. Sedangkan Rio dia hanya bisa menatap Rafael dengan tatapan dendam.

"Bagaimana? Menyenangkan, bukan? Seperti yang kamu lakukan pada Erlan saat memukuli aku dulu. Senyumanmu, tawamu... masih terngiang di kepalaku. Kau tak pernah puas menghakimi aku hanya karena aku anak orang miskin, sedangkan kau... anak kepala polisi yang punya segalanya. Bahkan, seminggu berlalu ayahmu yang kau banggakan itu belum juga menemukanmu, Rio."

Rafael menatapnya tajam. "Apa kau tak merindukan makanan enak? Kasur empuk? Hidup mewah?"

Ia tersenyum sinis. "Kalau kau menginginkannya, hari ini aku akan siapkan makanan enak khusus untukmu. Sebagai perayaan... satu minggu kau berada di sini."

Rio menggeleng lemah, jelas tak tertarik. Tapi aku melihat tangannya mengepal erat.

"KENAPA? Kau tak menginginkannya, ya?" Rafael mendekat, matanya menyala. "Gimana kalau aku yang menginginkannya?"

Tanpa ragu, Rafael menarik rambut Rio dengan kasar. Rio mendongak perlahan, menatap Rafael dengan mata berkaca-kaca. Air matanya jatuh satu per satu, membasahi pipi yang pucat.

"Ku mohon… maafkan aku, Rafael. Tapi tolong… lepasin aku. Atau… bunuh saja aku. Aku mohon," ucapnya lirih, suaranya nyaris tak terdengar.

Rafael hanya tertawa pelan, lalu melepaskan cambakanya sejenak—bukan karena belas kasihan, tapi karena permainan belum selesai.

Tak lama kemudian, Rio kembali diikat di tempat semula. Kali ini dalam keadaan sadar penuh. Rasa sakit menyiksanya tanpa henti. Ia terus meringis, berharap bisa pingsan. Tapi dunia seolah memaksanya untuk tetap sadar… agar ia bisa merasakan setiap detik penderitaan itu.

Aku berdiri di depannya. Menatap wajahnya dengan tatapan kosong. Ia membalas tatapanku, tapi matanya sudah kehilangan harapan. Di belakangku, Rafael sibuk mengatur kamera.

Aku kini sudah mengenakan hoodie hitam dan topeng iblis. Rekaman dimulai. Aku berdiri menghadap kamera, lalu perlahan menoleh ke arah Rio.

"Akui dosamu… jika kau ingin diampuni," ucapku dingin.

Rafael mendekatkan kamera ke wajah Rio yang penuh luka dan ketakutan.

"Aku… Rio Febrian Feat, anak kepala polisi," ucapnya dengan suara gemetar. "Jujur saja… aku menyesal menjadi anak yang sombong karena status orang tuaku. Dulu… aku suka membuli anak-anak miskin. Aku menginjak mereka, merendahkan, bahkan menghakimi mereka… hanya karena aku bisa. Karena aku puas."

Ia menarik napas berat, lalu melanjutkan, "Sekarang aku menyesal… karena dendam mereka kembali padaku. Jadi… aku mohon… jangan pernah jadi seperti aku. Jangan perlakukan orang lain dengan buruk hanya karena status sosial. Kita semua sama… manusia. Jangan lihat seseorang hanya dengan sebelah mata."

"Rekaman selesai," ucap Rafael sambil mematikan kamera.

"Bagus. Kau baru sadar sekarang? Setelah semua yang kau lakukan?" Ucapku dingin lalu melepaskan topeng dan Hoodie yang membuatku sesak, dan melemparnya sembarang arah.

"Lucu. Baru sekarang kau bisa bicara seperti manusia." Ucap Rafael tersenyum kecut.

"Kamu pikir… status bisa melindungi kamu, Rio. Tapi ternyata, itu cuma ilusi. Semua yang kau anggap kekuatan… ternyata cuma topeng." Sambungnya.

Aku lalu mendekat dan berbisik. "Baru sekarang kau bicara seperti orang yang punya hati. Sayangnya… hati itu sudah terlalu terlambat untuk berdetak."

Rio menangis dalam diam, dia menatapku lalu menatap Rafael.

"Sekarang aku sadar. Sadar bahwa selama ini aku hidup dalam kebohongan yang aku ciptakan sendiri. Aku pikir status bisa melindungi aku. Aku pikir nama besar ayahku bisa menutupi semua dosa yang aku lakukan. Ternyata tidak. Semua itu cuma ilusi. Lapisan tipis yang hancur begitu saja saat kenyataan mulai menamparku.

Dulu, aku tertawa saat melihat orang lain menderita. Aku merasa berkuasa saat mereka takut padaku dan teman-teman ku. Aku pikir itu kekuatan.

Tapi sekarang aku tahu… itu kelemahan.

Kelemahan yang aku bungkus dengan kesombongan dan kekerasan.

Aku ingat setiap wajah yang aku injak, setiap tawa yang aku lontarkan saat mereka menangis.

Aku ingat bagaimana aku merasa puas saat mereka tak berdaya. Dan sekarang… aku yang tak berdaya.

Ironis, bukan?

Aku baru sadar bahwa rasa bersalah itu bukan datang dari luar. Ia tumbuh dari dalam, perlahan, seperti racun. Dan sekarang racun itu sudah menyebar ke seluruh tubuhku. Aku merasa kotor.

Bukan karena luka-luka di tubuhku… tapi karena luka yang aku tinggalkan di orang lain.

Aku ingin menebus semuanya. Tapi aku tahu… tidak ada yang bisa benar-benar ditebus.

Kata maaf tidak cukup, tangisan tidak cukup.

Bahkan rasa sakit ini… mungkin juga tidak cukup.

Tapi aku tetap ingin mencoba. Karena sekarang aku sadar… Sadar bahwa menjadi manusia bukan soal siapa yang paling kuat, paling kaya, atau paling ditakuti. Menjadi manusia adalah soal bagaimana kita memperlakukan orang lain. Dan aku… gagal, jadi tolong maafkan aku." Jelas Rio panjang lebar dengan suara lirih.

Aku sama Rafael hanya diam sambil terkekeh.

***

Satu minggu kemudian, hari yang dinanti pun tiba.

Acara penyambutan kedatangan ku digelar dengan kemegahan luar biasa, seperti yang bima katakan.

Halaman utama kediaman Bima disulap menjadi panggung megah bertema kerajaan modern. Karpet merah terbentang dari gerbang hingga ke aula utama, dihiasi lampu kristal dan bunga-bunga eksotis yang didatangkan langsung dari luar negeri.

Perusahaan-perusahaan ternama hadir, mulai dari pemilik jaringan media, konglomerat teknologi, hingga tokoh-tokoh politik yang biasanya jarang terlihat di acara publik. Semua berdandan rapi, membawa hadiah dan harapan untuk bisa menjalin hubungan dengan keluarga Bima.

Acara itu disiarkan langsung di berbagai stasiun televisi nasional dan internasional. Di layar kaca, wajah ku terpampang jelas saat aku melangkah keluar dari pintu utama dengan setelan hitam elegan. Sorot mata ku tenang namun tajam. Tepuk tangan bergemuruh, kamera menyorot setiap gerakanku.

Sedangkan disisi lain. Sebuah ruangan gelap, jauh dari keramaian, seorang lelaki duduk santai di depan televisi. Wajahnya tertutup sebagian oleh bayangan, namun senyumnya terlihat jelas—lebar. Ia menyaksikan acara itu dengan mata berbinar, seolah mengenali ku lebih dari sekadar sosok publik.

Saat ini aku sedang mengobrol dengan beberapa orang-orang penting yang sangat berpengaruh di kota ini, sesekali aku tersenyum ramah sama orang-orang yang menyapaku.

Namun pandangaku tiba-tiba terahlihkan kepada sosok Rafael yang justru terjebak dalam dilema yang sangat... manusiawi.

Di hadapannya terbentang meja panjang berisi puluhan hidangan dari berbagai penjuru dunia—dari sushi segar yang ditata artistik, steak wagyu yang masih mengepul, hingga dessert berlapis emas yang tampak lebih seperti karya seni daripada makanan.

Rafael berdiri terpaku, matanya bergerak cepat dari satu piring ke piring lain. Tangannya sempat terulur ke arah tiram segar, lalu ragu dan beralih ke pasta truffle. Ia bahkan sempat mencium aroma rendang yang menggoda, namun kembali bingung.

Aku hanya bisa menggelengkan kepala, tak kaget lagi dengan tingkat Rafael yang seperti orang kampung yang baru pertama hadir di acara mewah seperti ini.

"Kenapa makanannya semua terlihat seperti final MasterChef? Jadikan binggung mau makan yang mana." gumamnya pelan.

Seorang maid yang berdiri tak jauh darinya tersenyum ramah. "Tuan Rafael, Anda bisa mulai dari yang ringan dulu. Mungkin salad buah atau sup jamur?" Ucap bi rupi.

Rafael menoleh lalu tertawa cangung memperlihatkan giginya. "Kalau saya ambil semuanya, itu... nggak apa-apa kan?"

Bi rupi itu tertawa pelan. "Tentu saja, Tuan. Di sini, tidak ada yang melarang Anda menikmati semuanya."

Rafael pun akhirnya mengambil piring, dan mulai menyusun makanannya. Dan memakan semuanya dengan rakus. Di tengah kemegahan acara ini, ia menjadi satu-satunya tamu yang sibuk memilih makanan, bukan membangun koneksi.

***

Dengan tangan penuh piring dan mangkuk berisi berbagai makanan mewah, Rafael berjalan pelan menyusuri lorong panjang menuju ruang bawah tanah. Langkahnya sedikit goyah, berusaha menjaga keseimbangan agar tiram, pasta truffle, dan rendang yang ia bawa tidak tumpah.

Sesekali ia berhenti, mencicipi satu dua suapan sambil bergumam pelan,

"Hmm... rendangnya kayak buatan nenek, tapi lebih lembut..."

Setibanya di ruangan, Rafael melihat Rio yang menatapnya tajam. Wajah Rio masih pucat, tubuhnya lemas, dan matanya penuh amarah yang tertahan.

Rafael melangkah masuk dengan senyum lebar.

"Lihat nih, bro. Makanan surga!" Katanya sambil mengangkat piring-piringnya, sengaja memamerkan.

Rio menatap makanan itu dengan mata kosong. Aroma yang menggoda tak mampu mengalahkan rasa sakit dan putus asa yang ia rasakan.

"Aku cuma pikir, kamu pasti belum makan enak sejak... ya, sejak kamu berada di neraka dunia," ucap Rafael dengan nada menggoda.

"Rafael... tolong lepasin aku. Atau... setidaknya bunuh saja aku. Aku menyesal. Benar-benar menyesal. Kumohon... lepasin aku." Ucapnya melemas.

Rafael menggeleng pelan, lalu menyodorkan sepotong sushi ke arah Rio.

"Gila. Aku nggak akan membunuhmu secepat itu, Rio. Coba ini dulu. Katanya bisa bikin orang lupa masalah hidup." Ucap rio terkekeh lalu mencoba menyuapi Rio, yang terus menolak makanan itu.

"Bukannya ini enak? Kenapa kamu nggak menginginkannya, Rio?" bentaknya kasar, lalu tersenyum kecil seperti mempunyai ide licik lalu menarik rambut Rio dengan paksa.

Dengan kejam, Rafael memaksa Rio membuka mulut. Ia menyuapkan makanan secara brutal, memukul mulut Rio agar makanan masuk ke tenggorokannya.

Rio tersedak, batuk keras, lalu memuntahkan semuanya. Tubuhnya gemetar, wajahnya penuh air mata dan sisa makanan.

"Bodoh," gumam Rafael kesal.

1
dhsja
🙀/Scowl/
Halima Ismawarni
Ngeri au/Skull//Gosh/
R.H.: ngeri sedap-sedap au/Silent//Facepalm/
total 1 replies
Halima Ismawarni
seru
R.H.
Slamat datang di cerita pertama ku/Smile/ Penghakiman Diruang Dosa, semoga teman-teman suka sama ceritanya/Smile/ jangan lupa beri ulasan yang menarik untuk menyemangati author untuk terus berkarya/Facepalm/ terimakasih /Hey/
an
lanjut Thor /Drool/
an
lanjut Thor
an
malaikat penolong❌
iblis✔️
dhsja
keren /Hey/
dhsja
keren /Hey/
dhsja
Lanjut /Smile/
dhsja
Keren😖 lanjut Thor 😘
diylaa.novel
Haloo kak,cerita nya menarik
mampir juga yuk ke cerita ku "Misteri Pohon Manggis Berdarah"
R.H.: terima kasih, bak kak😘
total 1 replies
Desi Natalia
Ngangenin
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!