Ardi, seorang ayah biasa dengan gaji pas-pasan, ditinggalkan istrinya yang tak tahan hidup sederhana.
Yang tersisa hanyalah dirinya dan putri kecil yang sangat ia cintai, Naya.
Saat semua orang memandang rendah dirinya, sebuah suara asing tiba-tiba bergema di kepalanya:
[Ding! Sistem God Chef berhasil diaktifkan!]
[Paket Pemula terbuka Resep tingkat dewa: Bihun Daging Sapi Goreng!]
Sejak hari itu, hidup Ardi berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hamei7, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Itu Pasti Cucu Saya
Ardi menundukkan kepala, bahkan tak berani menatap wajah bibi di depannya.
Astaga… apa maksudnya empat puluh tahun lebih muda? Bibi, tolonglah… jaga harga dirimu sedikit, batinnya pasrah.
Sambil menghela napas, Ardi menyiapkan tiga porsi mie daging sapi goreng pesanan. Namun sebelum sempat dibungkus, Pak Joko yang sedari tadi duduk mengawasi langsung menahan tangannya.
“Eh, Mas Ardi, jangan buru-buru dibungkus. Saya makan di sini aja,” katanya mantap.
Ardi tersenyum tipis. “Siap, Pak.”
Ia segera menyajikan semangkuk mie daging sapi goreng panas ke hadapan Pak Joko. Lelaki paruh baya itu langsung menyendok dengan sumpit, mendekatkan ke hidung, lalu menghirup aroma yang mengepul harum.
Semua orang yang ada di situ otomatis menatapnya penuh penasaran.
“Gimana, Pak Joko? Kok diem aja? Jangan-jangan nggak enak?” goda salah satu bapak.
Yang lain langsung ikut-ikutan. Mereka sudah tahu sifat Pak Joko: kalau soal makanan, lidahnya kritis luar biasa. Kalau enak, pasti dipuji setinggi langit. Tapi kalau ada yang kurang, jangan harap lolos dari komentarnya.
Namun kali ini, Pak Joko sengaja berlama-lama. Ia kunyah pelan-pelan, matanya terpejam menikmati rasa.
“Eh, cepetan dong! Enak apa nggak, sih?!” teriak salah satu bibi tak sabar.
Seorang bapak lain menimpali sambil nyengir. “Lihat wajahnya aja udah ketahuan. Udah lama saya nggak lihat dia bahagia kayak gitu!”
Benar saja. Wajah Pak Joko mendadak berbinar, seakan menemukan harta karun. Lalu dengan suara lantang ia berkata:
“Harum! Halus! Lembut! Gurih! Segar!!!”
Dalam lima kata singkat, ia merangkum semua sensasi mie daging sapi goreng buatan Ardi.
“Ini… ini mie terenak yang pernah saya makan seumur hidup!” tambahnya mantap.
“Wuih, segitunya, Pak?” seru beberapa orang hampir kompak.
Mereka agak tercengang. Sebab, biasanya Pak Joko selalu ada kritik. “Kurang asin lah, terlalu berminyak lah, dagingnya keras lah.” Pokoknya selalu ada cela. Tapi kali ini? Justru pujian setinggi langit.
Mau tak mau, ekspektasi semua orang langsung naik. Mereka menelan ludah, melirik ke arah dua piring mie daging sapi goreng yang tersisa di meja Ardi.
Masalahnya, yang antre ada empat orang. Sementara porsi cuma dua.
Suasana jadi agak tegang. Semua saling pandang, seperti siap rebutan tapi gengsi untuk mengaku.
Melihat keadaan itu, Pak Joko langsung sigap. Ia ambil beberapa sumpit sekali pakai dari gerobak Ardi lalu membagikannya.
“Ayo, kita bagi rata aja. Mie Ardi ini porsinya banyak kok. Semua kebagian.”
Para tetangga pun lega. Ardi segera membagi dua piring sisa menjadi empat porsi kecil. Ditambah semangkuk Pak Joko, total ada lima piring—cukup untuk semuanya.
Meski artinya ia kehilangan dua porsi dagangan, Ardi tak keberatan.
Bagi seorang koki sejati, kebahagiaan terbesar adalah saat orang lain menikmati masakan dengan puas.
“Enak banget!” seru Bu Yanti sambil tersenyum lebar.
“Gimana bisa bikin mie goreng seenak ini ya, Di? Berminyak tapi nggak bikin enek. Dagingnya empuk banget!” komentar salah satu bibi sambil terus mengunyah.
“Pantesan Pak Joko muji abis-abisan. Saya juga bisa makan tiap hari kalau ada,” tambah bapak lain.
Bahkan ada yang nyeletuk sambil bercanda, “Sayangnya cucu saya udah nikah. Kalau nggak, saya jodohin sama kamu, Di, hahaha!”
Ardi cuma bisa nyengir kaku.
Suasana makin ramai. Ada yang biasanya nggak doyan makan mie pagi-pagi, kali ini malah nambah. Ada yang sambil bercanda mengenang masa muda mereka.
“Mas Ardi kalau buka lapak tiap pagi, kabarin ya. Saya pasti langganan!”
“Betul tuh. Kalau dulu saya bisa masak kayak kamu, mungkin suami saya nggak kabur!” celetuk salah satu bibi, disambut gelak tawa.
Awalnya mereka datang untuk membantu Pak Joko jadi mak comblang. Tapi gara-gara semangkuk mie daging sapi goreng, topik jodoh langsung terlupakan.
Hanya Pak Joko yang masih melirik Ardi penuh perhitungan, seperti ayah yang menimbang calon menantu.
Pemuda berbakat begini… sayang kalau sampai direbut orang lain, pikirnya.
Sambil menikmati suapan terakhir, ia bergumam dalam hati: Mie Ardi ini bahkan lebih enak daripada restoran mahal di ibu kota sekalipun…
Tak tahan, ia pun bertanya, “Mas Ardi, sebenarnya kamu belajar masak di mana, sih? Ada guru yang ngajarin?”
Ardi tersenyum santai. “Nggak pernah belajar khusus, Pak. Cuma sering lihat video masak di internet. Lama-lama nyoba sendiri. Terus Naya, anak saya, bilang lebih enak daripada beli di luar. Dari situ kepikiran buka warung kecil.”
Semua orang terdiam. Mereka menatap Ardi tak percaya.
Belajar dari internet? Kok bisa seenak ini?!
Pak Joko mengernyit. Ah, nggak mungkin. Video masak di internet biasanya cuma gaya doang. Tapi hasil Ardi benar-benar luar biasa.
Ia pun mengeluarkan ponselnya. “Mas Ardi, coba tunjukin dong channel yang sering kamu tonton. Saya juga mau belajar.”
Ardi mengangkat bahu. “Nggak ada yang khusus, Pak. Saya nonton acak aja.”
“Ya udah, coba bukain. Biar saya catat.”
Pak Joko menyerahkan ponselnya. Namun begitu aplikasi dibuka, tiba-tiba terdengar musik keras:
“BOOM BOMM!”
Layar ponsel menampilkan video beberapa perempuan muda dengan pakaian ketat dan stoking warna-warni.
Semua bapak-ibu yang ada di sana langsung terperangah.
Wajah Pak Joko seketika merah padam. Ia buru-buru bersuara keras.
“Ini pasti ulah cucu saya! Dia suka pinjam HP sembarangan. Jangan salah paham ya, saya nggak pernah nonton beginian!”
Para tetangga saling pandang. Ada yang menahan tawa, ada juga yang pura-pura batuk untuk menutupi senyum.
Ardi sendiri cuma bisa garuk-garuk kepala.
Waduh… kok malah jadi begini ujung-ujungnya…
tapi untuk menu yang lain sejauh ini selalu sama kecuali MIE GORENG DAGING SAPInya yang sering berubah nama.
Itu saja dari saya thor sebagai pembaca ✌
Apakah memang dirubah?
Penggunaan kata-katanya bagus tidak terlalu formal mudah dipahami pembaca keren thor,
SEMAGAT TERUS BERKARYA.