NovelToon NovelToon
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Pengantin Pengganti / Percintaan Konglomerat / Pengantin Pengganti Konglomerat / Romansa / Roman-Angst Mafia
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mapple_Aurora

Menjelang hari pernikahannya, Amara menghilang tanpa jejak. Dengan waktu yang semakin sempit, keluarga calon pengantin pria mendesak agar pernikahan tetap berlangsung demi nama baik. Helena, adik Amara yang diam-diam mencintai tunangan kakaknya, Lucian, dipaksa menjadi pengantin pengganti.

Namun ketika ia menerima peran itu dengan hati yang penuh luka, Helena menemukan jejak kejanggalan: apartemen Amara yang terlalu rapi, koper yang tertinggal, dan waktu yang tidak sinkron dengan hari hilangnya Amara. Semakin ia melangkah ke dalam pernikahan, semakin besar pula misteri yang membayangi keluarga mereka.

Jejak-jejak ganjil tentang hilangnya Amara membuat Helena ragu: apakah ia sedang mengambil tempat seorang pengantin yang kabur, atau menggantikan seseorang yang sudah tak akan pernah kembali?

.

Jika ada kesamaan nama tokoh, dan latar hanyalah fiktif belaka, tidak ada hubungannya dengan kehidupan nyata.

follow ig: @aca_0325

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Malam menjelang. Lampu-lampu jalan mulai menyala, dan kafe dekat kampus terlihat ramai namun tetap nyaman dengan cahaya hangat dan musik lembut mengalun pelan. Helena melangkah masuk dengan langkah ragu, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

Ia memilih meja di sudut dekat jendela, mencoba menenangkan diri sambil memesan segelas latte. Tangannya sibuk memainkan sendok kecil, menunggu, menghitung setiap detik yang terasa semakin panjang.

Lalu pintu kafe berdering halus. Seorang pria tinggi dengan rambut sedikit berantakan masuk, wajahnya tampak lelah namun tatapannya tetap tajam. Rafael.

Begitu matanya menangkap Helena, sebuah senyum singkat muncul di bibirnya. Ia berjalan mendekat, lalu duduk di hadapannya tanpa basa-basi.

“Sudah lama,” ucap Rafael, suaranya dalam dan tenang, tapi ada sesuatu yang menggantung di balik kata-katanya.

Helena mengangguk pelan. “Ya… terlalu lama.”

Hening sejenak. Mata mereka bertemu, dan di sana ada campuran asing antara pertanyaan dan rahasia yang belum terucap.

Sama seperti Amara, Helena juga sudah lama mengenal Rafael. Sekedar kenal, tidak akrab dan tidak pernah benar-benar dekat karena satu-satunya wanita di dekat Rafael hanya Amara.

Jika saja Amara tidak bertunangan dengan Lucian dua tahun lalu, Helena akan lebih percaya Rafael kekasih Amara dan bukan Lucian.

“Aku hampir tak percaya kau benar-benar membalas pesanku,” kata Helena akhirnya mencoba memecah kecanggungan.

Rafael menautkan jemarinya di atas meja, menatapnya lekat. “Aku juga hampir tak percaya kau ingin bertemu denganku.”

Pelayan datang membawa minuman, memecah ketegangan sesaat. Setelah itu, suasana kembali dipenuhi kata-kata yang menunggu untuk keluar.

“Helena…” Rafael mencondongkan tubuhnya sedikit, suaranya merendah. “Apa kau benar-benar baik-baik saja di sana? Bersama Lucian?”

Pertanyaan itu menusuk langsung ke inti. Helena menahan napas, tangannya refleks menggenggam cangkir hangat yang mulai mendingin.

Helena menarik napas panjang, mencoba mengatur kata-kata yang sejak tadi menyesakkan dadanya. Ia menatap Rafael lurus, sorot matanya campuran antara penasaran dan resah.

“Rafael…” suaranya hampir bergetar, “kau tahu sesuatu tentang Amara, bukan? Tentang kenapa dia tiba-tiba menghilang begitu saja?”

Pertanyaan itu membuat Rafael terdiam. Senyum tipis yang tadi sempat muncul lenyap, digantikan kerutan halus di dahinya. Ia menatap Helena lama, seolah menimbang apakah harus berkata jujur atau tetap menyimpan rahasia.

“Kenapa kau menanyakannya sekarang?” Rafael akhirnya bicara, nada suaranya hati-hati.

“Karena aku harus tahu,” Helena menjawab cepat. “Semua terasa… tidak wajar. Amara pergi begitu saja, tanpa penjelasan, tanpa tanda. Dan sekarang aku mendengar desas-desus dia kembali. Aku tidak bisa hanya diam.”

Rafael menghela napas, menunduk sebentar, lalu mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja. “Aku tahu sedikit,” katanya akhirnya.

“Tapi itu bukan cerita yang sederhana, Helena. Amara tidak sekadar ‘pergi’. Ada alasan besar di balik itu, sesuatu yang melibatkan orang-orang yang kau kenal lebih dekat daripada yang kau kira.”

Helena membeku. Kata-kata Rafael menyalakan bara rasa ingin tahunya sekaligus rasa takut. “Maksudmu… Lucian?” bisiknya hampir tak terdengar.

Rafael menatapnya lekat. Tatapan itu penuh kerahasiaan, sekaligus peringatan. “Kalau kau ingin jawabannya, kau harus siap menerima konsekuensinya. Karena Amara tidak pernah benar-benar pergi… dan dia mungkin tidak pernah benar-benar sendiri.”

Helena merasakan bulu kuduknya meremang, seperti baru saja menyentuh pintu rahasia yang selama ini dikunci rapat.

"Tentang dia yang kembali... Apa kau yakin?" Tanya Rafael seolah baru pertama mendengarnya.

"Aku tidak tahu. Seseorang mengatakan kalau dia kembali, tapi aku belum melihatnya."

Rafael bersandar ke kursinya, pandangannya menerawang sejenak sebelum kembali ke mata Helena. Suaranya berat, seolah setiap kata memiliki beban tersendiri.

“Amara pergi bukan karena dia ingin. Dia dipaksa… oleh keadaan. Ada orang-orang yang menekan, yang mengancam. Dia tidak punya pilihan selain menghilang demi keselamatan dirinya dan mungkin juga demi keselamatan orang-orang di sekitarnya.”

Helena mendengarkan dengan saksama. Jantungnya berdetak cepat, setiap kalimat yang keluar dari bibir Rafael semakin mengikat perhatiannya.

“Dia bilang padaku,” lanjut Rafael, “bahwa ada rahasia besar yang tidak boleh sampai terbongkar. Kalau itu terjadi, akan ada banyak orang yang hancur. Jadi, dia memilih pergi. Bukan untuk meninggalkanmu, bukan untuk melupakan… tapi untuk melindungi.”

Helena menelan ludah. Kata-kata itu terdengar masuk akal, bahkan menyentuh. Tapi ada sesuatu yang terasa aneh. Terlalu rapi, terlalu seperti alasan yang sudah disiapkan jauh-jauh hari.

“Kalau semua demi melindungi,” suara Helena pelan namun tegas, “kenapa sekarang dia kembali? Bukankah lebih aman kalau dia tetap menghilang?”

Rafael menahan tatapannya, lalu menunduk sebentar. “Itu yang aku tidak tahu. Amara tidak memberitahuku apa pun. Aku juga tidak tahu dia muncul lagi… dan mungkin bukan tanpa alasan.”

Helena menatapnya lama, mencari tanda-tanda kebohongan di wajah Rafael. Tapi yang ia temukan hanyalah ketenangan dingin, seperti seseorang yang hanya mengungkap setengah kebenaran.

“Rafael,” Helena berkata lebih lirih, “aku ingin mempercayaimu. Tapi ceritamu terasa… janggal. Seperti ada bagian yang sengaja kau sembunyikan dariku.”

Rafael tersenyum samar, tapi matanya tidak ikut tersenyum. “Mungkin karena tidak semua hal sebaiknya kau ketahui, Helena. Tidak sekarang.”

Helena merasakan perutnya mengeras, campuran antara frustrasi dan rasa takut. Ia tahu Rafael tidak berbohong sepenuhnya—tapi juga tidak jujur sepenuhnya.

Helena menggenggam cangkirnya lebih erat, jari-jarinya dingin meski latte yang ia pegang masih hangat. “Rafael, kalau kau benar-benar tahu sesuatu… katakan saja. Aku tidak tahan dengan setengah kebenaran. Lebih baik sakit dengan kenyataan daripada terus dihantui pertanyaan.”

Rafael menatapnya lama, sorot matanya tajam sekaligus penuh pertimbangan. Lalu ia mencondongkan tubuh, suara diturunkan menjadi bisikan.

“Helena, Amara tidak pernah menghilang karena alasan pribadi. Ada seseorang… yang membuatnya pergi. Seseorang yang punya kuasa untuk itu.”

Helena menahan napas. “Siapa?”

Rafael terdiam sejenak, lalu hanya berkata: “Orang itu ada sangat dekat denganmu.”

Helena merasakan dadanya sesak, pikirannya langsung berlari pada satu nama. “Lucian?”

Rafael tidak langsung menjawab. Ia hanya mengalihkan pandangan ke jendela, bibirnya menekan rapat. Reaksi itu saja sudah cukup memberi tanda pada Helena.

“Kenapa?” suara Helena bergetar. “Kenapa Lucian harus terlibat?”

Rafael akhirnya menatapnya kembali, sorot matanya penuh kerumitan. “Mungkin Amara tahu sesuatu tentang dia. Sesuatu yang tidak boleh sampai kau dengar.”

Helena terpaku, matanya bergetar menahan emosi. “Tapi kau tahu, kan? Kau tahu apa yang Amara simpan?”

Rafael menggenggam tangannya di atas meja, hangat tapi menekan. “Aku tahu sebagian. Dan aku tahu itu berbahaya kalau kau terus mencari. Helena… kau harus berhenti sebelum terlambat.”

Helena menatap genggamannya, lalu menatap Rafael lagi. Air di matanya berkilat namun tidak jatuh. “Kau ingin aku berhenti, tapi bagaimana mungkin? Kau sudah melemparkan semua ini kepadaku, Rafael. Kau tahu aku tidak akan bisa diam.”

Rafael menghela napas panjang, menutup matanya sebentar, lalu melepaskan tangannya dari Helena. “Kau masih sama seperti dulu. Selalu ingin tahu segalanya, meski itu akan melukai dirimu sendiri.”

Helena menegakkan bahunya, suaranya tegas meski hatinya gentar. “Kalau itu tentang Amara… aku tidak akan berhenti.”

Namun Rafael tidak memberikan jawaban pasti, dia hanya menambah teka-teki ke dalam kepala Helena.

Benarkah kepergian Amara ada hubungannya dengan Lucian atau sebenarnya hanya akal-akalan Rafael?

...***...

...Like, komen dan vote....

...💙💙💙...

1
kalea rizuky
skip males cwk nya oon
kalea rizuky
males bgt muter aja ne cerita
kalea rizuky
Helena ngapain ngemis ngemis pergi jauh aja bodohh bgt benci MC lemah
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
nonoyy
siapa yaa laki2 itu? smg sgr terungkap yaa misteri soal amara
nonoyy
kamu tau harapan mu ttg lucian sangat menyakitkan, tapi kenapa kamu masi saja berharap lucian akan menoleh ke kamu helena, berhentilah karena itu semua menurut mu tidak mungkin..
nonoyy
masih misteri dan teka teki.. dibuat gemusshh dgn ceritanya
Nda
luar biasa
Lunaire astrum
lanjut kak
Nyx
Jangan-jangan hilangnya Amara ada hubungannya dengan Rafael😌
olyv
nexttt thorrr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!