NovelToon NovelToon
MY BELOVED PIAN

MY BELOVED PIAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: fchrvlr0zak

sesekali kamu harus sadar kalau cowok cool, ganteng dan keren itu membosankan. lupakan kriteria "sempurnah" karena mereka tidak nyata.

hal - hal yang harus diketahui dari sosok pian :
1. mungkin, sedikit, agak, nggak akan pernah ganteng, cool, apalagi keren. bukan berarti dia jelek
2. nggak pintar bukan berarti dia bodoh
3. aneh dan gila itu setara
4. mengaku sebagai cucu, cucu, cucunya kahlil gibran
5. mengaku sebagai supir neil armstrong
6. mengaku sebagai muridnya imam hanafi
7. menyukai teh dengan 1/2 sendok gula. takut kemanisan, karena manisnya sudah ada di pika
8. menyukai cuaca panas, tidak suka kedinginan, karena takut khilaf akan memeluk pika
9. menyukai dunia teater dan panggung sandiwara. tapi serius dengan perasaannya terhadap pika
10. menyukai pika

ada 4 hal yang pika benci didunia ini :
1. tinggal di kota tertua
2. bertemu pian
3. mengenal sosok pian, dan....
4. kehilangan pian

kata orang cinta itu buta, dan aku udah jadi orang yang buta karena nggak pernah menghargai

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fchrvlr0zak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PIAN DI TOLAK, TRISTAN BERTINDAK

"Rab, kemarin aku nyatain cinta sama Pika pakesurat."

Sandi yang semulanya sedang meneguk secangkir eh langsung menyemburkan airnya keluar dari mulut saat mendengar peryataan Pian.

"Ente nembak Pika, Yan?" Sandi menyeka mulutnya dengan punggung tangan.

Pian menggeleng. "Bukan ditembak, Yan. Tapi nyatain cinta. Bilang i love you. Cinta. Love. Love...." Pian mengeja kata itu berulang kali.

"Iya. Nyatain perasaan ente kan? Itu namanya ente nembalk si Pika."

"Bukan, Rab. Aku nggak nembak Pika, Pika masih hidup kok."

Sandi mengelus dada berulang kali. "Eh, Yan. Ente tau Bang Bonar tetangga belakang rumah ane nggak? Kemarin dia habis nembak babi di hutan.

Terus diterima dan sekarang mereka jadian. Puas ente."

Pian tertawa terpingkal-pingkal sampai menyentuh perutnya. Pian bukannya tidak tahu maksud kalimat Sandi. Pian hanya bercanda dan pura-pura bodoh.

"Tau, Rab. Kabarnya mereka udah mau nikah ya Memangnya Ibu Babi setuju?"

"Serah ente lah, Yan. Orang gila mah bebas ngomong apa aja." Sandi melempar serbet yang ada di dekatnya ke atas meja.

"Kalian berdua ngomong apa sih? Kok ngomong jorok." Caca, adik perempuan Sandi, yang saat itu ikut bergabung bersama mereka di meja makan mulai berkomentar.

"Ini, Ca.." Pian menatap Caca. Wajahnya serius.

"Si Sarab mau datang ke kondangannya Bang Bonar."

"Heh bahlul! Terus gimana cerita ente sama Pika? Dia terima?" Sandi memotong pembicaraan mereka.

Pian hanya mengangkat bahu sambil menyantap sarapan longtongnya. "Mudah-mudahan sih iya. Tapi perasaan nggak enak nih."

"Udah tau bakal ditolak mentah-mentah, kenapa masih nekat." Sandi mencibir. Mengambil bakwan di piring yang terletak di meja.

"Bang Pian lagi nembak cewek ya?" tanya Caca penasaran.

"Nggak nembak, Ca. Bang Pian nggak suka bunuh orang." wajah Pian tanpa dosa.

"Iya. Nembak itu sama artinya dengan nyatain cinta, Bang. Anak esempe aja tau!"

"Udah Dek. Jangan ente bahas-bahas lagi masalah tembak menembak. Nanti si Pian malah bilang kalau Bang Bonar udah bikin hamil Babi orang."

Caca ketawa sampai suaranya menggelegar di seantero dapur. Umi datang menghampiri mereka dan menjewer telinga Sandi.

"Ala Umi kecek jangan ngomong kotor di depan adekmu ini. Macam ndak di sekolahkan mulutmu itu!"

"Ampun, Umi. Pian duluan yang mulai." Sandi meringis kesakitan.

Umi menatap Pian. Dan Pian langsung berdiri dari duduknya.

"Pian udah kenyang. Pian buru-buru ke sekolah. Takut terlambat." Pian berjalan mendekati Umi.

"Tumben nih anak." Umi menatap heran. Pian mengambil tangan Umi dan menyalaminya.

"Pian minta doa restunya, Umi. Biar Pian nggak ngikuti jejak Bang Bonar. Manusia aja bingung mau terima cinta Pian atau enggak, apalagi babi."

"Husssh mulutmu!" Umi memukul lengan Pia Lalu cengengesan sendiri mendengar bualan Pian.

"Hati-hati ya, Nak. Belajar yang giat biar jadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa."

"Siap Umi!!! Samlekum para alih kubur." Dengan langkah cepat Pian keluar dari rumah.

Semua orang hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Termasuk Umi yang sudah sering mendengar perkataan aneh Pian.

"Hihihi, Bang Pian itu memang gila ya, Umi. Tapi kalau nggak ada Bang Pian, rumah kita jadi sepi."

Caca memberi tanggapan. Umi mengangguk membenarkan.

Umi mengalihkan tatapannya ke arah Sandi yang bersiap-siap pergi ke sekolah. "San, sudah kamu bujuk Pian buat pulang ke rumahnya? Udah hampir dua tahun dia nggak pulang ke rumah kecuali berkunjung sekali-sekali."

Sandi hanya diam. Tidak memberi jawaban.

Sandi langsung menyalami tangan Ibunya dan berpamitan pergi.

***

Ketika Jam istirahat tiba. Pian menyibukan diri di kantin Bude Nani. Membeli sepuluh bungkus ciki, mempersiapkan beberapa batang lidi. Kemudian lidi-lidi tersebut ia tusukkan ke bungkus ciki dan mengikat lidinya menjadi satu hingga menyerupai buket bunga.

"Ciki-ciki itu buat apa atuh?" tanya Bude Nani bingung sambil menyediakan makanan untuk murid-murid yang belanja di kantinnya.

"Buat nyatain perasaan sama Pika." Pian menjawab kalem. Terlalu fokus sama pekerjaannya sampai mengabaikan orang-orang sekitar yang melihatnya dengan tatapan aneh.

"Kok nyatain cinta pake ciki? Di mana-mana ya, pake bunga atuh, Yan."

"Kalau pake bunga, terus bunganya layu, pasti cintanya juga layu. Tapi kalau pakai makanan gini, hati senang perut Pika pun jadi kenyang."

"Laisa nggak ngerti." Laisa menggaruk kepalanya.

"Mending makanannya buat Laisa aja, Bang Pian!!!" Laisa hendak merampas satu bungkus ciki Pian, tapi Pian segera menepis tangan cewek mungil tersebut.

"Makanya Laisa cepat-cepat besar ya, biar Laisa paham kalau jatuh cinta itu menyenangkan. Apalagi kalau jatuh cintanya sama Bang Pian." Pian mengedipkan sebelah matanya pada Laisa.

Mulut Laisa membentuk kerucut. "Ih, Bang Pian genit, Bu!!!"

Bude Nani hanya bisa tertawa.

Benar kata orang-orang kalau jatuh cinta itu bisa membuat manusia menjadi gila. Tapi Pian berbeda, sejak awal dia memang sudah gila dan sekarang ditambah lagi ketika jatuh cinta. Maka kadar kegilaanya pun sudah menjadi tingkat akut.

Cinta pertama Pian adalah Bubun. Seorang wanita cantik yang tak ada tandingannya. Seorang wanita lembut yang selalu menjaga Pian di dalam kandungan selama 9 bulan. Seorang wanita yang selalu mengajarkan Pian tentang indahnya kasih-sayang dan tolong-menolong. Bubun sendiri adalah panggilan kesayangan Pian kepada Bundanya.

Pernah suatu hari saat Pian masih duduk di bangku TK. Dengan wajah polos dan lugu ia bertanya.

"Kok Carli manggil Ibnya, Mami. Kenapa Pian manggil Bubun, dengan Bubun?"

Bubun tersenyum. Senyuman yang tidak akan mungkin bisa Pian lupakan saat itu. "Mama, Mami, Umi, Ibu, Bunda atau panggilan lainnya itu udah banyak di mana-mana anakku, udah banyak dipanggil sama ribuan anak lainnya. Tapi kalau kamu manggil Bubun dengan sebutan Bubun. Bubun pasti langsung bisa mencari kamu. Bubun pasti

langsung tahu kalau yang barusan manggil tadi adalah anak kesayangan Bubun. Karena cuma kamu satu-satunya yang manggil Bubun."

Jatuh cinta kedua Pian adalah Maura. Semua terjadi begitu cepat saat SMP. Pian yang lugu bertemu dengan Maura yang periang. Pian yang pendiam bertemu dengan Maura yang suka tertawa. Pian yang lemah bertemu dengan Maura yang kuat.

Kedua perempuan tersebut tidak hanya membuktikan kepada Pian kalau jatuh cinta itu menyenangkan. Tapi juga mengajarkan Pian tentang sebuah arti kehilangan.

Karena hal yang paling brengsek ketika jatuh cinta adalah; kehilangan orang yang kita cinta di saat lagi cinta-cintanya. Dan Pian tidak ingin jatuh cinta ketiganya ikut bernasib brengsek.

"Harpikaaaa, main yok!!!"

Untuk kesekian kalinya Pian berteriak di depan kelas Pika. Meskipun teman-temannya bilang kalau Pika nggak ada di dalam kelas. Tapi Pian tetap bersikukuh dan percaya diri.

"Udah dibilang Pika nggak ada di kelas. Mada amat jadi orang. Pergi sana, dasar berisik!" seru Tika dengan emosi yang membeludak. (Mada: bandel)

"Pika pasti sembunyi di lemari kan? Atau di bawah kolong meja? Atau jangan-jangan Pika udah kamu makan." Pian menatap perut Tika yang buncit.

"Coba dibedah perut kamu."

"Grrrrr!" Tika menggertakan giginya. "Pergi dari hadapan aku sekarang atau kutabok mulutmu?"

"Si endut makin cantik deh kalau lagi marah... Plus makin kelihatan lebih langsing." Wajah Pian masem-masem.

"Satu ya, Pian...." Tika mulai menghitung. "Dua..." Tika menarik napas dalam-dalam. Mengambil penghapus papan tulis. "Tiga.."

Pian berhasil menghindar saat penghapus papan tulis meluncur kencang ke depan dan langsung mengenai wajah Dayat saat cowok itu baru saja memasuki kelas.

"Astaghfirullah!!!!" Dayat berteriak frustrasi.

Pian menengadahkan kedua tanganya ke atas, memejamkan mata, pelan-pelan berjalan menjauh sambil membaca ayat kursi.

"Kutelan kau Piaaaann!!!" teriak Tika dari jarak jauh.

***

1
Esti Purwanti Sajidin
taraaaa langsung nge vote ka syemangaddd
Hitagi Senjougahara
Gak nyangka endingnya bakal begini keren!! 👍
Dennis Rodriguez
OMG! Gemes banget!
Alison Noemi Zetina Sepulveda
Aku jadi terbawa suasana dengan ceritanya, bagus sekali! ❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!