NovelToon NovelToon
Heavenly Body, Broken Trust!

Heavenly Body, Broken Trust!

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Romansa / Ahli Bela Diri Kuno / Fantasi Wanita
Popularitas:648
Nilai: 5
Nama Author: kimlauyun45

Banxue tidak pernah meminta kekuatan—apalagi anugerah terkutuk berupa Tubuh Surgawi—kekuatan kuno yang diburu oleh sekte-sekte suci dan klan iblis sekaligus. Ketika masa lalunya dihancurkan oleh pengkhianatan dan masa depannya terancam oleh rahasia, ia memilih jalan sunyi dan pedang.

Dalam pelarian, dikelilingi oleh teman-teman yang tak sepenuhnya bisa ia percaya, Banxue memasuki Sekte Pedang Azura… hanya untuk menyadari bahwa kepercayaan, sekali retak, bisa berubah menjadi senjata yang lebih tajam dari pedang manapun.

Di tengah ujian mematikan, perasaan yang tak diucap, dan badai takdir yang semakin mendekat, Banxue harus memilih: berjuang sendirian—atau membiarkan seseorang cukup dekat untuk mengkhianatinya lagi?

Di dunia di mana kekuatan menentukan nilai diri, sejauh apa ia akan melangkah untuk merebut takdirnya sendiri?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kimlauyun45, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Serangan Kultus

Langit perlahan memudar ke arah senja. Jalan menuju perbatasan Desa Suyin mulai menyempit, diapit rimbun bambu yang bergoyang pelan. Udara di sekeliling menebal, membawa aroma tanah basah dan sesuatu yang aneh... logam, atau darah yang tertahan.

Banxue memperlambat langkahnya. Ia merasakan riak qi aneh sejak mereka melewati penanda kuno tiga batu. Jingyan yang berjalan di sisinya pun sudah bersiap sejak tadi, jemarinya tanpa suara meraba gagang pedangnya.

Dan benar saja.

Dari celah kabut, lima sosok muncul, nyaris bersamaan. Tubuh mereka tertutup jubah hitam pekat, wajah disembunyikan kain kusam. Tak ada suara, tapi qi mereka menyembur liar—gelap, dalam, dan menggigit.

“Apa mereka… orang dari Kultus Jiwa Terbalik?” bisik Jingyan.

Banxue tidak menjawab. Tapi satu dari lima sosok itu sudah bergerak.

ZRAAK!

Serangan qi melesat seperti cambuk bayangan. Banxue mengangkat tangan kanannya, membentuk formasi pelindung. Kabut di sekeliling langsung terpecah seketika, menciptakan ruang kosong tempat mereka berdiri.

Jingyan melompat ke depan. “Aku hadapi dua, kau ambil tiga lainnya.”

Tanpa aba-aba, pertarungan meledak.

Satu sosok langsung menyerang dari udara, menghunus senjata seperti belati namun menyala hijau. Jingyan mengangkat pedangnya, menangkis dengan kekuatan penuh. Dentuman qi terdengar nyaring di antara pohon-pohon bambu.

Sementara itu, Banxue diserang dari tiga sisi. Mereka seperti bayangan yang meluncur tanpa suara, mengandalkan kecepatan dan kelicinan. Tapi Banxue, dengan tenang, melayang setengah jengkal di atas tanah. Matanya menatap tajam—dan dingin.

Ia mengaktifkan Mantra Pembalik Jiwa.

Angin berdesir. Kabut terseret ke arahnya, lalu meledak membentuk pusaran. Salah satu penyerang terseret dan terpental ke batang bambu, tubuhnya membentur keras dan roboh.

“Qi mereka… tidak alami. Mereka seperti boneka,” desis Banxue.

Salah satu sosok tertawa kecil, suara lirih yang terdengar dari balik kain penutup wajah. “Karena kami bukan manusia. Kami utusan malam.”

Jingyan mendengar itu. Ia langsung menebas satu lawan hingga jubahnya terbelah, memperlihatkan tubuh penuh segel hitam dan luka tusuk yang tidak berdarah. “Kukira begitu...”

Dua dari lima mulai bergerak lebih agresif. Mereka saling melilit, membentuk formasi penyatuan qi gelap, dan menembakkan mantra gabungan ke arah Banxue. Cahaya hitam menyambar cepat, menghancurkan pohon bambu dalam sekali pukul.

Banxue menahan napas, lalu membisikkan mantra lama.

“Sancaya ruhmatra...”

Ledakan cahaya keemasan menghantam gelombang hitam itu, membubarkan mantra kegelapan dalam sekejap. Debu dan pecahan kayu terbang ke mana-mana. Jingyan berbalik dan melemparkan tali roh ke leher salah satu lawan—menariknya ke tanah dan menusuk langsung ke jantung qi-nya.

Hening. Lalu satu per satu tubuh-tubuh itu jatuh, meleleh seperti boneka dari lumpur yang direndam api spiritual.

Saat semua usai, Banxue terduduk di atas tanah. Napasnya tak beraturan. Jingyan segera mendekat.

“Mereka bukan pengintai biasa. Ini peringatan. Desa Suyin pasti lebih buruk dari ini.”

Banxue menatap tangan kirinya. Bekas luka lama di sana... terasa panas. Seperti terbakar kembali oleh masa lalu.

Satu demi satu sosok berbaju hitam itu tumbang. Tanpa suara. Tanpa darah. Tubuh mereka lenyap dalam kabut, seperti ilusi buruk yang ditarik kembali ke perut dunia.

Kabut mulai menipis, tapi masih menyisakan aroma logam, seperti darah yang tak pernah tumpah.

Banxue berdiri terpaku. Bahunya naik-turun, napasnya memburu. Satu lengannya terluka, goresan panjang di balik jubahnya mulai menghitam. Tapi ia tak bergeming. Matanya menatap kosong ke arah tempat para musuh itu menghilang.

Jingyan mendekat, suaranya pelan tapi tegas, “Lukamu…”

“Aku baik-baik saja.”

“Kau gemetar.”

“Aku tidak—” Banxue mengalihkan pandangannya. “Mereka... bukan manusia biasa, Jingyan. Energi mereka terasa seperti... sisa dari mantra lama. Jiwa-jiwa yang dirantai.”

Jingyan mengepalkan tangannya. “Kultus Jiwa Terbalik.”

Banxue mengangguk pelan, lalu menatap langit yang mulai menggelap. “Kalau mereka sudah berani muncul di luar kabut, ini berarti Suyin bukan target pertama mereka.”

“Desa lainnya bisa dalam bahaya.”

Sunyi beberapa saat.

“Banxue,” gumam Jingyan, “kau takut?”

Gadis itu diam. Kemudian mengangguk sekali, tanpa menoleh.

“Tapi bukan karena mereka...”

Jingyan menatapnya lekat. “Lalu karena apa?”

“Aku takut kehilangan kendali.”

Ia menatap kedua tangannya yang bergetar, sedikit hangus oleh benturan mantra barusan. “Setiap kali aku menggunakan kekuatanku, rasanya seperti... ada sesuatu yang merayap dari dalam. Bukan cuma sihir, tapi semacam... bisikan. Aku takut kekuatanku bukan lagi milikku sepenuhnya.”

Jingyan tak bicara. Ia hanya mengulurkan tangannya, menutup tangan Banxue dengan hangat.

“Kau masih dirimu. Selama kau masih bisa takut kehilangan kendali... itu berarti kau belum kehilangannya.”

Banxue menarik napas pelan, lalu mengangguk.

“Ayo lanjut,” ucapnya.

Kabut mulai tersingkap. Jalan menuju Desa Suyin kini terbuka, tapi angin yang menyambut mereka terasa ganjil. Seperti bisikan ribuan roh yang terjebak di antara mantra dan kutukan.

Langkah mereka berlanjut, diam-diam membawa dunia dalam keseimbangan yang retak.

Beberapa langkah setelah mereka berjalan, Banxue menoleh sekali lagi ke belakang.

Tak ada apa-apa. Hanya kabut. Tapi ada perasaan aneh, seolah bayangan tadi belum sepenuhnya hilang... seolah masih ada yang mengintai dari sela-sela batang bambu yang remang.

“Jingyan,” suaranya lirih.

“Hm?”

“Kalau nanti aku berubah... kalau bisikan itu makin keras—jangan ragu.”

Jingyan menatapnya sebentar, lalu menjawab tenang, “Aku akan mengingatkanmu. Bukan membunuhmu.”

Banxue tersenyum tipis, tapi matanya kosong.

Lalu mereka melangkah lagi, menembus sisa kabut menuju Desa Suyin—tanpa tahu bahwa kegelapan tak hanya menunggu di ujung jalan, tapi juga di dalam diri mereka sendiri.

1
Daisy
Keren banget sih cerita ini! Baca sampe subuh aja masih seru.
Winifred
Wow! 😲
Axelle Farandzio
Bahasanya halus banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!