Cinta adalah satu kata yang tidak pernah ada dalam hidup Ruby. Hati dan kehidupannya hanya ada rasa sakit, derita, amarah, kebencian dan dendam yang membara.
Sedangkan Kevin adalah satu nama yang tidak pernah masuk dalam daftar hidupnya.
Sayangnya kehadiran Kevin yang tanpa sengaja mampu menghidupkan rasa cinta dalam hati Ruby. Sekeras apapun Ruby menolak cinta itu, tapi hatinya berkata lain yang membuatnya semakin marah.
Cinta yang seharusnya indah namun membuat hidup Ruby semakin tersiksa. Ruby merasa telah mengkhianati Ibu dan prinsipnya untuk tidak akan jatuh cinta.
Akankah Ruby mengakui dan menerima cinta itu? Atau pergi dan menghilang membawa cinta yang semakin menyiksa hidupnnya?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 34
Alika memperhatikan Ruby yang duduk di sebrang meja, matanya menyipit melihat sesuatu di leher Ruby. Karena wanita itu sesekali memijat-mijat tengkuk dan juga pundaknya.
"By, leher lo kok merah-merah gitu?" tanya Alika dengan polosnya.
Pertanyaan Alika sontak membuat tubuh Kevin menegang, ia merutuki kecerobohan nya, yang meninggalkan tanda di bagian leher atas.
Ruby masih terlihat santai, bahkan ia tersenyum tipis. "Kayaknya waktu di perkebunan kemarin di gigit serangga. Makanya gatal, merah banget ya?" tanya Ruby dengan santainya.
Alika mengangguk, ia bahkan percaya jika leher Ruby di gigit serangga. Namun tidak dengan Dino, pria itu menatap penuh curiga. "Lo yakin di gigit serangga?" tanyanya sinis.
Ruby hanya melirik dengan ekor matanya. "Gue yang punya badan, kenapa jadi lo yang ragu." sahut Ruby jengah.
"Ehemmm, udah mending kita makan aja. Jangan ribut di meja makan," Kevin menengahi, ia tidak ingin teman-temannya mengintrogasi Ruby dan menimbulkan kecurigaan.
Setelah selesai makan siang, mereka pergi mengunjungi tempat wisata yang menyediakan berbagai jenis buah-buahan. Mereka bisa memetik buah langsung di pohonnya, memberikan sensasi tersendiri dan menjadi daya tarik pengunjung.
Ruby dan Alika berjalan beriringan di lorong buah strawberry, sesekali tangan mereka memetik strawberry yang sudah matang. Alika terus berbicara, sedangkan Ruby dengan mode diamnya, ia menganggap jika ocehan Alika hanya angin lalu, hingga telinganya menangkap perkataan yang mengusik hatinya.
"Apa lo bilang?" tanya Ruby memastikan.
Alika tersenyum lalu berkata, "Gue berharap banget kalau kita lebih dari sekedar teman, kenapa kita tidak terlahir sebagai saudara saja, pasti lebih seru...,"
"Tidak mungkin!" potong Ruby. "Gue gak mau punya saudara kayak lo." ucap Ruby membuat Alika terpaku, seolah kata-kata itu berasal dari dalam lubuk hati Ruby.
Ruby menatap tajam Alika. "Bahkan jika kehidupan selanjutnya itu ada, gue gak mau punya saudara. Gue gak suka berbagi, apapun itu." jelas Ruby membuat Alika sedikit lega.
"Lo benar, gue sebenernya juga gak suka berbagi. Tapi gue pikir, kalau punya saudara akan lebih baik." ujar Alika, tangannya kembali memetik strawberry yang ada di sampingnya.
"Ngomong-ngomong, lo juga anak tunggal ya?" tanya Alika, selama berteman dengan Ruby, ia tidak tahu apapun tentang Ruby. Bahkan nama panjang Ruby sekalipun.
"Gue gak suka bahas tentang keluarga." ujar Ruby berlalu meninggalkan Alika.
Alika menatap nanar punggung Ruby yang semakin menjauh. "Seperti gue salah ngomong lagi," gumam Alika, ia kembali melanjutkan langkahnya pelan, tanpa berniat menyusul Ruby yang berada di area kebun jeruk.
Saat Ruby sedang mengelilingi pohon jeruk, tiba-tiba saja Dino berdiri di dekatnya. "Ngapain, lo?" sungut Ruby, ia masih kesal dengan Dino.
Dino tersenyum miring dan semakin mendekati Ruby. "Gue juga mau dong, ninggalin tanda merah di leher lo." kata-kata Dino membuat mata Ruby melotot. "Gue tahu kalau itu bukan bekas gigitan serangga," ucap Dino santai.
Ruby menatap tajam kearahnya. "Gigitan apapun, yang jelas bukan urusan lo!" kata Ruby datar.
Dino tersenyum mengejek. "Oke, kalau gitu gue bayar. Tapi harus lebih dari sekedar ...,"
Bugh ... Bugh ....
Ruby langsung meninju mulut Dino dua kali, membuat sudut bibir pria itu pecah dan berdarah. Tatapan matanya nyalang, penuh dengan amarah.
"Lo pikir lo siapa? Jangan bersikap seolah Lo tahu segalanya!" ucap Ruby. Lalu menendang kaki Dino hingga pria itu terjatuh dan pergi begitu saja.
"Sialan! Kuat juga tuh cewek." Dino meringis menyeka darah yang mengalir dari sudut bibirnya.
"Lo ngapain duduk disini ...," omelan Gio terhenti melihat wajah memahami Dino. "Lo kenapa? Siapa yang berani ngelakuin ini?" mata Gio melihat kesana-kemari namun tidak melihat sesuatu yang mencurigakan.
"Gak usah berlebihan, gue gak sekarat." ujar Dino sebal. Sebab tidak mungkin ia mengatakan yang sebenarnya pada Gio.
Gio berdecak kesal. "Gue perduli sama lo, Bambang!" sahut Gio memperhatikan luka di sudut bibir sahabatnya. "Tapi lo bener sih, Lo gak sekarat." bagi pria, luka seperti itu memang kecil. Bukan sesuatu yang harus di khawatirkan, terlebih mereka sudah dewasa.
Di sisi lain, Ruby memilih untuk menunggu teman-temannya di parkiran. Jarak antara villa dan tempat wisata ini cukup jauh, ia tidak ini kelelahan berjalan kaki jika memaksa pulang. Wanita itu menatap datar kearah lorong buah anggur, ia melihat Kevin dan Alika yang sedang bercanda dan tertawa.
"Apa kamu belum ingin berhenti?" tanya seorang pria yang tiba-tiba berdiri disampingnya.
Ruby memutar bola matanya malas, melihat siapa pria yang ada di sampingnya. "Pergilah, aku sedang tidak ingin bicara denganmu." usir Ruby, suasana hatinya semakin tidak enak.
"Cobalah menata hidupmu dengan lebih baik," pria itu mengabaikan perkataan Ruby, ia mengikuti arah pandangan Ruby. "Sebelum semuanya terlambat," sambungnya.
Ruby memejamkan matanya rapat-rapat, menahan gejolak yang ada di hatinya. "Please, leave me alone." ujarnya pelan.
Pria itu menatap Ruby dengan tatapan yang sulit di artikan. "Your not alone," ucapnya, lalu meninggalkan Ruby sesuai permintaan wanita itu.
Ruby menatap kosong setelah kepergian pria itu, ia sangat tahu akan resiko dari perbuatannya ini. Namun untuk menghentikan nya, juga bukan pilihan. Alasannya bertahan adalah untuk membalas dendam, jika ia berhenti, bukankah semua akan sia-sia?.
"Dari awal hidupku sudah hancur, tapi sekarang aku tidak ingin hancur sendirian." gumam Ruby mengepalkan kedua tangannya. Ia memutuskan untuk keluar dari area tempat wisata itu, mencari transportasi yang bisa membawanya kembali ke villa.
Kevin dan Alika bertemu Dino dan Gio, keduanya terkejut melihat memar di ujung bibir Dino dan bekas darah yang sudah mengering.
"Lo kenapa?" tanya Kevin, Alika ikut mengangguk memperhatikan wajah Dino.
"Gak apa-apa," sahut Dino malas, ia memberikan jeruk yang ada di keranjang nya untuk di timbang petugas, lalu membayarnya.
Tatapan mata Kevin beralih pada Gio, seakan mengerti arti tatapan itu, Gio mengangkat bahunya. "Dia gak sekarat katanya." sarkas Gio, Dino melirik kesal.
"Gue cabut duluan," Dino pergi dengan membawa jeruk dalam plastik.
"Dia gak lagi PMS 'kan?" kata Alika melihat sikap aneh Dino.
"Ya kali laki punya rahim," sahut Gio, terkekeh menggelengkan kepalanya. "Eh, Ruby mana?" tanyanya, karena tidak melihat wanita pendiam itu.
Alika mengangkat bahunya. "Gue gak tahu," sahutnya. Memberi keranjang berisi buah strawberry dan anggur.
"Bukannya dia tadi sama lo?" heran Gio.
Alika meringis, karena dialah yang menarik Ruby setelah turun dari mobil. "Tadi gue sama Ruby debat kecil, terus dia pergi." Kevin langsung menoleh kearahnya.
"Debat?" ulang Kevin. Pria itu membayar buah-buahan yang sudah di timbang.
Ketiganya berjalan menuju mobil sambil bicara, "Bukan debat sih, lebih tepatnya gue yang salah ngomong." kata Alika mulai cerita.
"Emang lo ngomong apa?" tanya Gio penasaran.
"Gue cuma tanya, apa dia anak tunggal. Tapi sepertinya itu hal yang sangat sensitif baginya, jadi ya gitu deh." ucap Alika menjelaskan, sebenarnya pertanyaan nya tidak berlebihan, tapi entah kenapa Ruby bereaksi seperti itu.
"Kayaknya bukan salah ngomong, tapi Ruby yang terlalu tertutup." ucap Gio memberikan pendapat. Kevin hanya diam saja, karena ia tahu jika Ruby memang enggan membicarakan tentang keluarga dan masalalu nya. Namun Kevin tidak mempermasalahkan hal itu, karena ia mencintai Ruby apa adanya. Bukan karena keluarga, atau cerita masa lalu nya.
*
*
*
*
*
TBC