Cinta Tumbuh Dari Luka Masa Lalu

Arman melihat seorang gadis kecil yang memiliki mata indah. Dia merasa pernah bertemu dengan orang memiliki mata seperti ini juga, tetapi tidak ingat siapa orang itu.

"Hai, Cantik! Kamu sedang belanja sama siapa?" tanya Arman sambil berjongkok agar sejajar dengan Yasmin.

"Sama kakek," jawab Yasmin jujur.

"Lalu, mana kakeknya?" Arman membelai kepala Yasmin dengan lembut. Dia tidak tahu kenapa ingin melakukan hal itu kepada anak yang baru pertama kali dilihatnya.

"Di sana!" Yasmin menunjuk Pak Baharuddin yang sedang memilih beberapa bahan yang terpajang di rak.

"Oh, itu kakek kamu, ya? Sepertinya Om sering melihatnya," ucap Arman setelah melihat beberapa saat kepada laki-laki tua yang kini memasukan beberapa barang ke dalam troli.

"Iya. Mungkin saja Om sering melihatnya karena kita sering belanja di sini. Kata kakek harga di sini lebih murah dari tempat yang lain. Selain itu kwalitas sayur-sayuran dan buah-buahannya juga banyak yang masih organik," ujar Yasmin.

"Ternyata kakek kamu pintar dalam menilai suatu barangnya, ya?" tanya laki-laki yang memakai kaus berbalut jaket dan celana chinos.

"Iya. Karena kata mama dahulu kakek adalah petani sayuran dan punya banyak kebun buah-buahan. Jadi, tahu kwalitas barang yang bagus dan tidak," jawab Yasmin dengan penuh semangat membanggakan sang kakek.

Arman langsung jatuh hati kepada Yasmin. Menurut dia, anak kecil ini sangat pintar dan menyenangkan. Terlebih wajahnya sangat cantik dan menggemaskan.

"Ini semua belanja kamu?" tanya Arman melihat troli yang didorong oleh Yasmin.

"Iya, Mom. Kakek dan mama buka rumah makan, aku juga menyediakan cemilan. Biar anak kecil yang datang bisa juga jajan di sana sekalian," jawab Yasmin.

Mata Arman terbelalak, lalu tertawa terkekeh. Dia tidak menyangka kalau anak sekecil Yasmin sudah tahu bagaimana caranya berbisnis, walau kecil-kecilan.

"Genius banget ini anak. Baru sebesar ini sudah bisa jualan dan memikirkan keuntungan. Kira-kira siapa yang ngajarin?" batin Arman.

"Kalau begitu, Om kasih kamu modal barang. Ambil barang apa saja yang ingin kamu jual nanti di warung makan. Biar Om yang bayar semuanya," kata Arman sambil mengusap kepala Yasmin.

"Beneran, Om?" Mata Yasmin berbinar dan senyumnya mengembang.

"Iya."

"Om tidak bohong, 'kan?"

"Tidak."

"Tidak ada udang dibalik batu, kan?" Kini mata Yasmin memicing seakan sedang mencurigai laki-laki dewasa di depannya.

Arman tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Yasmin. Rasanya dia ingin memeluk gadis kecil itu, tetapi nanti takut dikira melakukan tindak kejahatan terhadap anak kecil.

"Ya, tentu saja tidak. Om melakukan itu karena Om suka sama kamu yang cerdas ini," balas Arman mengusap kepala Yasmin.

"Sumpah?"

Yasmin masih saja menaruh rasa curiga karena baru saja bertemu sudah langsung baik kepadanya. Dia diajarkan oleh kakeknya jangan langsung percaya kepada orang asing. Tidak boleh mau diajak oleh orang lain tanpa sepengetahuan kakek dan ibunya, apalgi sama orang asing yang tidak dikenal mereka.

"Sumpah!" Arman mengangkat sebelah tangannya.

"Oke, kalau begitu." Yasmin dan Arman berjabat tangan.

***

Sementara itu di tempat lainnya, Arka merasa ada yang aneh dengan laju kendaraan yang sedang dikemudikan olehnya. Dia pun menepikan mobilnya ke bahu jalan.

Rupanya mobil ban kempis. Dia melihat ke segala penjuru tidak ada bengkel. Dia pun menghubungi bengkel langganannya. Sambil menunggu jemputan dari pihak bengkel dan juga adiknya, Arka singgah ke sebuah warung makan yang tercium wangi masakannya. Perut dia sampai keroncong karena tergoda oleh soto dan sate.

Arka masuk ke rumah makan yang cukup ramai oleh pengunjung. Dia mencari meja yang masih kosong. Beruntung masih ada satu meja yang tidak ditempati oleh pengunjung. Dia pun duduk di sana, lalu memanggil pelayan yang sedang menghidangkan makanan di etalase.

"Ada apa, Pak?" tanya Mutiara kepada Arka.

"Saya ingin memesan soto, lalu ada sate apa?" jawab Arka.

"Bapak bisa memilih makanan yang ada di etalase dan mengambil yang Bapak mau. Nanti akan dihitung jumlah nominal pembayaran di kasir," jelas Mutiara sambil menunjuk etalase makanan dan seorang karyawan yang menjaga bagian kasir.

Akhirnya Arka memilih makanan sendiri. Niatnya ingin makan soto, begitu melihat ada ikan bakar, dia jadi pindah haluan. Sate kambing juga dia pilih.

Arka sangat suka dengan rasa masakan di rumah makan milik Hannah. Dia menghabiskan semua makanan yang dia ambil, tadi.

Ketika Arka selesai makan, dia melihat seorang perempuan di kursi roda sambil membawa sebuah kotak berukuran sedang kepada Mutiara. Dia memperhatikan Hannah karena merasa wajahnya tidak asing.

"Sepertinya aku pernah bertemu dengannya. Tapi, di mana, ya?" batin Arka mencoba membongkar memori dalam ingatannya.

Hannah dan Mutiara tertawa. Arka baru sadar kalau wanita di kursi roda itu menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi.

"Apa dia tidak bisa bicara?" batin Arka yang masih memerhatikan Hannah.

Mata Arka juga membulat ketika Hannah mengaitkan rambut ke belakang telinganya. Terlihat ada alat pendengar terpasang. Hati Arka terenyuh melihat wanita itu karena lumpuh, bisu, dan tuli.

"Bagaimana bisa dia masih bisa tersenyum seperti itu?" tanya Arka dalam hatinya merasa iba kepada Hannah.

Merasa ada yang memerhatikan Hannah mengedarkan pandangannya. Tanpa sengaja dia beradu pandang dengan Arka.

Jantung Hannah berdetak kencang ketika melihat senyum laki-laki itu. Dia merasa malu dan salah tingkah karena diperhatikan oleh laki-laki tampan. Sebelumnya dia tidak pernah seperti ini.

"Ada apa dengan diriku? Kenapa jantungku berdetak kencang?" batin Hannah sambil meletakkan tangannya di dada.

Kerlingan mata indah milik Hannah dan senyuman manisnya seakan menghipnotis Arka untuk selalu memandang ke arahnya. Ada perasaan suka yang dia rasakan ketika memandangi wanita yang duduk di kursi roda itu.

"Apakah ini yang di namakan jatuh cinta pada pandangan pertama?" batin Arka.

Ada rasa ingin berkenalan dengan wanita itu, tetapi Arka merasa sungkan. Apalagi ada beberapa pelanggan yang mengajaknya bicara. 

Kening Arka mengkerut karena para pelanggan seperti paham dengan bahasa isyarat yang dilakukan oleh Hannah. Mereka berinteraksi layaknya orang pada umumnya.

"Apa aku sapa dia juga, ya?" gumam Arka.

Sejak putus dari Inggrid, Arka tidak pernah lagi dekat dengan wanita. Kekecewaan kepada mantan kekasihnya itu membuat dia menutup hati. Namun, hari ini senyuman dan lirikan mata seorang wanita di kursi roda bisa memporak-porandakan pintu yang sudah lama dia tutup rapat-rapat.

Dengan memesan makanan dibungkus untuk dibawa pulang, Arka mencoba mendekati Hannah. Dia ingin berkenalan dengannya.

"Mbak, tolong bungkuskan ayam serundeng empat, oseng-oseng empat rupa, jangan lupa sambal sama lalapannya, ya!" pinta Arka. Dia sengaja memesan itu kepada Hannah.

Ketika Mutiara hendak mengambilkan pesanan Arka, Hannah menahannya. Dia sendiri yang akan melayaninya karena Arka meminta kepadanya.

"Berapa semuanya?" tanya Arka dan Hannah menyerahkan struk pembayaran.

Ketika akan mengambil kertas struk, tangan mereka saling bersentuhan. Keduanya merasa tersengat listrik. Dengan cepat Hannah menarik tangannya. Jantung dia terasa melompat-lompat, tetapi ada perasaan suka.

"Jantung aku kenapa, ya?" batin Hannah.

***