Di dunia yang diatur oleh kekuatan enam Dewa elemen: air, angin, api, tanah, es, dan petir, manusia terpilih tertentu yang dikenal sebagai Host dipercaya berfungsi sebagai wadah bagi para Dewa untuk menjaga keseimbangan antara kekuatan ilahi dan kesejahteraan Bumi. Dengan ajaran baru dan lebih tercerahkan telah muncul: para Dewa sekarang meminjamkan kekuatan mereka melalui kristal, artefak suci yang jatuh dari langit.
Caela, seorang perempuan muda yang tak pernah ingat akan asal-usulnya, memilih untuk menjadi Host setelah merasakan adanya panggilan ilahi. Namun semakin dalam ia menyelami peran sebagai Host, ia mulai mempertanyakan ajaran ‘tercerahkan’ ini. Terjebak antara keyakinan dan keraguan, Caela harus menghadapi kebenaran identitasnya dan beban kekuatan yang tidak pernah ia minta.
Ini cerita tentang petualangan, kekuatan ilahi, sihir, pengetahuan, kepercayaan, juga cinta.
**
Halo, ini karya pertamaku, mohon dukungannya ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kirlsahoshii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Air Mata
Caela dalam wujud Varuna berenang sangat cepat ke arah pulau seberang. Banyak energi yang harus dia keluarkan namun Caela tidak peduli. Dia terus berenang hingga sampai ke arah Tevira. Saat dia sudah tiba di seberang pulau, air di sekelilingnya terbelah, Caela dalam wujud Varuna muncul dari kedalaman tepi air dan mengarah ke Tevira. Caela terkejut dalam hati, karena desa itu tidak lagi damai seperti yang dia ingat sebelumnya.
Asap mengepul ke langit tebal dan ganas, bara api berwarna jingga menari-nari di antara sosok binatang buas besar bertanduk seperti sedang murka dia adalah Dewa Api, Agi yang dipanggil oleh Valia.
Rumah kayu satu persatu terbakar, jeritan warga di sana sudah tak terdengar lagi. Di bawah siluet gelap, ada sosok yang Caela kenal, itu adalah Valia.
Caela dari kejauhan melempar bola airnya untuk memadamkan. Agi berbalik, tatapannya membara tertuju pada Caela dalam sosok Varuna. Valia juga berbalik melihat ke arah Varuna.
“Dewa Air Varuna…? Sedang apa dia di sini?” Valia melebarkan matanya terkejut dengan interupsinya menjalani misi.
Caela dalam sosok Varuna menatap mata Agi. Caela tak gentar, kini dia harus memberhentikan serangan Dewa itu. Agi murka dan mengaum, seperti hewan buas yang tak terkontrol dia pun maju untuk melawan. Para Dewa itu beradu, Bumi mulai berguncang. Valia berusaha membuat perlindungan diri, dia terkejut para Dewa itu kini saling bertarung.
Api meletus dari tangan Agi, mencambuk seperti ular. Caela dalam wujud Varuna mengangkat kedua tangannya, memanggil dinding air yang mendesis saat bersentuhan, menguap seketika tetapi tetap kokoh. Sihir mencabik-cabik reruntuhan Tevira—semburan api melawan banjir pasang surut.
Caela bergerak seperti badai, setiap langkahnya mengeluarkan uap, bilahnya terbentuk dari cahaya cair yang menebas ke atas ke dalam kobaran api Agi. Agi meraung, sayap api terlipat di sekelilingnya, lalu meledak ke luar, mengirimkan gelombang panas yang memecahkan batu di bawahnya. Valia mulai panik, karena Agi kehilangan kendali, kobaran api mulai melonjak ke arah Valia.
Caela dalam wujud Varuna frustasi dengan keadaan, para Host ini hanya bisa memanggil Dewa tanpa mengontrolnya.
“Berikan segalanya padaku, Varuna,” Caela berdoa dalam hati di benaknya. Seketika tubuhnya dalam wujud Varuna bergerak sendiri, Varuna memanggil samudra datang hingga membuat gulungan pada Agi hingga terguling. Agi berteriak, apinya berbenturan dengan gelombang, beast itu tersungkur, apinya berkedip-kedip dan meredup.
Caela mendarat jatuh kembali dalam wujud aslinya. Dia berusaha untuk bangun dengan nafas terengah-engah. Perlahan ia bangun dan berjalan menuju arah Valia yang tidak sadarkan diri. Di sebelahnya Agi masih tersungkur, Caela terheran mengapa Agi tidak kembali pada kristal yang dimiliki Valia.
“Panggil Agi ke dalam sini, Yang Terpilih,” Varuna berkata pada Caela.
Caela terkejut mendengarnya, dia tidak tahu pasti apa maksud dari Varuna. Namun dia melihat ke arah beast yang tersungkur itu, napasnya masih terengah-engah, Caela mengarahkan tangannya padanya sambil memejamkan matanya.
“Aku memanggilmu pengontrol api, Dewa Agi yang Agung, menyatulah denganku…” Caela bergumam, dan seketika cahaya muncul dari tubuh Caela dan juga Agi yang sangat menyilaukan. Caela kini berubah menjadi separuh manusia dan juga beast dengan api, dia telah menyatu juga dengan Agi.
Cahaya datang kembali, Caela berubah wujud kembali menjadi wujud aslinya. Tenaganya sudah tak tersisa, dia seperti ingin tersungkur, dia pun merangkak pada Valia dan bersimpuh sambil terengah-engah, mengambil liontin kristal Valia dan menghancurkannya. Masih sambil mengumpulkan nafas, Caela dalam kebingungan dan frustasi berusaha berdiri, dia melihat sekitar, mayat manusia sudah bergelimpangan, dia pun mencari keberadaan Rieva.
**
Caela berjalan perlahan ke arah rumahnya dulu tempat tinggalnya bersama Rieva, dia berusaha menarik puing-puing kayu yang sudah kuyup dengan air. Dari puing-puing itu, dia melihat Rieva yang matanya terpejam.
“Bibi Rieva!” Caela berteriak memanggilnya dan mencoba menggoyangkan tubuhnya. Wajahnya penuh frustasi dan keputusasaan.
Rieva membuka setengah matanya perlahan, “Cae…la? Syu..kur…lah… Kau datang…” katanya suaranya lemah.
Caela bergetar, dia tak mau kehilangan orang lain lagi, “Bibi Rieva, ya ini aku…” kata Caela suaranya juga bergetar.
Rieva hanya tersenyum melihat Caela, “Cae…la… Apakah… kini… kau… percaya…?” tanya Rieva.
Caela hanya terdiam semakin frustasi karena melihat Rieva semakin melemah, “Bibi Rieva… Tolong jangan pergi…” katanya tidak tahu apa yang harus dikatakan.
Rieva masih tersenyum dan memegang tangan Caela, “Seper…tinya waktuku… Hanya sampai sini…” katanya perlahan. Rieva lalu mengangkat tangan kanannya, mengeluarkan bola sinar kecil, di dalamnya ada sebuah gulungan kertas kecil, Caela pun menangkapnya dan mengambilnya. Bola sinar itu hilang sudah dalam genggaman Caela.
Caela kebingungan lalu melihat Rieva.
“Jika kau…. bertemu Fae… lepaskan segel Dewa Petir di dalamnya dengan mantra itu… Hanya kau yang bisa….” katanya sambil tersenyum.
Caela melebarkan matanya terkejut. Fae? Jadi selama ini dia mengenal Fae? Segel Dewa Petir? Sekejap Caela teringat dengan kata Dewa Varuna. Dewa Petir selama ini sudah di wadah yang tepat, namun tersegel. Caela flinched, dan kembali kepada Rieva.
“Bibi Rieva! Tunggu, jangan pergi dulu masih banyak yang tidak aku ketahui!” Caela berteriak, air matanya mulai jatuh. Dia tak tahu apa yang harus dia ucapkan saat ini.
“...Sampaikan… maafku juga pada Fae….” katanya lalu Rieva memejamkan matanya.
Caela sangat shock. Dia kemudian memeluk Rieva dan menangis perlahan. Perlahan Rieva sirna, seperti sebuah roh yang kembali kepada alam. Matanya berkaca-kaca melihat keindahan jiwa Rieva yang telah sirna. Ini pertama kalinya Caela menangis untuk seseorang. Dia benci perasaan kehilangan, dan dia masih tak tahu mengapa semua hal ini harus terjadi.
***