Bukan Suami Pilihanku

Nira menggerak-gerakkan pergelangan tangannya setelah dilepaskan oleh suaminya. "Sakit tahu! Dasar dubai!" umpat Nira dengan suara sangat pelan. "Arka, aku bosan di rumah. Apa kamu bisa memberiku pekerjaan?" tanya Nira memulai pembicaraannya karena di dalam lift terasa sangat hening.

"Arka." panggil Nira sambil menarik lengan jas Arka karena pria itu masih tetap bungkam.

Arka yang tadinya menatap lurus ke depan, mau tak mau kini menatap Nira yang tak bisa diam.

"Tak ada lowongan!" ketus Arka lalu kembali menatap ke depan.

"Masa? Kamu pasti bohong!" wajah Nira seketika berubah menjadi sedih karena penolakan Arka. "Dasar! Duda jablai pelit!" celetuk Nira tanpa sadar.

"Apa kamu bilang?" Arka seketika menatap tajam Nira.

"Ap,, apa? Aku tidak bilang apa-apa." kilah Nira. Tamat sudah riwayatnya karena mulutnya yang asal nyeplos.

Arka mengurung tubuh Nira di sudut benda berbentuk persegi itu."Duda jablai?" tanya Arka dengan sorot mata tajamnya dan membuat Nira kelabakan. "Kamu bilang duda jablai?" ulangnya.

"Bu,, bukan. Maksudku bukan itu." jelas Nira. Dia sangat ketakutan melihat Arka yang terliha begitu marah.

"Apa kamu tidak mau menjelaskannya" tanya Arka sambil menarik pinggang Nira sampai tubuh mereka menempel.

Glek,,,

Nira menelan salivanya dengan susah payah. Dia ketakutan setengah mati sampai-sampai nafasnya tak stabil. Bahkan terasa sangat sesak ketika Arka mendekatkan wajahnya.

"Iya, aku jelaskan! Aku akan menjelaskan!" ucap Nira dengan tangan reflek mendorong Arka. Nira bersandar di dinding lift sambil mengatur nafasnya.

"Tapi kamu jangan marah ya?" kata Nira mencari aman.

"Tidak janji." balas Arka dengan dinginnya.

"Ya sudah, tidak jadi." ujar Nira tapi kembali ketakutan saat Arka kembali menatapnya tajam.

"Iya,, iya. Aku bilang tadi duda jablai." jawab Nira dengan jujur. "Bukankah kamu itu duda? Makanya aku beri julukan duda jablai." jelas Nira, matanya tertutup tak berani menatap Arka yang pasti akan marah besar padanya.

Nira terperanjat kaget saat tubuhnya ditarik oleh tangan kekar milik Arka. Dan lagi-lagi tubuh mereka saling menempel.

"Yang kamu maksud jablai apa seperti ini?" tanya Arka dengan tangan meraba punggung Nira lalu turun dan berhenti di pantat milik Nira sambil mengusapnya pelan.

"Ar,, Arka! Kamu gila!" sentak Nira sambil berusaha menyingkirkan tangan nakal Arka.

"Atau seperti ini?" tangan Arka naik dan menangkup wajah Nira hendak menciumnya.

Ting,,,,

Pintu lift terbuka dan mereka menjadi tontonan oleh beberapa orang yang akan masuk ke dalam lift.

Arka segera menjauh dari tubuh Nira.

"Ehemm..." Arka berdeham sambil merapikan jasnya dan dengan gaya coolnya berjalan melewati orang itu tanpa menghiraukan Nira yang masih diam terpaku di dalam lift.

Nira yang baru tersadar lalu berlari kecil menyusul Arka. Sungguh beruntung sekali nasibnya kali ini. Kalau bukan karena pintu lift terbuka, mungkin dirinya sudah menjadi korban pemerkosaan oleh suaminya sendiri.

"Arka." panggil Nira saat merasa didiamkan oleh Arka. Dia duduk manis sambil menatap Arka yang sedang sibuk membolak-balikkan berkas.

"Arka, Arka, Arka, Arka....." dan seterusnya, Nira terus memanggil nama Arka sampai pemilik nama itu terganggu dan menutup telinganya. Dia meletakkan pulpen di atas meja lalu menatap Nira yang sedang duduk di atas sofa.

"Dari pada membuang-buang suaramu, lebih baik kamu jelaskan, uang yang kamu pakai tadi siang?" tanya Arka.

"Ohh, uang tadi aku pakai untuk membeli parfum dan kamu lihat sendiri kan? Parfumnya aku bagikan ke sebagian karyawanmu." jelas Nira sambil pasang senyum manisnya tanpa perasaan bersalah, karena bagaimanapun bukankah seharusnya dia meminta persetujuan dari suaminya terlebih dahulu.

"What?" mata Arka membelalak sempurna mendengar penjelasan Nira.

"Seharusnya kamu berterimakasih karena mereka tahu kalau bosnya itu seorang yang dermawan. Membagikan parfum cuma-cuma. Bagus bukan?"

"Bagus apanya? Kamu hanya menghambur-hamburkan uangku saja!" sahut Arka.

Nira menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ish, kamu ini pelit sekali. Bukankah uang yang aku pakai tak ada apa-apanya untuk seorang Arka?" sindir Nira.

"Haahh...!" Arka membuang nafasnya. Dia tak mau meladeni Nira yang akan selalu membuatnya pusing tujuh keliling. "Terserah kamu sajalah!"

"Ya sudah, aku sudah puas bermain-main hari ini. Aku pulang dulu." pamit Nira lalu melenggang pergi.

"Hei..!" panggil Arka saat Nira hampir sampai di pintu dan membuatnya putar badan menatap Arka yang juga sedang menatapnya.

"Jangan pernah memanggilku duda lagi! Karena aku bukan seorang duda." ujar Arka dan hanya mendapat anggukan dari Nira serta lambaian tangannya.