Sequel Terpaksa Menikahi Tuan Posesif
IG : @nafasal8
Season 1
Damian harus merasakan kekecewaan yang mendalam, karena sang tunangan diam-diam berselingkuh darinya. Ia terpaksa harus memutuskan pertunangannya secara sepihak.
Jebakan yang direncanakan oleh Arra, ternyata menjadi pertemuan pertama untuk Damian dan Sarah. Lantas bagaimana cara Damian untuk menaklukkan hati Sarah.
Bagaimana perjuangan Damian untuk mendapatkan hati sang pujaan hati, berhasilkah atau Sarah malah berbalik arah dari Damian?
Season 2
Rencana konyol Davian untuk menjadikan Linanda sebagai kekasih settingan ternyata berujung pada keputusan Oma yang ingin menikahkan mereka dalam waktu dekat.
Bagaimana kisah Davian dan Lin dalam menghadapi rencana Oma? Apakah mereka akan bersatu dalam ikatan suci? Atau mengungkap semua dan mengaku pada keluarga besar mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nafasal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24. Aku Merindukanmu
Sarah masih termenung di dalam lamunannya, kejadian kemarin malam membuatnya tak bisa tidur semalaman. Pikirannya masih tak menjangkau, kenapa Tuan Muda Damian tiba-tiba melamar dirinya. Bukankah pria tampan seperti dia harusnya memiliki kekasih yang sepadan dengannya?
Semakin Sarah mencoba mencari tahu alasan Damian, semakin pusing kepalanya. Gadis itu melirik jam dinding yang menggantung di dinding kamarnya, masih pukul dua dini hari. Ia memilih untuk merebahkan tubuhnya kembali, mencoba memejamkan matanya yang sedari tadi terjaga.
🍁🍁🍁
Pagi sudah menjelang, Damian sudah tampak rapi dengan setelan kemeja berwarna biru muda dengan celana bahan berwarna coklat tua.
Hari minggu kali ini sedikit berbeda dengan akhir pekan sebelum-sebelumnya, pasalnya hari minggu yang biasanya selalu ia habiskan untuk nge Gym atau bermain basket dengan Davian dan Ben. Kali ini, ia ingin menghabiskan akhir pekannya di rumah calon istrinya -- siapa lagi kalau bukan Sarah.
Gadis itu benar-benar sudah mengalihkan semua perhatiannya, kehadirannya seolah candu yang membuat Damian ketagihan ingin selalu bertemu lagi dan lagi.
Damian berjalan keluar kamar, menyusuri anak tangga setapak demi setapak. Ia berjalan menghampiri meja makan, dimana Mama Erina sudah terlihat cantik dengan baju santai dan celemek yang membalut setengah tubuhnya. Ia segera menghampiri mamanya dan memberi kecupan di pipi kanan dan kiri sang Mama.
"Selamat pagi, Mama ku yang paling cantik sedunia," sapa Damian seraya berjalan ke meja makan dan mendudukkan tubuhnya di depan meja panjang dengan deretan makanan yang terhidang yang sangat menggugah seleranya.
"Sudah rapi sayang, mau kemana?" tanya Mama Erina sambil melepas celemek nya lalu meletakkan di keranjang kain kotor.
Seulas senyum tersemat di wajah tampannya, Mama Erina semakin penasaran karena putranya tak segera menjawab pertanyaannya.
"Kalau bukan mau pergi kencan, kemana lagi Ma?" celetuk Daisy yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Sejak kapan kamu jadi pinter membaca pikiran orang Isy?" goda Damian sambil menarik salah satu sudut bibirnya.
"Kamu lupa kalau kita saudara kembar? Insting ku bahkan lebih kuat dari para cenayang," seloroh Daisy di iringi tawa renyahnya.
"Serem," celetuk Damian.
Mama Erina hanya mengulas senyum melihat tingkah kedua anaknya itu.
"Papa tadi kalau gak salah denger, ada yang mau pergi kencan ya? Siapa? Isy atau Damian?" tanya Papa Arga yang baru saja menghampiri meja makan, memberikan sebuah kecupan singkat di kening sang istri. Lalu mengalihkan pandangannya secara bergantian pada Daisy dan Damian.
"Damian Pa, kan yang sedang dikejar deadline dia!" seloroh Daisy sambil menunjuk Damian dengan dagunya.
Papa Arga melihat seksama penampilan Damian, memang sedikit berbeda dari hari minggu-minggu sebelumnya. Seorang Damian yang memang bukan tipe cowok yang suka nongkrong, membuatnya lebih memilih menghabiskan akhir pekannya diruang fitness atau berkutat di ruang kerjanya seharian penuh.
"Mama sangat senang mendengar nya, kapan kamu akan membawa pulang calon menantu Mama?" tanya Mama Erina. Raut wajah Mama Erina tampak berbinar senang.
"Secepatnya Ma," jawab Damian singkat. Entah kenapa tiba-tiba wajahnya merona, semburat merah di pipinya begitu kentara.
Daisy yang melihat perubahan wajah Damian tersenyum menyeringai.
"Ck ... ck ... ck ... Damian kau tersipu, sepertinya kau benar-benar sangat menyukai gadis mu ini ya. Wah, aku sudah tak sabar. Seperti apa gadis yang sudah membuat saudara kembar ku ini jatuh cinta dengan mudahnya," goda Daisy sambil tertawa renyah. Mama Erina dan Papa Arga mengulas senyum mendengar kabar baik itu.
Suara seorang pria membuyarkan tawa Daisy.
"Selamat pagi Tuan dan Nyonya," sapa Ben dengan membungkukkan badannya.
Seluruh pandangan mereka segera teralihkan pada sosok yang tengah berdiri di depan ruang makan.
"Selamat pagi Ben ... ayo ikut gabung sarapan sini Ben," tawar Mama Erina yang dijawab anggukan oleh Ben. Pria itu segera menghampiri Mama Erina dan Papa Arga, lalu mencium punggung tangan pasangan suami istri tersebut secara bergantian.
Ben memilih duduk di sebelah Damian, pandangan nya terkunci beberapa detik pada gadis yang ada di hadapan nya.
"Ayo Ben, kamu harus makan yang banyak. Jadi obat nyamuk itu butuh tenaga," celetuk Daisy sambil meraih piring Ben lalu mengambil nasi goreng dan beberapa lauk untuk Ben.
Ben tersenyum penuh arti, ia hanya menundukkan kepala lalu berucap terimakasih. Damian yang melihat piring ben tampak terperangah, pria itu mengalihkan pandangannya ke arah Damian.
"Tuan, kenapa memandangku seperti itu?" tanya Ben yang merasa tak enak karena Damian memandangnya dengan tatapan heran.
"Tidak, tidak apa-apa Ben. Habiskan makananmu," ucap Damian seraya menepuk pelan punggung Ben.
Damian menyunggingkan senyumannya, pasalnya makanan yang di ambilkan oleh Daisy hampir memenuhi piring Ben. Dan itu sedikit berlebihan untuk porsi makan pagi. Namun Ben tampak sangat lahap menyantap masakan Mama Erina tersebut.
"Ma, Davian dimana?" tanya Damian yang mulai menyadari bahwa saudara kembar laki-laki nya tak ada di ruang makan.
"Davi, sedang ada seminar di luar kota. Dia berangkat tadi setelah shubuh," jelas Mama Erina.
"Ck ... Sungguh rajin dia, padahal ini kan hari minggu," desis Daisy.
Ben mencuri pandang ke arah Daisy, pria itu kembali mengulas senyumnya.
🍁🍁🍁
Satu jam kemudian
Ben dan Damian sudah berada di teras rumah Sarah, kedua pria itu tampak berdiri di depan pintu menunggu Tuan rumah membuka pintu.
Terlihat Satya dari balik pintu, remaja itu tersenyum sambil menunjukkan deretan giginya yang putih bersih.
"Tuan bos!" sapa Satya. Ia segera meraih tangan Damian dan mencium punggung tangan nya -- lalu berganti ke tangan Ben.
"Silahkan masuk Tuan," ajak Satya.
"Ibu sama Sarah dimana?" tanya Damian seraya mengedarkan pandangannya.
"Ibu masih ke pasar Tuan, kalau kak Sarah sedang di kamar. Sebentar, saya panggilkan kak Sarah," terang Satya.
"Tidak usah, biar aku saja yang memanggilnya," celetuk Damian yang membuat kedua orang yang berada di ruangan tersebut menatap heran kepadanya.
"Kenapa kalian menatapku seperti itu, memang apa yang akan aku lakukan?" gerutunya dengan mendelik menatap secara bergantian ke arah Ben dan Satya.
"Tidak Tuan, saya tidak berpikir tentang apapun!" ucap Satya dengan polosnya.
"Bagus, antar aku ke tempat kamar kakakmu."
Satya segera menuruti kemauan Damian, ia berjalan mendahuluinya. Di ruang tengah yang terbagi dengan dua sekat itu terdapat tiga kamar sekaligus, kamar Sarah bersebelahan dengan kamar Bu Karmila. Sedangkan kamar Satya berada tepat di depan ruang makan.
"Ini Tuan, kamar kakak." Satya menunjuk pintu yang terbuat dari bahan kayu yang di cat warna coklat.
Damian hanya menganggukkan kepalanya, sementara Satya memilih untuk kembali ke ruang tamu dan menemani Ben.
Pria itu tampak sedikit ragu mengetuk pintu kamar Sarah, ia ingin segera memutar handle pintu dan merangsek masuk. Tapi pikirannya mulai berimajinasi, bagaimana kalau gadis itu tak memakai baju di dalam sana. Apa yang akan dilakukannya? Tentu saja dia belum siap atas konsekuensinya. Namun, Ia segera menepis pikiran liarnya tersebut -- dan mulai mengetuk pintu kamar Sarah.
Tok-tok-tok!
Tak ada sahutan dari dalam, Damian mengulang ketukannya.
Tok-tok-tok!
"Ibu ... hari ini aku libur kerja. Biarkan aku memejamkan mata sebentar saja," sahutnya dari dalam kamar.
Sebuah senyuman terulas di bibir pria tampan itu, lalu kembali mengetuk pintu kamar gadis pujaan hatinya tersebut.
Tok-tok-tok!
Sarah mulai terganggu, dengan langkah malas gadis itu pun akhirnya beranjak dari tempat paling nyaman baginya. Ia sedikit menyeret kakinya yang memang terasa sangat berat untuk melangkah.
Tebakan gadis itu tertuju pada Satya, siapa lagi kalau bukan adiknya yang berani mengusik kenyamanannya di pagi hari ini.
Sarah memutar handle pintu dan menarik daun pintunya dengan sedikit kasar, lalu bersiap berteriak yang ia yakini akan memekakkan telinga Satya.
"Dasar ka--." Kalimatnya terhenti seketika melihat sosok yang membuat nya susah tidur semalam. Ia berdiri dengan mata dan mulut membulat sempurna.
Sarah segera tersadar dan hendak menutup pintunya kembali, namun dengan sigap lengan Damian menahan pintu itu agar tak tertutup.
"Kenapa? Kamu malu dengan penampilan mu saat ini? Aku sedang melatih mu, membiasakan mu dengan melihatku pertama kali saat kamu bangun tidur nanti."
Sarah merasakan tubuhnya memanas mendengar kalimat ambigu Tuan Muda di hadapan nya itu, ia tersipu. Perasaan aneh kembali mengetuk paksa hatinya, ia tak pernah merasakan seperti ini sebelumnya. Malu, itulah kata yang mewakili nya saat ini. Namun, hatinya merasakan sesuatu lain saat melihat Damian. Dan ia sendiri tak tahu perasaan apa itu.
Damian berhasil membuka kembali pintu kamarnya, pria itu segera merangsek masuk kedalam kamarnya.
"Tuan, kenapa anda masuk kamarku!" Sarah mencoba menarik lengan Damian, tapi pria itu tetap memaksa masuk. Gadis itu hanya bisa mendengus kesal.
Damian mengerutkan kening ketika melihat kondisi kamar Sarah.
"Kamu tidur disini?" tanyanya sambil menunjuk kasur yang terletak di lantai.
"Bukan ... tapi disini," seloroh Sarah sambil menunjuk pada nakasnya. "Tentu saja saya tidur di kasur itu Tuan, kenapa? Anda menyesal karena sudah melamar saya, dan ternyata saya lebih menyedihkan dari yang Anda pikirkan bukan?" tukas Sarah. Gadis itu terlihat sangat kesal.
"Ck ... kenapa kamu cerewet sekali sih!" protes Damian.
"Maksudku, apa kamu bisa nyaman tidur di kasur seperti ini?" tanya Damian, kali ini suaranya lebih lembut. Membuat Sarah sedikit salah tingkah.
"Te-tentu saja, ini kan kamar saya," sahutnya.
Damian mendesah lirih, ia mendekap kedua tangannya dan seolah berpikir keras.
"Tuan, kenapa Anda sudah berada disini? Ini kan masih pagi."
Damian menatap lekat manik coklat milik Sarah, pria itu tampak termangu sesaat. Kecantikan alami gadis itu seperti sihir baginya, ia bahkan betah untuk berlama-lama memandang wajah cantik tanpa polesan make up itu.
"Tu-tuan!"
Damian segera tersadar dari lamunannya, ia segera mengalihkan pandangannya.
"Aku kesini karena aku merindukanmu," ucapnya tanpa menoleh ke arah Sarah. Lalu segera melangkah keluar, namun saat berada di ambang pintu. Pria itu kembali memutar tubuhnya.
"Cepatlah mandi, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu," imbuhnya. Lalu ia berlalu meninggalkan Sarah yang tengah mematung di kamarnya, mencoba mencerna kalimat Tuan Muda yang menyebalkan itu.
Darahnya berdesir, kalimat Damian mampu membuat perasaannya tak karuan. Ia mencoba menguasai hatinya, namun degup jantungnya malah semakin kencang berdetak. Ia menghempaskan tubuhnya di tempat tidurnya, tempat tidur yang menurut Damian tak layak untuk tempat istirahatnya.
"Kenapa perasaan ku semakin tak karuan seperti ini ya? Ada apa denganku?" gumam Sarah sambil terus memegang dadanya.
Bersambung ....
.
.
.
.
Mampir ke novel kakak online othor ya😍👍🏻