NovelToon NovelToon
Pangeran Lucas Ermintrude

Pangeran Lucas Ermintrude

Status: tamat
Genre:Tamat / Reinkarnasi / Iblis / Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat / Perperangan / Penyelamat
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: lucapen

No action
No romansa
Masuk ke dalam novel❎
Melompati waktu karena penyesalan dan balas dendam ❎
Orang stress baru bangun✅
*****
Ini bukan kisah tentang seorang remaja di dunia modern, ini kisah pangeran tidur di dunia fantasi yang terlahir kembali saat ia tertidur, ia terlahir di dunia lain, lalu kembali bangun di dunianya.
-----------------
"Aku tidak ingin di juluki pangeran tidur! Aku tidak tidur! Kau tau itu?! Aku tidak bisa bangun karena aku berada di dunia lain!" -Lucas Ermintrude
******
Lucas tidak terima dengan julukan yang di berikan oleh penulis novel tanpa judul yang sering ia baca di dunia modern, ia juga tidak ingin mati di castil tua sendirian, dan ia juga tidak mau Bunda nya meninggal.
-------------------
"Ayah aku ingin melepaskan gelar bangsawan ku, aku ingin bebas."-Lucas Ermintrude
"Tentu saja, tidak."-Erick Hans Ermintrude

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lucapen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 25

Liam mengangguk dan mulai membimbing Lucas ke arah tempat latihan pedang. Jalan menuju ke sana melewati halaman Akademi, di mana para siswa sibuk dengan latihan mereka. Beberapa siswa yang melihat Lucas kembali berbisik-bisik, terutama karena ia memilih pergi ke area latihan pedang alih-alih sihir.

Saat mereka tiba di tempat latihan, suara dentingan pedang beradu memenuhi udara. Beberapa siswa terlihat sedang bertarung satu sama lain di dalam arena, sementara instruktur berjalan mengamati mereka.

Lucas berdiri di ambang pintu, matanya mengamati satu per satu. Beberapa siswa terlihat berbakat, tetapi tak sedikit pula yang hanya mengayunkan pedang mereka tanpa teknik yang jelas.

Lucas menatap murid akademi yang sibuk berlatih lalu bertanya pada Liam yang berdiri di sampingnya, "Liam apa menurutmu akademi ini siap dengan perperangan?"

Liam melirik Lucas datar. "Saya kurang tau tentang akademi karena saya dilatih langsung oleh kaisar," jawab Liam.

"Pertanyaan konyol apa itu? Tentu saja kami siap dengan perperangan, sahut eorang instruktur tinggi dengan rambut cokelat pendek dan mata tajam yang berjalan mendekati mereka. "Tamu istimewa di tempat latihan pedang? Ini jarang terjadi," katanya dengan nada santai.

Lucas menguap kecil, tampak bosan. "Aku hanya ingin melihat-lihat," ujarnya, bersandar sedikit pada tongkat kayunya.

Instruktur itu mengangkat alis. "Pangeran yang dikenal lemah datang ke tempat latihan pedang? Kau tidak tertarik pada sihir?"

Liam menegang mendengar itu, tetapi Lucas hanya tersenyum kecil. "Sihir? Aku bahkan tidak bisa menggunakannya."

Instruktur itu tampak terkejut, tetapi sebelum dia bisa berkata apa-apa, seorang siswa dengan tubuh tegap dan rambut pirang melangkah maju. "Jika Yang Mulia ingin menguji kemampuan, bagaimana kalau berduel denganku?"

Lucas meliriknya malas. "Untuk apa?"

Siswa itu menegakkan tubuhnya. "Aku Siegfried, dari keluarga ksatria. Jika Yang Mulia ingin melihat apakah Akademi ini siap menghadapi perang, bukankah seharusnya Anda menguji sendiri kemampuan kami?"

Beberapa siswa lain mulai berkumpul, tertarik melihat apa yang akan terjadi.

Lucas hanya mendesah pelan. "Aku tidak bisa mengangkat pedang kayu itu."

Siegfried tampak terkejut, sementara beberapa siswa lain mulai berbisik.

"Tunggu..." Siegfried menyipitkan mata. "Jadi Yang Mulia datang ke tempat latihan pedang hanya untuk melihat?"

Lucas hanya mengangguk ringan. "Liam, kau saja yang bertarung dengannya."

Liam mengerjap. "Apa?"

Lucas menatapnya sekilas. "Aku malas berdebat. Kau tahu aku tidak bisa bertarung, kan? Jadi, lawan saja dia untukku."

Liam memijat pelipisnya. "Tapi, Yang Mulia—"

"Sudah. Cepat mulai."

Liam akhirnya menghela napas panjang sebelum mengambil pedang kayu dari rak. "Baiklah, kalau begitu."

Siegfried tersenyum tipis. "Kalau begitu, aku akan melawan pengawal Yang Mulia. Tidak masalah."

Greil melipat tangan di dadanya. "Baik, kalau begitu... mulai!"

Siegfried langsung menyerang lebih dulu, mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh. Liam menangkis dengan satu gerakan santai, langkah kakinya tetap stabil.

Para siswa yang menonton awalnya berpikir duel ini akan seimbang, tetapi dalam beberapa detik, mereka mulai menyadari sesuatu—Liam jauh lebih cepat dan lebih tenang dibandingkan Siegfried.

Setiap serangan yang dilancarkan Siegfried selalu ditepis dengan mudah. Liam tidak terburu-buru menyerang balik, hanya membaca gerakan lawannya.

Lucas yang duduk di bangku di tepi arena menyandarkan tubuhnya ke belakang, menonton dengan ekspresi bosan. "Cepatlah, Liam. Aku ngantuk."

Liam mendengar itu dan mendesah pelan. Tanpa membuang waktu lagi, dia menekan pedangnya ke samping, membuat Siegfried kehilangan keseimbangan. Dalam satu gerakan cepat, Liam memutar tubuhnya dan menempatkan ujung pedangnya di bahu Siegfried, menandakan bahwa pertarungan sudah selesai.

Greil mengangkat tangan. "Liam menang."

Kerumunan murid terdiam sesaat sebelum akhirnya mulai berbisik-bisik.

Lucas menguap kecil. "Itu sudah cukup. Ayo pergi."

Siegfried menatap Liam dengan mata penuh ketidakpercayaan sebelum akhirnya mengangguk hormat. "Kau kuat."

Liam hanya tersenyum tipis. "Terima kasih."

Lucas berdiri dan mengambil tongkatnya. "Lain kali, kalau kau ingin menantang seseorang, pastikan lawanmu bisa mengangkat pedang lebih dulu."

Dengan itu, Lucas berbalik dan meninggalkan tempat latihan pedang, diikuti oleh Liam yang masih memegang pedangnya.

Saat mereka berjalan menuju ruang latihan sihir, Liam melirik Lucas. "Yang Mulia tidak tertarik sedikit pun untuk bertarung?"

Lucas hanya mengangkat bahu. "Kenapa harus peduli? Aku bahkan tidak bisa mengangkat pedang, apalagi bertarung."

Liam menghela napas. "Tetap saja, kau seharusnya tidak meremehkan dirimu sendiri."

Lucas terkekeh kecil. "Aku tidak meremehkan diriku sendiri. Aku hanya tidak tertarik."

Liam tidak bertanya lagi. Ia sudah tahu, sekeras apa pun ia mencoba membujuk Lucas, sikap santai dan malas tuannya itu tidak akan berubah.

"Kau tau, Liam? Dulu aku bermimpi tinggi ingin menjadi swordmaster seperti kaisar. Itu keren bukan?" ungkap Lucas kembali mengingat masa kecil.

"Itu mimpi yang menarik, kenapa anda tidak mencobanya?" tanya Liam melirik Lucas dari ujung matanya.

"Itu pertanyaan bodoh, Liam. Kadang kala tak semua mimpi harus kita gapai, karena kenyataannya menerima fakta lebih baik dari pada menyakiti diri sendiri," jawab Lucas mendengus malas.

"Tapi ada beberapa orang yang bisa meraih mimpi besar mereka dengan usaha besar. Bahkan saya pun tidak pernah menyangka bisa berada di samping anda sekarang," sahut Liam.

Liam memang tak menyangka ia bisa berada di samping seorang pangeran, ia anak korban perang dan bertahan di pemukiman kumuh. Dan di sanalah ia bertemu dengan bawahan kaisar dan dilatih langsung oleh kaisar karena Liam anak yang patuh, pintar dan memiliki kemampuan untuk menjadi seorang swordmaster.

"Lucu Liam itu bukan mimpi namun sebuah takdir. Takdir terjadi dengan sendirinya, sedangkan mimpi kita yang harus membuatnya terjadi. Kadang bukan usaha saja untuk yang dibutuhkan untuk meraih mimpi, kemampuan, kekuatan dan ketahanan seseorang juga diuji untuk mengapai sebuah mimpi besar." Lucas menatap jalanan yang sedang ia lewati.

"Saya tidak mengerti," gumam Liam tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh Lucas.

"Kau mana mengerti, kau kan? Seorang jenius," jawab Lucas terlihat malas dengan jawaban Liam.

Mereka melanjutkan perjalanan menuju ruang latihan sihir, tanpa menyadari bahwa seseorang telah memperhatikan mereka sejak tadi—seseorang yang tampaknya tertarik dengan keberadaan Liam di Akademi ini.

Saat mereka tiba di tempat latihan sihir, suasana terasa lebih ramai dibanding tempat latihan pedang. Api melesat di udara, kilatan petir menyambar, dan es membentuk duri tajam di beberapa sudut ruangan. Murid-murid akademi sibuk mengasah kemampuan mereka, sementara beberapa pengajar memperhatikan dengan mata tajam.

Lucas berjalan santai, sama sekali tidak terpengaruh oleh energi magis yang memenuhi udara. Di sampingnya, Liam tetap siaga seperti biasa, matanya mengawasi sekitar.

Saat mereka melewati sekelompok murid yang sedang berlatih, seorang gadis berambut hitam dengan jubah akademi menoleh dan langsung menghampiri mereka.

“Yang Mulia?” Gadis itu menyipitkan mata, tampak terkejut.

Lucas melirik sekilas sebelum menguap kecil. “Ada apa?”

Gadis itu melipat tangan di depan dada. “Aku hanya tidak menyangka kau akan datang ke tempat latihan sihir. Kau tidak tertarik pada pedang maupun sihir, kan?”

Liam memiringkan kepala, mencoba mengingat siapa gadis ini. Dia merasa pernah melihatnya sebelumnya.

Lucas tersenyum tipis. “Kau benar. Aku tidak tertarik.”

Gadis itu menghela napas dan menggelengkan kepala. “Kalau begitu, untuk apa kau ke sini?”

Lucas bersandar pada tongkat kayunya. “Aku hanya ingin melihat-lihat.”

Jawaban itu segera menarik perhatian murid-murid lain. Beberapa dari mereka mulai berbisik, sementara yang lain langsung menghampiri, penasaran dengan keberadaan pangeran yang dikenal sebagai ‘yang lemah’.

Liam merasakan tatapan-tatapan itu dan mulai merasa tidak nyaman. Namun, sebelum dia bisa berbicara, seorang murid laki-laki dengan rambut merah dan jubah akademi yang sedikit berbeda melangkah maju.

“Jika Yang Mulia ingin melihat, bagaimana kalau mencoba sendiri?” tantangnya, sembari memainkan bola api di telapak tangannya.

Lucas mengangkat alis. “Mencoba?”

“Ya. Cobalah melemparkan sihir, atau setidaknya menangkis seranganku,” jawabnya dengan percaya diri. “Tentu saja, aku tidak akan menggunakan kekuatan penuh.”

Lucas mendesah pelan. “Sepertinya semua murid di akademi ini suka menantangku.”

Liam menegang. “Yang Mulia tidak perlu meladeninya.”

Namun, Lucas justru tersenyum kecil. “Aku tahu.”

Tanpa memberi jawaban lebih lanjut, Lucas berjalan melewati si murid dan menuju kursi panjang di sudut ruangan, lalu duduk dengan santai. “Kau bisa menyerangku kalau mau.”

Murid-murid yang melihatnya langsung terkejut. Bahkan si murid berambut merah pun tampak ragu. “Apa maksudmu?”

Lucas menopang dagunya di satu tangan. “Aku bilang, kau boleh menyerangku.”

Kerumunan mulai berbisik lebih keras. Sungguh pernyataan yang aneh—pangeran yang tidak bisa bertarung justru meminta seseorang menyerangnya?

Murid berambut merah itu menatap Lucas dengan curiga. Namun, karena dorongan rasa percaya diri dan keinginannya untuk membuktikan sesuatu, dia akhirnya mengangkat tangannya.

Liam langsung siaga, siap mencegah serangan jika perlu.

Namun sebelum murid itu sempat melemparkan sihirnya, sesuatu terjadi.

“Tunggu.”

Sebuah suara yang dalam dan tegas menggema di seluruh ruangan. Semua murid sontak menoleh.

Di dekat pintu masuk, berdiri seorang pria dengan jubah hitam panjang dan simbol akademi di dadanya. Rambutnya keperakan, matanya berwarna biru tua seperti langit malam. Wajahnya dingin, nyaris tanpa ekspresi.

Liam mengenal pria itu—salah satu pengajar sihir tingkat tinggi di akademi.

Pria itu berjalan mendekat, langkahnya tenang namun penuh wibawa. Setiap murid yang melihatnya segera menunduk hormat.

Namun, alih-alih memperhatikan Lucas, mata pria itu justru tertuju pada Liam.

“Menarik…” gumamnya pelan.

Liam langsung siaga, meskipun tidak menunjukkan ekspresi berlebihan.

Lucas, yang masih duduk santai, mengangkat alis. “Apa yang menarik?”

Pria itu tidak menghiraukannya. Dia menatap Liam dengan intens, seolah sedang menilai sesuatu.

“Apa kau salah satu murid Kaisar?” tanyanya.

Liam tidak menjawab seketika. Tapi pria itu melanjutkan, suaranya terdengar lebih yakin.

“Dari caramu bergerak tadi… kau pasti sudah mendapatkan pelatihan tingkat tinggi.”

Murid-murid lain mulai berbisik lebih keras. Beberapa dari mereka bahkan melirik Liam dengan tatapan penasaran.

Lucas terkekeh kecil. “Kalau kau tertarik, tanyakan saja langsung padanya.”

Liam tetap diam, tapi matanya waspada.

Pria itu melipat tangannya di depan dada. “Aku ingin melihat seberapa jauh kemampuanmu.”

Liam menghela napas. “Saya bukan murid Akademi, Profesor.”

“Bukan berarti aku tidak bisa mengujimu.”

Tanpa peringatan, pria itu mengangkat satu tangan. Udara di sekitar Liam bergetar, seolah ada tekanan tak terlihat yang mencoba menekannya.

Beberapa murid tersentak, terkejut melihat perubahan atmosfer yang tiba-tiba.

Namun, Liam hanya berdiri diam.

Matanya tetap fokus pada pria itu, ekspresinya tenang.

Lucas menyaksikan dari samping dengan ekspresi malas. “Jangan membuatnya marah, Profesor. Kau tidak akan menang.”

Pria itu tidak bergeming. Tapi setelah beberapa detik, tekanan itu menghilang.

Dia tersenyum tipis. “Kau menarik.”

Liam menghela napas, tampak sedikit jengah. “Terima kasih?”

Pria itu menatapnya dalam-dalam sebelum berkata, “Aku ingin berbicara dengan Kaisar tentangmu.”

Lucas menoleh. “Kenapa bukan aku?”

Pria itu meliriknya sekilas. “Karena aku lebih tertarik pada pengawalmu.”

Lucas tertawa kecil. “Akhirnya, ada yang sadar kalau aku tidak menarik.”

Liam, di sisi lain, hanya menatap pria itu dengan tatapan penuh pertanyaan.

Tanpa berkata apa-apa lagi, pria itu berbalik dan pergi, meninggalkan suasana ruangan yang masih dipenuhi bisikan.

Liam menghela napas panjang. “Aku punya firasat orang itu akan merepotkan.”

Lucas berdiri, merapikan jubahnya. “Selamat. Kau sekarang jadi pusat perhatian.”

Liam hanya bisa menahan diri untuk tidak mendesah lagi.

Di belakang mereka, para murid masih menatap dengan penuh rasa ingin tahu—bukan pada Lucas, tapi pada pengawalnya.

[TBC]

1
Kurokaze
teruskan kak 👍
Lucapen: iya readers
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!