Ganti Cover dari NT yah
Mencintai dengan sepenuh hati ternyata belum tentu membawa kebahagiaan bagi Alia Valerie Putri, gadis yang kurang beruntung dalam hubungan keluarga dan ternyata tak beruntung juga dalam urusan cinta.
Setahun berusaha menjadi kekasih terbaik bagi Devan Bachtiar, berharap mendapatkan kisah romansa bak film Drama Korea, justru berujung duka.
Hubungan penuh tipu daya yang dilakukan Devan, membuat luka di dalam hati Alia. Hingga takdir membawanya bertemu dengan Sam Kawter Bachtiar yang semakin membuat hidupnya porak poranda.
Siapa sebenarnya Sam Kawter Bachtiar? Lalu bagaimana kelanjutan hubungan Alia bersama Devan Bachtiar? Akankah Devan menyesali perbuatannya?
Akankah masih ada kesempatan baginya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melia Andari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kau Sangat Mencintaiku
"Alia...."
Tidak mungkin!
Devan?
Alia memejamkan matanya, merasa seperti sedang bermimpi.
'Mungkin aku terlalu memikirkannya. Tidak mungkin dia di sini' batin Alia.
Namun Alia mendengar suara langkah kaki. Langkah itu sekarang mendekat ke arahnya. Tubuh Alia pun gemetar, ruang yang tadi terasa cukup hangat kini berubah menjadi dingin.
Tidak! Aku pasti berhalusinasi!
Alia mencoba menenangkan dirinya kembali, hingga langkah itu terhenti.
"Berbalik lah Alia, lihat aku," tutur Devan yang sedang memperhatikan Alia.
Alia kembali tercekat.
Jadi aku tidak bermimpi?
"Alia..."
"Jangan sampai aku memaksamu," tutur Devan lagi, masih dengan suara yang lembut.
Alia menelan saliva nya perlahan, berusaha menata jantungnya agar tidak begitu berdebar. Ia pun memutar tubuhnya dan melihat pria di hadapannya itu.
Devan Bachtiar.
Wajah tampan yang dulu begitu ia cintai, sedang mengenakan kemeja berwarna dark grey dipadukan dengan dasi dan celana hitam.
"Devan?"
Sudut bibir Devan terangkat, tersenyum simpul dengan tatapan yang hangat namun tajam.
"Mengapa kau ada di sini?" tanya Alia.
"Ini apartemen ku, Alia," sahut Devan.
Seketika Alia pun langsung mengedarkan pandangannya ke segala sisi. Dan baru Alia sadari bahwa di sudut ruangan itu, terdapat pakaian wanita yang tergeletak nyaris tak terlihat.
Devan pun mengikuti arah pandang Alia, dan terhenyak melihatnya.
Sial! Mengapa ada pakaian Riska di sana?
Alia tersenyum tipis. Pandangannya kembali diarahkan kepada Devan.
"Bodohnya aku tak menyadari jika ini apartemen mu. Kamu tidak pernah membawaku ke sini, tapi aku melihat pakaian wanita di sana," tutur Alia sedikit sinis.
Kecewa. Sedih. Lagi-lagi Devan mampu membuat hatinya sakit tanpa menyentuhnya.
"Hanya pakaian, Alia, dan itu tidaklah penting," sahut Devan.
"Apa kau bermalam dengan Riska di sini?" tanya Alia.
Entah kenapa dia melontarkan pertanyaan bodoh yang bahkan ia tahu jawabannya. Tapi ia tak mampu menahan rasa di hatinya, bahwa ia ingin mendengarnya dari Devan.
"Jangan bahas Riska di saat kita sedang berdua Alia," sahut Devan.
"Tapi memang selalu ada dia, dan itu adalah kenyataan."
Devan terdiam sejenak, menatap Alia dengan lebih intens.
"Aku membawamu kesini bukan untuk membahasnya Alia."
"Lalu, apa yang ingin kau bahas?" tanya Alia.
"Kamu."
"Apa?"
"Aku ingin membahas tentang dirimu, Alia. Tidak yang lain," sahut Devan terdengar serius.
Alia terdiam. Nafasnya naik turun, merasa sedikit gelisah dan....takut. Devan adalah pria jahat yang tak pernah mencintainya. Sering kasar dan tak perduli terhadapnya. Dan kini, ia hanya berdua dalam satu ruangan yang—jauh dari keramaian.
"Baiklah, apa yang ingin kau bahas?" tanya Alia pada akhirnya.
"Duduklah dulu, Alia," tutur Devan seraya mempersilahkan Alia duduk di sofa yang tak jauh dari mereka.
Alia pun menurut. Ia berjalan ke arah sofa lalu duduk di atasnya. Devan pun mengikuti dan duduk di hadapan Alia.
"Alia, jawab pertanyaan ku. Sejak kapan kau mengenal kakakku, Sam Kawter?" tanya Devan.
"Apa kau sedang menginterogasi ku?" sahut Alia.
Devan menghela nafasnya. Tak menyangka jika menghadapi Alia akan sesulit ini.
"Apakah kau mengkhianati aku, Alia?" tanya Devan lagi.
"Apa? Aku tak salah dengar kau bertanya seperti itu padaku?" sanggah Alia.
"Jawab saja Alia. Jangan membuatku marah dengan ucapanmu yang bertele-tele."
"Kau bisa menanyakannya pada kakakmu," sahut Alia.
"Alia..." Devan mencoba meredam emosinya.
"Devan, aku mengenalnya tanpa sengaja. Dan aku tak pernah mengkhianati mu. Kurasa kau tahu bagaimana perasaanku kepadamu....dulu," sahut Alia jengah.
Gadis itu pun beranjak dari duduknya menuju pintu. Namun dengan cepat Devan mengejar Alia dan menahan pergelangan tangannya.
"Kau sangat mencintaiku Alia," ucap Devan.
"Apa?"
"Aku tahu kau sangat mencintai aku. Kau bersamanya hanya ingin membalas dendam kepadaku kan, Alia?" tanya Devan, suaranya nyaris serak, penuh desakan di dalamnya.
Alia pun terdiam sejenak, menatap Devan yang kini juga sedang menatapnya itu.
Bukan aku yang ingin membalas dendam Dev, tapi kakakmu sendiri. Mengapa aku yang jadi tersangkanya?
"Lepaskan aku!" sentak Alia seraya menghempaskan tangan Devan.
Alia menarik napas dalam, berusaha menenangkan gejolak di dadanya. Dengan langkah ragu, ia kembali hendak berjalan menuju pintu, berharap bisa segera menjauh dari ruangan itu dan...dari Devan. Namun, lagi-lagi Devan menahannya.
Kali ini, pria itu menarik tangan Alia dan mendekapnya.
Tubuh Alia tersentak, sejenak membeku dalam pelukan itu. Dadanya terasa sesak, detak jantungnya berdegup tak menentu. Kehangatan tubuh Devan yang begitu dekat justru membuatnya semakin bingung dengan semua rasa yang berkecamuk, perasaan marah, sedih, dan rindu yang tak pernah ia izinkan untuk tumbuh.
"Kali ini turuti aku. Tinggalkan Sam, Alia," tutur Devan.
"Lepaskan aku Dev, aku tak bisa meninggalkannya," sahut Alia.
Mendengar itu Devan pun merelai pelukannya.
"Aku telah memintamu dengan lembut, Alia. Aku meredam segala emosiku agar kau dapat mengerti maksudku. Sam tidak baik untukmu. Dia bengis Alia. Dia pria dingin, bahkan kutub utara pun tak lebih dingin darinya! Dia—"
"Dev, cukup!" potong Alia.
Ia jengah dengan pembahasan ini. Tanpa Devan menjelaskan semuanya, Alia telah mengetahuinya. Tapi sebanyak apapun Devan meminta Alia meninggalkan Sam, sebanyak itu juga ketidakmampuan membelenggunya.
Sam tak pernah mengurungnya di dalam jeruji besi, tapi belenggu yang mengikat Alia jauh lebih kuat. Sam telah membeli dirinya.
Ia bukan kekasih. Ia bukan istri. Ia bukan siapa-siapa.
Ia hanya tawanan.
Alia hanyalah seorang tawanan Sam Kawter, terperangkap dalam sesuatu yang tak bisa ia lawan, tak bisa ia hindari dan tak bisa ia selesaikan.
jangan bertempur dengan masa lalu karena terlalu berat