Kadang kala, yang bersama tidak selamanya bersatu. Tuhan selalu punya rencana untuk setiap manusia. Begitu pun dengan kisah Agra. Aurora mungkin dikirim Tuhan hanya untuk membuat Agra belajar satu hal, bahwa tidak semua yang ia inginkan bisa terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Zakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perasaan Yang Berbeda
Gadis itu berjalan menuju pintu kafe. Tangan gadis itu membuka pintu kafe, tepat saat Aurora berada di luar pintu seorang pemuda yang bersandar di motor sport merahnya membuat nya tersentak kaget.
"Hai..."
"Eh... Rey?" kaget gadis itu.
Pemuda bernama Rey itu tersenyum manis ditempatnya, sedangkan Aurora berjalan menuju pemuda tampan berlesung pipi itu.
"Kok bisa ada disini?" tanya Aurora bingung, pasalnya Rey bilang dia akan menjemputnya jam tujuh malam, dan ini baru setengah tujuh.
"Karna bisa!" jawabnya dengan senyum jahil membuat Aurora mendengus namun sedikit terkekeh.
"Kirain bakal jemput dirumah!" ujar gadis itu.
"Awalnya sih gitu. Tapi pas tau lo gak ada yang nemenin pulang kerja, gue jemput aja disini. Kalo kejadian bulan lalu terulang lagi gimana?" jawab pemuda itu panjang lebar.
"Benar juga yah!"
Kalo kejadian bulan lalu dimana Aurora ketemu sama preman terulang lagi gimana?
"Yuk!" suara pemuda itu membuyarkan lamunan Aurora.
"Eh... Ayo!" jawabnya sedikit kaget.
Rey pun naik ke atas motor sport merahnya diikuti oleh Aurora di jok belakang.
"Kita mau kemana?" tanya Aurora dibelakang Rey.
"Taman kota!" jawab pemuda itu setelah memakai helm fullface-nya lalu menstater motornya.
Motor sport berwarna merah itu pun melaju membelah kota Jakarta, Kota metropolitan yang terkenal dengan kemacetannya, untung, malam ini tidak terlalu macet sehingga waktu Rey dan Aurora tidak tersita oleh macet.
Aurora berpegangan pada jaket yang dipakai oleh pemuda itu. Aroma maskulin khas laki-laki menyeruak di indra penciuman gadis itu. Aroma yang benar-benar menenangkan bagi siapa saja yang merasakannya, termasuk Aurora.
Gadis itu begitu nyaman menghirup aroma yang melekat pada Rey. Namun ada satu hal yang memenuhi fikirannya.
Kenapa jantungnya tak berdetak cepat saat mencium aroma tubuh milik Rey? Berbeda dengan Agra, Aurora juga nyaman mencium aroma milik Agra, dan jantungnya yang berdetak tak karuan saat menghirup aroma milik cowok manja itu.
Tapi kenapa dengan Rey jantungnya biasa saja ?
***
"Wahh... Taman kota tambah cantik yah kalo malam-malam gini" ujar Aurora dengan wajah berbinarnya. Sambil melihat-lihat lampu-lampu hias ditaman kota.
Mereka telah sampai beberapa menit yang lalu. Rey tersenyum melihat binar gadis itu, sekarang ia bahagia karena binar itu ia yang buat.
"Lo suka?" tanya pemuda itu lalu duduk dibangku taman, disusul oleh Aurora disampingnya.
"Hm..." dehem gadis itu.
Gadis itu mengedarkan pandangannya, tak sengaja matanya menangkap sebuah kursi taman disudut lain. Ingatan nya terulang ke siang hari tadi. Dimana dia dan Agra duduk dan bersenda gurau disana, mengingat itu ia tersenyum membuat Rey yang sejak dari tadi memperhatikannya dari samping menjadi heran.
"Kok senyum?" tanya Rey sedikit bingung.
Tidak ada respon dari gadis itu. Aurora tetap memperhatikan bangku itu dengan senyum sesekali terkekeh kecil, membuat Rey parno sendiri. Apakah Aurora anak indigo? Apa mungkin disana ada sesuatu yang juga tersenyum padanya? Pikir Rey.
Rey berdengik ngeri lalu memanggil Aurora dengan sedikit tepukan dibahunya.
"Ra!"
"Eh... Gra kenapa?" refleks gadis itu menyebut nama Agra.
Deg!
Seperti tertusuk paku tak kasat mata, itulah yang Rey rasakan pada dadanya saat gadis itu menyebut nama seseorang yang tak ingin ia dengar untuk saat ini.
Aurora terkejut setelah menyadari ucapan yang ia lontarkan tadi.
"Eh... Maksud gue kenapa Rey? I-iya!" kikuk gadis itu. Ia hanya takut Rey salah paham. Bukan karena gadis itu mengetahui perasaan Rey padanya. Melainkan ia takut Rey salah paham bahwa ia menyukai Agra dan pemuda itu akan mengejeknya.
Rey terkekeh sumbang. " Santai aja kali!" ujar pemuda itu seolah tak terjadi apa-apa pada dirinya, namun jauh didalam sana ada hati yang seperti tertusuk ribuan paku.
Aurora tersenyum kikuk. Suasana diantara mereka menjadi hening. Rasa canggung begitu sangat terasa. Aurora sibuk menetralkan kegugupannya karena hampir saja Rey salah paham. Sementara Rey sibuk menghilangkan denyut perih pada dadanya.
"Ternyata lo juga suka sama dia Ra," lirih pemuda itu dalam hati.
Rey menghela nafas. Ia tak suka suasana canggung seperti ini. Niat awalnya mengajak Aurora kesini, karena ia ingin melihat tawa di wajah gadis itu, yang kapan saja bisa membuat ia lupa dengan masalahnya. Tapi kenapa malah canggung seperti ini?
"Ra!!" sahut Rey memecah keheningan.
Aurora menatap kesamping kanannya dimana ada Rey disini yang juga sedang menatapnya.
Mereka saling tatap sejenak, mata coklat Aurora bertemu dengan manik mata coklat terang milik Rey.
Deg!!
Detak jantung itu bukan milik Aurora, melainkan pemuda yang ada didepan matanya.
Beberapa pertanyaan lagi-lagi muncul dikepala gadis itu. Kenapa ia tak merasakan detakan jantung itu saat menatap manik mata Rey? Kenapa jantungnya biasa-biasa saja? Tidak seperti saat menatap mata Agra, jantungnya akan berdegub cepat walau hanya menatap sekilas manik mata hitam pekat milik Agra. Kenapa? Kenapa? Dan Kenapa? Pertanyaan itu terus terngiang-ngiang dikepalanya.
Pandangan mereka terputus saat Rey pertama kali memalingkan pandangannya. Jujur jantung pemuda itu berdetak dua kali lebih cepat saat melihat manik mata coklat itu.
"Apa cuma gue yang rasain ini?" lirih pemuda itu dalam hati.
"Kenapa Rey?" tanya Aurora memecah keheningan.
Rey tersentak kaget. " Eh... Kenapa?" tanya pemuda itu yang nampak sedikit... Gugup?
"Tadi lo manggil gue" ujar Aurora sedikit bingung. Ada apa dengan Rey? Kenapa pemuda itu nampak seperti orang gugup?
Rey menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Oh itu! Lo udah makan?"
"Belum... Hehe!" jawab gadis itu seraya mengeluarkan cengiran khasnya yang membuat Rey gemas.
"Yaudah yuk makan!!" ajaknya lalu tanpa sadar pemuda itu menggenggam tangan Aurora ke warung makan dekat taman kota itu.
Aurora menatap kebawah dimana tangannya ada dalam genggaman tangan kekar mikik Rey.
Lagi-lagi pertanyaan muncul dikepalanya. Kenapa jantungnya biasa saja saat tangannya digenggam erat oleh Rey? Kenapa ia tidak gugup saat bersentuhan dengan Rey?
Berbeda sekali jika ia bersama Agra. Dia akan dipenuhi rasa gugup namun nyaman saat bersama Agra. Aurora memang nyaman juga dengan Rey, tapi yang ia rasakan ada sedikit perbedaan saat dirinya bersama Agra dan Rey. Apa Aurora???. Ah, tidak! Tidak
Aurora menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan pikiran anehnya itu.
"Pasti karna Agra nyeremin makanya gue gugup kalo sama dia!" batin gadis itu.
"Mang, nasi gorengnya sama air mineralnya dua yah!" ujar Rey membuat Aurora sadar dari lamunannya.
"Siap Mas ganteng!!"
Rey terkekeh.
"Yuk Ra duduk sana!" ajaknya pada Aurora lalu berjalan ke kursi pojok warung ini, diikuti oleh Aurora dibelakangnya.
Setelah mendaratkan badannya ke kursi kayu itu Rey dan Aurora berbincang-bincang.
"Rey lo masih ribut sama Agra?" tanya Aurora, membuat Rey menghembuskan nafas pelan mendengar nama itu.
"Dikit sih, tapi gak sampai adu jotos kek dulu. Paling cek-cok aja" balas Rey terkekeh.
"Hehe... Kek cewek lo bedua cekcok²kan!" cibir Aurora sedikit bercanda.
"Emang gak boleh cowok cekcokan?" tantang Rey
"Yah gak lah!"
"Kenapa coba?"
"Aneh aja gitu. Kan biasanya cewek yang adu bacot"
"Apa nya yang aneh?"
"Yah aneh ajalah pokonya!"
Rey terkekeh lalu mengacak rambut Aurora yang terkuncir membuat sang empu rambut itu menatapnya kesal.
"Ih.. Rey rambut gue berantakan!!" sungut gadis itu kesal lalu menepis tangan Rey dari kepalanya.
"Emang udah berantakan kok!" balas Rey.
"Yah makanya gak usah di berantakin lagi!" balas Aurora dengan bibir mengerucut kesal.
Sungguh Rey benar-benar bahagia malam ini, akhirnya ia bisa menghabiskan waktu bersama gadis manis didepannya ini.
"Biarpun berantakan tetap cantik kok!" ujar Rey mengulum senyum.
Aurora mendelik kesal ke arah Rey.
"alah basi!!" cibir gadis itu.
"Serius..." balas pemuda itu dengan kekehannya.
"Gak per-"
"Pesanan datang!" candaan mereka terpotong karena kedatangan Mang Asep penjual nasi goreng diwarung ini.
"Aduhh... Asik bener teh bercandanya." ujar Mang Asep sedikit bercanda lalu meletakkan dua nasi goreng dan dua air mineral dimeja mereka.
"Hehe... Gak kok mang." jawab Rey.
"Pacar nya cantik yah Den Rey." canda mang Asep lagi, membuat Rey dan Aurora saling pandang.
"Bukan pacar ko mang!" jawab Rey cepat.
"Terus apa atuh?"
"Cuma temen. Yakan Ra?"
Aurora mengangguk, namun mang Asep menunjukkan raut kecewanya. Padahal mang Asep udah klop sama mereka, serasi sama-sama cantik dan ganteng, pikir mang Asep.
"Kirain teh pacaran den. Padahal mah serasi pisan atuh kalo sampe pacaran mah!"
"Maunya sih juga gitu mang!"
"Hehe gak mang.."
"Yaudah... Dinikmatin yah nasi gorengnya Non, Den." ujar mang ujang lalu pamit dari sana.
Aurora dan Rey mengangguk sambik tersenyum tipis, setelah itu mereka menikmati makanan masing-masing.
"Rey.. Mang itu kenal sama lo?" tanya Aurora, pasalnya gadis itu bingung. Kenapa penjual nasi goreng itu mengenalnya.
Rey mengangguk. "Hm... Warung makan ini langganan gue."
Aurora ber"oh" ria lalu kembali memakan makanannya.
Saat akan menyendokkan makanan kedalam mulutnya. Rey melihat sebuah gelang yang nampak unik dipergelangan tangan kiri Aurora, pemuda itu pun menurunkan sendok yang tadinya akan masuk kedalam mulutnya.
Matanya menatap Aurora dan gelang itu bergantian. Matanya memicing saat melihat tulisan di gelang itu.
"Fransisco?" gumamnya dalam hati saat melihat tulisan yang ada disebelah kanan bola kecil merah itu.
Rey memikirkan tentang tulisan Fransisco itu. Seingatnya yang memiliki nama Fransisco hanyalah...
"Ra!" untuk menghilangkan rasa penasarannya Rey memberanikan diri untuk bertanya pada gadis yang sejak tadi menikmati nasi gorengnya.
"Iya?" jawab gadis itu mendongak menatap Rey.
"Beli gelang kek gitu di mana?" tanyanya sambil menunjuk gelang ditangan kiri Aurora dengan dagunya.
Aurora mengikuti arah tunjuk dagu Rey.
"Oh ini! Gak tau hehe" cengir Aurora membuat Rey mengernyit bingung. kenapa Aurora tidak tahu tempat membeli gelang itu, padahal kan itu miliknya, pikir Rey.
"Kok gak tau?"
"Hehe... Soalnya ini bukan punya gue!" jawaban Aurora semakin meyakinkan benak Rey yang mengatakan gelang itu adalah pemberian dari seseorang yang tak ingin ia dengar namanya dari mulut gadis ini.
"Terus punya siapa?" tanya Rey penasaran.
"Agra!" jawab gadis itu cepat, lalu memakan lagi nasi gorengnya yang tinggal sedikit.
"Huu... Ternyata bener! Fransisco itu nama Agra!"
Rey menghela nafas, dadanya sesak hanya mendengar gadis itu menyebut nama Agra.
"Kok bisa dia ngasih itu sama lo? Lo ada hubungan sama Agra?" tanya Rey hati-hati. Rey sudah siap menerima konsekuensinya jika gadis itu menjawab Iya.
Bukannya menjawab Aurora malah ketawa, membuat Rey mengernyit bingung.
"Kok ketawa?"
"Lagian lo ada-ada aja! Gak mungkin lah gue sama Agra?" elak gadis itu dengan sisa-sisa tawanya.
"Kenapa enggak?"
"Hufft.. Rey, Agra itu beda jauh dari gue! Gak mungkin lah gue sama dia?"
"Apanya yang gak mungkin? Kalo dia bener sayang sama lo gimana?"
Aurora bungkam mendengar balasan Rey. Kalo Agra benar sayang sama dia bagaimana?
"Gak lah gak mungkin! Agra pasti gak akan suka sama cewek kek gue. Gue juga sadar diri, gak pantes sama pangeran mahkota kek dia!" ucapnya mencoba mengelak pemikiran Rey.
"Lo gak pernah denger, baca, atau mungkin nonton kisah Cinderella?"
Aurora terdiam lagi. Dia juga bingung dengan sikap Agra akhir-akhir ini yang terkesan manis. Apa benar Agra menyukainya?
Aurora menggelengkan kepalanya menepis pemikiran itu. Tidak!! Agra tidak mungkin menyukainya. Pasti pemuda itu hanya ingin menebus rasa bersalahnya pada Aurora, makanya bersikap manis.
"Gak Rey!!"
"Terus kenapa dia slalu bersikap manis sama lo?"
"Rey... Agra itu cuma ngerasa bersalah sama gue. Karena menurut dia... Dia yang slalu ngasih gue masalah, makanya dia nebus itu dengan cara bersikap manis sama gue" tutur Aurora panjang lebar membuat Rey terdiam memikirkan sesuatu.
Apa benar hanya rasa bersalah? Tapi Rey bisa melihat pancaran mata Agra saat menatap Aurora. Pancaran mata pemuda itu berbeda saat menatap Aurora dan Keyra. Rey bisa tahu itu karena ia pun seorang pria.
"Yaudah... Gak usah dibahas lagi yuk balik udah malem banget!" ujar Rey menghentikan asumsi mereka mengenai Agra.
Aurora pun mengangguk, karena jujur saja ia tidak mau ambil pusing dengan sikap Agra kepadanya.
Tapi kalo ternyata yang dikatakan Rey itu benar bagaimana?