[DMS#1] AGRA
Di kamar mewah bernuansa hitam putih dengan berbagai macam miniature mahal, cowok tanpa baju di bagian tubuh atasnya masih terlelap dalam tidur di jam yang sudah menunjukkan pukul 06:45. Itu berarti, sekolah akan di mulai sekitar 15 menit lagi.
Pintu kamar terbuka. Seorang wanita setengah baya dengan dress rumahan masuk ke kamar seraya menggelengkan kepala.
“Dasar kebiasaan!” decak wanita itu.
Dia berjalan mendekat lalu menyibak selimut tebal cowok tersebut. Setelahnya dia beralih menyibak gorden hingga sinar mentari dapat masuk dari sela-sela ventilasi jendela.
Mengernyit dalam tidur, cowok itu mengubah posisi membelakangi jendela.
Lagi-lagi, wanita yang lain adalah ibu cowok itu berdecak seraya berkacang pinggang. “Satu menit dari sekarang kamu gak bangun, semua fasilitas kamu Mama sita,” ucapnya, kontan membuat cowok itu mendudukkan badan dengan mata terbuka kecil.
“Masih pagi banget, Ma. Agra ngantuk.” Cowok bernama Agra itu hendak menidurkan dirinya kembali namun Citra—Mamanya—lebih dulu menarik tangannya dan menyeretnya ke kamar mandi.
“Sepuluh menit kamu harus selesai!” tanpa menunggu sahutan Agra lagi, Citra keluar dari kamar untuk menuju lantai satu.
####
Dua kancing seragam terbuka dan tidak di masukkan, sepatu berwarna mencolok, serta rambut tidak rapi. Agra duduk di kursi makan tepat di hadapan mamanya dan sebelah kiri papanya. Tanpa banyak bicara dia mengambil nasi dan beberapa lauk ke piringnya.
Citra yang sejak tadi sudah makan, kini meneguk sedikit air putih lalu kembali menggelengkan kepala.
“Kamu mau ke sekolah apa mau ngemis, sih, Gra? Hancur amat tampilan kamu,” komentar Citra.
Berbeda dengan Citra, Bram—papa Agra—hanya diam dan tenang dengan kegiatan makannya.
Agra menghabisi makanannya dengan cepat lalu meneguk air. “Ini style, Ma,” sanggahnya.
Tidak sampai lima menit makan, dia berdiri lalu menggunakan jaket hitam yang bertengger di sandaran kursi. “Agra sekolah. Udah telat.”
Tanpa salam dan ritual cium tangan cowok itu berlalu dari meja makan. Citra hanya menghela nafas lalu menatap Bram yang sama sekali tidak mengeluarkan kata-kata sejak tadi.
####
“Pak Satpam bukain!!” Agra berkali-kali membunyikan klakson hingga beberapa siswa yang berjalan menatapnya.
Dari dalam sekolah, terlihat pria paruh baya dengan seragam Security datang dengan tergopoh-gopoh. Mengambil kunci dari saku, pria itu segera membuka gerbang untuk Agra dan motornya.
Belum juga gerbang itu terbuka lebar, Agra sudah menancapkan gas memasuki area parkiran dengan suara motor yang menggelegar di sunyinya sekolah karena jam PBM telah berlangsung sepuluh menit yang lalu. Dan itu menandakan bahwa Agra terlambat sepuluh menit.
Menyisir rambut kebelakang setelah membuka helm, Agra turun dari motor lalu menaiki koridor. Berjalan ke arah kelasnya. Baru juga Agra melangkah selama lima menit, suara terkutuk milik wanita paruh baya yang sangat Agra kenal suaranya terdengar.
“Agra Fransisco Demiand!!”
“Sial!” umpat Agra dalam hati.
Mendengar namanya disebut lengkap seperti itu bukanlah pertanda yang baik untuk saat ini.
Agra menatap datar Guru wanita ber-name tag Endang Saraswati berjalan ke arahnya dengan wajah yang sudah tidak enak di pandang.
“Bagus. Tampilan sudah menyalahi aturan, masuk ke sekolah ribut-ribut, sekarang kamu juga terlambat! Bagus sekali Agra.” Tentu itu bukan pujian. Bahkan anak SD pun tahu itu sebuah cibiran rasa pujian.
Agra memutar malas bersamaan dengan decakannya. “Ibu Endang yang cantik, gimana pun juga semua yang Ibu sebutin tadi itu gak ada yang bagus. Gimana, sih?!”
Wajah Bu Endang semakin masam. “Berani kamu menjawab saya?” kelakar Guru itu.
Agra memilih mendengus. Dia sudah tahu akan berakhir di mana hari ini.
“Lari keliling lapangan lima belas putaran!”
Dan ini dia, berakhir dengan hukuman paling mainstream yang pernah dia dapatkan. Agra memberikan hormat dua jari pada Bu Endang lalu menuju lapangan. Hitung-hitung olahraga, pikirnya.
Bu Endang geleng-geleng kepala. Agra memang selalu membuatnya ingin menggelamkan diri di danautoba.
####
Tidak cukup dua puluh menit Agra telah menyelesaikan hukumannya. Cowok yang sudah melepas seragamnya hingga menyisakan kaos hitam itu menyeka peluh di wajahnya menggunakan lengan. Dia berdecak pelan lalu melangkahkan kaki menuju kantin.
Tapi, terhitung tiga kali Agra melangkah, cowok itu tiba-tiba berhenti. Dia menolehkan wajah ke tepi lapangan dengan mata memicing. Di sana, seorang cewek dengan rambut coklat yang cukup khas, tengah duduk di kursi panjang dengan menunduk. Rambu coklat cewek itu menjuntai di masing-masing sisi wajah hingga wajahnya tidak dapat Agra lihat.
“Tuh, cewek asli apa penampakan doang, sih?” gumamnya.
Agra sibuk meneliti cewek itu beberapa detik lalu memilih mengendikkan bahu karena cewek itu tidak kunjung mendongak.
“Bodo amat, sih, mau asli atau penampakan.”
Agra kembali melanjutkan langkahnya menuju kantin. Demi Swipper yang tidak jadi mencuri, Agra benar-benar butuh air saat ini untuk menyejukkan dahaganya.
####
Suara gesekan kursi dan lantai membuat Deon—yang sibuk makan—mendongakkan wajahnya. Alif—yang bermain game—melirik sekilas pada sang pelaku.
Agra. Cowok itu duduk di antara Alif dan Deon setelah menyampirkan seragam putihnya di sandaran kursi. Dia duduk dengan kaki kanan berada di atas kaki kiri.
“Kenapa lo telat lagi?” tanya Deon, kembali menyuapkan nasi goring ke mulutnya.
“Biasa, kesiangan.” Agra menyahut acuh lalu mengedarkan pandangan. Di sepersekian detiknya, mata hitam cowok itu jatuh pada cowok cupu yang duduk di sudut kantin dengan sebuah buku bacaan.
“WOY CUPU SINI LO!!” merasa hanya dirinya yang memiliki sikap dan penampilan seperti itu. Cowok yang di panggil cupu oleh Agra berdiri menghampiri meja Agra dan teman-temannya yang memang sudah di booking sejak kelas sepuluh.
Semua mata sudah seperti melekat di tubuh cowok itu. Beberapa bisikan cibiran, dan kasihan sudah mengudara sejak Agra memanggilnya.
“Ke-kenapa?” tanya cowok cupu itu. Kacamata bulat dan besar menutupi kedua mata minusnya. Seragam kebesaran dan pinggang celana yang mencapai perut.
“Pesenin gue makanan. Pake duit lo!” titah Agra, datar.
Cowok cupu itu mengangguk tanpa bantahan. Silahkan saja membantah jika ingin wajahmu berubah warna menjadi biru keungu-unguan.
Alif dan Deon hanya bersikap biasa, seolah ini bukanlah hal asing yang dilakukan Agra.
Itulah Agra Fransisco Demiand. Cowok songong, bad, kaya namun suka memanfaatkan kelemahan orang lain. Contohnya saja tadi, cowok cupu yang dia manfaatkan kelemahannya dan uangnya.
Tidak berselang lama, cowok cupu itu datang dengan sepiring nasi goreng. Dengan tangan gemetar dia membawa piring itu ke hadapan Agra. Tapi belum juga mendarat di meja, Agra berdiri lalu dengan sengaja menyenggol tangan cowok itu hingga nasi tersebut tumpah mengotori sepatu cowok cupu itu.
“Lo kelamaan. Gue gak suka orang lamban!” setelah mengatakan dengan nada datarnya, Agra berlalu keluar kantin. Bersamaan dengan itu Alif dan Deon berdiri menyusul Agra.
Sebelum pergi, Alif sempat menepuk bahu cowok yang sudah menunduk nanar itu.
####
“Kelewatan lo tadi, mbing. Kasian tuh si cupu.”
Agra hanya melirik sekilas pada Deon. Dia menyesap batang berbentuk silinder yang di apit jari telunjuk dan tengahnya lalu menghembuskan kepulan asap dari hidung dan mulutnya.
“Bodo amat,” sahutnya.
Deon berdecak lalu memilih bermain catur dengan anak-anak Wolfer—geng motor yang diketua oleh Agra.
“Lo kaya tapi kelakuan lo kayak orang miskin aja.”
Agra berdecak mendengar itu. Kalimat dengan nada pedas yang tentu saja terlontar dari mulut seorang Alif Fernando Pratama—sahabat Agra. Cowok dengan seragam yang tidak dimasukkan itu duduk di sebelah Agra dengan memainkan rubik kesukaannya.
“Sesekali manfaatin mereka.” Agra menyahut lalu menyesap rokoknya untuk yang terakhir.
Alif mendelikkan bibir. “Gigi lo sesekali. Itu udah kesekian kalinya kali.”
Agra terkekeh. Alif memang benar, kejadian tadi bukanlah pertama kali untuk Agra. Melainkan sudah berkali-kali.
“Oh, iya, Lif. Gue mau nanya deh sama lo.”
“Paan?” Alif terlihat lebih tertarik mengotak-atik rubiknya daripada mendengarkan Agra.
“Lo pernah liat gak, cewek berambut coklat gelap di sekolah ini?” tanya Agra.
Alif menghentikan sejenak kegiatannya lalu mengendikkan bahu, setelah itu dia kembali pada kegiatan awal.
Agra berdecak. Alif memang selalu seperti itu, terlalu cuek dan bermulut pedas.
“Tapi kayaknya cewek itu gak asing, deh. Tapi gue pernah liat dimana?” gumaman Agra ternyata mengundang decakan dari Alif.
“Yang lo mau tau banget itu buat apa?” tanya Alif, datar.
Agra mengangkat bahu. “Pengen tau aja,” jawabnya.
Alif mendelikkan mata sekilas. “Kalau gak salah dia temennya Keyra.”
Agra kontan memusatkan perhatian pada Alif yang tetap sibuk dengan rubik sialan itu.
“Darimana lo tau?” tanya Agra dengan wajah meminta penjelasan.
“Udah jelas cewek berambut coklat di sekolah ini gak ada. Lo tau semua anak orang kaya di Demiand Senior High School. Dan dua hari lalu kayaknya gue pernah liat cewek dengan rambut kayak gitu dengan Keyra.”
Oke, mungkin saat ini Agra akan mengatakan bahwa Alif itu tidak terlalu cuek karena cowok itu masih memperhatikan sekitar.
Agra diam memikirkan jawaban Alif. Sungguh, dia penasaran dengan cewek yang menangis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Nacita
gue nyari2 s agra ehhh ternyata d sini oyyyy 😂😂
2022-02-02
0
(`⌒´メ) HONEY BEAR ✧ 🦕
Dari senior loncat kesini 😋
2020-10-22
1
Amriani RA
Mm. Hbis bca crta kk yg judlny senior, lnjut di sini dehh 😆
2020-09-28
1