"Tidak ada yang namanya cinta sejati di dunia ini. Kalaupun ada, seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami." ~Liam
"Cinta sejati tak perlu dicari. Dia bisa menemukan takdirnya sendiri." ~Lilis.
Bagaimana ceritanya jika dua kepribadian yang saling bertolak belakang ini tiba-tiba menjadi suami istri?
Penasaran? Ikuti kisahnya sekarang ....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amih_amy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Bertemu Mama
...----------------...
Lilis selesai bekerja pukul 17.00 WIB. Perempuan itu begitu bersemangat karena akan dijemput oleh suaminya. Rasa suka cita terpancar dari sorot matanya yang cerah. Senyuman di bibirnya pun tak pernah sirna.
Akan tetapi, perasaan bahagia Lilis perlahan memudar ditelan waktu. Pasalnya, sudah satu jam menunggu, tak ada tanda-tanda kedatangan suaminya itu.
"Eh, kok, kamu belum pulang?" Ryan yang kebetulan ada syuting tambahan tak sengaja berpapasan dengan Lilis. Lelaki itu hendak pulang juga.
"Masih nunggu dijemput," jawab Lilis sambil melongokkan pandangannya jauh ke depan jalan. Barangkali ada mobil Liam yang datang.
"Kenapa nggak ditelepon aja?" Ryan pun mendekati Lilis.
"Nggak diangkat."
"Jadi, dari tadi kamu nungguin suami kamu, tapi nggak ada kabar sama sekali?"
Lilis menganggukkan kepalanya sambil meremat jari. Sungguh, dia khawatir dengan keadaan sang suami.
"Aku anterin, mau?"
Lilis ragu. Dia takut suaminya akan marah lagi jika Lilis diantar oleh lelaki itu.
"Lilis mau nungguin aja sebentar lagi. Biasanya dia akan ngasih kabar kalau nggak jadi jemput," kata Lilis menolak dengan halus.
Ryan menghela napas lalu duduk di kursi kosong yang berada tak jauh dari tempat Lilis berdiri. "Kalau gitu aku temenin," kata Ryan sambil memainkan ponsel yang sedari tadi dia pegang.
Lilis tentu saja tidak bisa membiarkan Ryan bersamanya. Hal itu mungkin akan menimbulkan fitnah. Terutama jika suaminya tiba-tiba datang lalu melihat mereka berduaan. Sudah tentu akan terjadi perang besar.
"Eh, nggak boleh, atuh. Kamu 'kan tahu kalau suami Lilis itu orangnya pencemburu. Nanti kalau dia datang terus lihat kita berduaan, gimana? Pasti salah sangka." Lilis berkata di depan Ryan membuat lelaki yang sudah duduk itu sontak mendongakkan pandangan.
"Di sini sebentar lagi sepi. Para kru juga udah pada pulang. Kamu mau nunggu sendirian?"
Kedua mata Lilis mengerjap beberapa kali, lalu kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri, memang sepi. Tak pelak Lilis pun merasa ngeri, lalu beralih pada Ryan lagi.
"Ya udah atuh kalau kamu maksa. Tapi jaga jarak aman, ya. Kamu duduk di sini, Lilis duduk di sana," ujar Lilis sambil menunjuk kursi kosong lain yang biasa dipakai kru untuk beristirahat.
"Terserah." Ryan mengedikkan bahu lalu fokus dengan ponselnya lagi. Namun, pandangannya kembali beralih ketika perempuan itu pergi. Ryan menatap punggung Lilis sambil menghela napas kasar. Entah kenapa ketika bertemu dengan perempuan itu, jantungnya masih saja berdebar kencang?
Sepuluh menit kemudian, sebuah mobil pribadi berwarna hitam pun datang. Lilis langsung berdiri karena tahu itu adalah mobilnya Liam. Senyumnya pun sontak mengembang. Namun, tak bisa dipungkiri jika Lilis merasa kesal karena harus menunggu lama tanpa kabar.
Begitupun dengan Ryan. Lelaki itu juga beranjak berdiri lalu mendekati Lilis. Bukannya ingin membuat keributan, Ryan hanya ingin memberi tahu Liam jika tidak baik menyuruh istrinya menunggu lama seperti itu.
"Heh, kenapa ke sini? Udah di sana aja kamu, mah. Nanti suami Lilis marah," seru Lilis sambil mendorong tubuh Ryan yang malah mendekatinya. Walaupun rasanya percuma saja karena Liam tentu sudah melihat mereka sebelum turun dari mobilnya.
"Dia juga udah lihat, kok. Aku cuma mau bilang sesuatu sama dia," kata Ryan merasa tak melakukan salah.
"Hish, kamu mah nggak bisa dikasih tahu ...."
"Lis?"
"Iya, Ay." Perhatian Lilis tersita ketika Liam memanggilnya. Perempuan itu langsung berjalan menghampiri suaminya yang masih berdiri di dekat pintu mobil.
"Ay, dengerin Lilis dulu, ya. Ryan di sini cuma ...."
Penjelasan Lilis terpotong karena Liam langsung memeluk tubuh perempuan itu. Tubuh Lilis pun sontak kaku. Apalagi ketika mendengar helaan napas panjang yang terlontar dari hidung suaminya. Lilis merasa Liam sedang tidak baik-baik saja.
"Kamu kenapa, Ay? Ada masalah?" Lilis langsung melerai pelukan mereka lalu menangkup kedua pipi Liam agar bisa melihat wajah suaminya dengan seksama. Suaminya yang tinggi membuat Lilis harus mendongakkan kepala.
Tatapan sendu dengan air mata yang masih tersisa di sudut kelopak matanya, membuat Lilis menatap curiga. "Kamu abis nangis, ya?" tanya Lilis menduga-duga.
Liam menggelengkan kepala. Tentu saja dia gengsi untuk mengakuinya.
"Maaf aku terlambat. Ayo, pulang!" ajak Liam sambil menggiring tubuh istrinya menuju pintu mobil yang sudah dia buka. Lelaki itu bahkan tidak memperhatikan keberadaan Ryan.
"Tapi ...."
Lilis menatap Ryan yang masih berdiri di kejauhan. Niat lelaki itu untuk berbicara kepada Liam, tentu saja gagal. Hal itu membuat Lilis sedikit menyesal. Pasalnya, dia juga belum mengucapkan terima kepada Ryan karena sudah menemaninya. Sekali lagi, Ryan hanya bisa menyunggingkan senyum terpaksa ketika melihat Lilis tersenyum kepadanya sambil menganggukkan kepala.
****
Di perjalanan, Liam hanya terdiam dan fokus dengan kemudinya, sedangkan Lilis sibuk memperhatikan suaminya yang sedikit berbeda.
Banyak pertanyaan yang mengganggu pikiran perempuan itu. Seharusnya dia marah karena Liam sudah terlambat menjemput, tetapi ekspresi melihat wajah Liam yang selalu cemberut membuat Lilis sedikit takut.
Liam dan Lilis turun bersamaan ketika mobil mereka sudah sampai di garasi rumah Liam. Masih tak ada kata yang terlontar. Suasana pun jadi sedikit tegang.
Liam masuk lebih dahulu ke rumahnya, lalu disusul oleh Lilis yang kemudian menutup pintu. Namun, ketika Lilis berbalik tiba-tiba keningnya terbentur sesuatu. Ternyata ada Liam yang masih menunggu.
"Aw!" Lilis mengaduh sambil menyentuh keningnya yang beradu dengan dada bidang Liam. Perlahan pandangannya pun beralih pada wajah suaminya. Ternyata wajah itu sudah banjir air mata.
"Ay kenapa?"
Liam langsung memeluk istrinya lagi dan menumpahkan segala kesedihannya di pundak sang istri.
Bingung? Tentu saja. Lilis hanya bisa memberikan ketenangan berupa tepukan lembut di punggung suaminya. Lilis akan bertanya setelah tangis suaminya reda.
Beberapa saat kemudian, mereka sudah berada di sofa. Posisi Liam kini berbaring dengan kepala bertumpu pada paha istrinya. Lilis tidak menyangka jika suaminya itu terlampau manja.
"Kamu teh sebenarnya kenapa, sih, Ay? Udah jemput Lilis terlambat, tapi nggak ngasih kabar. Terus tiba-tiba nangis kayak gini. Padahal yang harus nangis itu, kan, Lilis karena tadi ...."
"Mama tadi datang ke kantor aku."
Ucapan Lilis terpotong ketika Liam menjelaskan kenapa dia bisa datang terlambat menjemput istrinya. Lilis tertegun, tentu saja. Dia sudah tahu tentang hubungan Liam dengan mamanya dari Kakek Hadi. Sekarang Lilis mengerti kenapa Liam menangis seperti tadi.
"Mama ... kamu mau ngapain?" tanya Lilis ragu. Dia takut jika suaminya masih sakit hati.
"Dia ngajakin aku ke rumah sakit."
Lilis menautkan kedua alisnya bersamaan sambil menatap wajah Liam yang kini menghadapnya di atas pangkuan. Kedua mata mereka pun saling tatap penuh kesedihan. Pikiran Lilis masih menerawang tentang kejadian apa yang menimpa suaminya tersebut.
...----------------...
...To be continued...
Yok, siapa yang bisa jadi cenayang? Coba tebak Liam ngapain ke rumah sakit? 😂
Mampir thor 🙋
mimpi ternyata
pengen narik rara