Bereinkarnasi Membangun Peradaban Baru

Ruang Perserikatan Wilayah Timur

Di dalam ruangan besar yang dihiasi simbol dari berbagai negeri, perwakilan dari seluruh Wilayah Timur berkumpul. Termasuk di antaranya seorang utusan dari Perserikatan Wilayah Barat.

Seorang pria tua berjubah emas dengan simbol matahari di dadanya mengetuk meja dengan ekspresi serius. Dia adalah utusan dari Kerajaan Suci, wilayah yang dikenal memiliki pengaruh besar dalam dunia politik.

"Aku tidak menyangka insiden seperti ini terjadi di wilayah sepenting ini," suaranya menggema di seluruh ruangan. "Ada yang bisa menjelaskan kejadian ini?"

Ketua Perdagangan Wilayah Timur, Perus, seorang pria bertubuh besar dengan janggut lebat, langsung menunjuk ke arah utusan Wilayah Barat. "Aku yakin ini ulah kalian! Wilayah Barat pasti mencoba menyerang pelabuhan kami dan menculik para anggota dan orang-orang kami!"

Utusan Wilayah Barat, Airen, seorang pria dengan mata tajam dan pakaian berwarna biru laut, langsung membantah. "Hentikan tuduhanmu itu! Kami tidak mungkin melakukan hal seperti itu! Kami tidak punya alasan untuk mencampuri urusan di wilayah kalian!"

"Apa?!" Perus menepuk meja dengan keras, tubuh besarnya condong ke depan. "Setelah kejadian ini, kau masih berani berbohong? Berani-beraninya kau mencoba menipu kami semua! Apa kau pikir kami ini bodoh?!"

Seketika suasana menjadi memanas. Beberapa utusan mulai saling berbisik, sebagian lagi tampak gelisah.

DUAKK!

Tiba-tiba, utusan Kerajaan Suci memukul meja dengan keras, membuat seluruh ruangan terdiam hening.

"Tuan Perus!" suaranya menggema penuh wibawa. "Anda seharusnya tidak menuduh seseorang tanpa bukti yang kuat!" Lalu, matanya beralih ke Airen. "Dan Tuan Airen, kami segenap perwakilan Wilayah Timur berharap Wilayah Barat tidak melakukan tindakan yang bisa mengganggu perdamaian kedua wilayah!"

Airen mengangguk. "Aku bersumpah atas kehormatan dari Barat, kami tidak melakukan penyerangan apa pun di wilayah ini."

Utusan Kerajaan Suci menghela napas, lalu berdiri. "Baiklah. Karena tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa Wilayah Barat terlibat, sebagai pemimpin rapat ini, aku menyatakan bahwa pertemuan kita ditutup" Sambil memukul palu. "Namun, kami akan tetap tidak akan berhenti untuk menyelidiki insiden ini. Dan jika pelaku sebenarnya ditemukan, dia akan dihukum berat sesuai dengan hukum yang berlaku!"

Dengan keputusan itu, rapat resmi ditutup. Para utusan meninggalkan ruangan satu per satu, namun Perus masih duduk di tempatnya, ekspresi wajahnya terlihat tidak merasa puas atas keputusan ini.

•••

**Kantor Perserikatan Pedagang Wilayah Timur**

Di dalam kantornya yang luas, Perus mengamuk.

"SIAL! SIAL! SIAL!" Ia melempar dokumen ke lantai, membanting kursinya hingga terjungkal.

"Perwakilan Wilayah Barat... berani-beraninya kau berbohong di depanku setelah menyerang orang-orangku dan menculik semua budakku!"

Nafasnya memburu dan pikirannya menjadi kacau.

"Lalu Daratan Suci… dengan mudahnya percaya pada omong kosong itu! Kalian semua bodoh! Kalau mereka tidak mau mempercayaiku…" Perus berhenti sejenak, matanya berkilat penuh amarah. "Akulah yang akan melakukannya sendiri!"

Namun, sebelum ia bisa melakukan apa pun.

BLAKK!

Sebuah suara berat terdengar dari belakangnya. Perus berbalik dan matanya melebar.

Seseorang dengan jubah hitam berdiri di sana.

Sebelum Perus bisa berkata apa-apa, pria berjubah itu bergerak. Sebuah pukulan menghantam tepat di dadanya membuat tubuh besarnya terlempar ke belakang hingga menghantam dinding.

DUAGH!

"SIAPA KAU?!" Perus berteriak marah. "Berani-beraninya kau menyerangku! Apa kau tidak tahu siapa aku?!"

Pria berjubah hitam itu tidak menjawab. Sebaliknya, ia melempar pisau kecil.

CRAKKK!

Pisau itu menancap dalam di kaki kanan Perus.

"AAAGGHHH!!" Perus menjerit, tangannya gemetar mencoba mencabut pisau itu dari kakinya.

Pria berjubah mulai menggeledah ruangan, membuka lemari dan laci dengan kasar. Matanya menelusuri setiap sudut ruangan seolah mencari sesuatu.

Lalu, ia berhenti.

Sebuah tumpukan kertas di tangannya.

Ia membaca sekilas, lalu tersenyum kecil. "Aku menemukannya."

Perus terhuyung, wajahnya pucat. "Itu… daftar budak… Apa yang ingin kau lakukan dengan itu?"

Pria berjubah hitam tidak menjawab.

WUSS!!

Tanpa ragu, ia membakar kertas itu di depan mata Perus.

Perus hanya bisa menatap dengan ngeri saat lembaran-lembaran itu berubah menjadi abu.

Pria berjubah mendekatinya, lalu berbisik tepat di telinganya.

"Karena kau orang penting, kali ini aku akan mengampuni nyawamu…"

Ia melepas topengnya, memperlihatkan wajahnya yang tajam dan dingin.

"Ingat wajahku baik-baik, Perus. Karena jika kita bertemu lagi di masa depan…"

Sorot matanya tajam bagaikan pedang.

"…Aku akan menghabisimu."

Perus terkejut.

"Kau… Kau mantan Jenderal suci yang dikutuk iblis… Henry III"

Perus tertawa getir. "Seorang penghianat dan hina sepertimu ingin membunuhku? Jika Gereja tahu kau masih hidup, mereka akan memburumu dan mengirimmu ke neraka!"

Lumin tersenyum tipis. "Aku sangat menantikan itu."

Tanpa terburu-buru, ia melangkah keluar.

Perus ingin berteriak, tetapi suaranya tercekat saat melihat pemandangan di luar kantornya.

Semua penjaga telah dibantai habis.

Dan hanya Lumin seorang diri yang melakukannya.

•••

Sudah sebulan kami berlayar tanpa tanda-tanda akan segera tiba di tempat tujuan. Persediaan makanan semakin menipis memaksa kami menepi setiap malam untuk berburu dan mengumpulkan bahan makanan di hutan. Ini jauh lebih melelahkan dari yang kuduga.

Aku dan Zephyr akhirnya mengambil alih dapur kapal. Sementara yang lain pergi mencari bahan makanan dan memastikan kondisi sekitar aman sementara kami berdua sibuk memasak.

Aku juga meminta sistem untuk memberikan kemampuan koki dan bagiku ini sangat membantu.

Ini pertama kalinya aku memasak dalam jumlah besar. Tanganku bekerja tanpa henti, mencacah, merebus, dan menggoreng. Wangi masakan tercium ke semua orang.

Saat akhirnya makanan siap, para mantan budak dan awak kapal memakannya dengan lahap. Melihat mereka menikmati makanan dengan senyum di wajah mereka, aku langsung teringat dimana aku berhasil membebaskan wargaku dari sandera di negeri lain.

Malam itu, saat semua orang sudah naik ke kapal untuk tidur, aku memilih duduk sendirian di atas batang pohon yang roboh sambil menatap langit berbintang.

Dunia ini sungguh aneh. Aku pernah membaca salah satu fiksi yang yang menceritakan sifat orc di dunia kehidupan sebelumnya. Biasanya mereka digambarkan sebagai makhluk barbar yang hanya tahu bertarung dan merusak. Tapi di sini, mereka justru menjadi korban perburuan manusia. Zephyr memberitahuku bahwa jika orc tertangkap, biasanya mereka akan dijadikan pekerja kasar di tambang atau dijual sebagai budak pekerja.

Namun kelompok yang menyelamatkan kami terlihat berbeda. Mereka tidak hanya menyelamatkan manusia, tapi juga ras lain yang tertindas. Aku merasa mereka melihat kami di setiap ras tidak memiliki perbedaan sama sekali dengan kata lain kami ini setara.

Mereka tidak melihat perbedaan sebagai sesuatu yang harus dihilangkan, melainkan sesuatu yang harus diterima dengan tulus. Dunia ini masih memiliki orang-orang seperti mereka, yang memiliki jiwa kemanusiaan dan humanis.