Dikehidupan sebelumnya, Lin Feng merupakan seorang Dewa Obat. Mengalami kematian, dibunuh istrinya yang berselingkuh darinya. Siapa sangka, jiwanya melintasi waktu ke masa depan. Masuk ke dalam pria tidak berguna yang mati karena kecelakaan.
Identitas saat ini, masih menyandang nama yang sama. Lin Feng merupakan seorang suami pengangguran dan tidak berguna. Seorang suami dan ayah yang tidak berguna dalam keluarga. Bahkan ia tinggal sendirian di apartemen dengan mengandalkan istrinya yang bekerja keras untuk seluruh keluarganya.
Alysa Lien merupakan wanita cantik dan seksi. Sejak remaja dipaksa menjalankan perusahaan keluarga. Sedangkan keluarga lainnya hanya berfoya-foya. Ia juga menyembunyikan pernikahan serta anaknya dari publik. Bahkan keluarganya tidak tahu dirinya sudah menikah.
Hidup di tubuh orang lain, Lin Feng bangkit dan mengubah hidupnya yang baru. Dengan identitasnya saat ini, merubah hidupnya menjadi lebih baik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wanto Trisno 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ego Dua Wanita Dewasa
Janji-janji hanyalah sekedar janji. Janji yang tak bisa ditepati, hanyalah janji seorang yang mudah mengatakan janji-janji. Semalam Lin Yu'er hanya bersama dengan Alysa. Sungguh gadis yang lugu dan polos. Bahkan janji papanya tidak bisa ditepati.
Bukan hanya Lin Yu'er yang kecewa. Namun juga Alysa yang merasa ditinggalkan akibat kesalahannya. Harusnya ia biarkan Lin Feng mengambil keuntungan atas dirinya saja. Itu akan membuat pria itu menemani putri kecil mereka.
"Papa di mana, Ma? Mama bohong pada Yu'er. Katanya papa akan pulang kalau Yu'er mau tidur. Huhuhu, mama jahat, mama menipu Yu'er, huwaa!"
Tangis Lin Yu'er pecah karena tidak melihat Lin Feng di kamarnya. Semalam ia juga ditipu oleh mamanya. Bahwa papanya akan segera pulang asalkan dia tidur. Namun sampai pagi hari, Lin Feng tidak berada di kamar itu.
Alysa bingung bagaimana harus menghadapi putrinya. Ia khawatir pada akhirnya Lin Feng juga akan meninggalkan Lin Yu'er. Karena tidak mungkin ia mengurusnya seorang diri lagi. Setelah bertemu dengan Lin Feng, Lin Yu'er terlihat sangat bahagia. Selama ini, hanya ingin melihat putrinya senang. Namun kebahagiaan itu hancur setelah kesalahan mamanya sendiri.
"Sayang. Papamu tadi sudah pulang tapi sedang ada urusan mendadak. Semalam kan papamu juga memeluk Yu'er. Apa kamu tidak merasakan dipeluk oleh papa?"
Terpaksa Alysa harus membohongi putrinya. Ia tidak ingin membuatnya terluka lebih dalam. Ia juga akan berusaha mencari Lin Feng nanti. Ia yakin dia berada di apartemennya. Atau bisa membawanya ke apartemen sekaligus meluruskan masalah mereka.
"Bohong! Papa tidak pulang. Pasti papa sama mama berantem. Jadi papa nggak pulang ke rumah, huwaa. Huhuhu, papa kenapa kamu pergi, huuu ...."
'Harus bagaimana lagi? Aku tidak bisa seperti ini terus. Bagaimana mungkin aku memberitahu Lin Feng? Dia bahkan tidak punya handphone. Tidak dapat dihubungi.'
Alysa juga tidak membelikan Lin Feng handphone. Atau tidak tahu, apakah pria itu memilikinya atau tidak. Yang pasti ia tidak pernah melihat Lin Feng membawa handphone. Jadi tidak tahu harus menghubungi bagaimana.
Lin Yu'er yang tidak tahu apapun, tidak hanya tidak tahu. Ia juga baru sehari bertemu dan hanya seorang anak berusia empat tahun.
"Yu'er! Nurut apa kata mama! Jangan bikin masalah lagi!" bentak Alysa. Sebenarnya ia tidak tega harus membentak putrinya. Namun karena tidak bisa menahan emosinya, ia melakukan itu.
Bukan pertama kali Alysa membentak Lin Yu'er hanya karena ingin bertemu dengan papanya. Dulu tidak pernah bertemu dengan Lin Feng dan saat ingin bertemu, terkadang hanya dibentak. Saat sudah bertemu, bahkan tidak dapat terus bersama. Itu membuat perasaan seorang anak empat tahun itu sangat sedih dan kecewa.
Bukan hanya pernah membentak. Lin Yu'er juga kerap kali disebut sebagai anak nakal. Sehingga membuat papanya tidak mau bertemu. Itulah yang mengakibatkan Lin Yu'er merasa dirinya memang anak nakal. Meski tidak tahu apa yang diperbuat olehnya. Yang diinginkan hanyalah bisa bersama papanya.
Karena tidak bisa bertemu dengan Lin Feng, Lin Yu'er pun menangis tiada henti. Kalau seperti itu terus, malah akan menimbulkan sifat memberontak. Alysa tidak ingin sifat memberontak itu muncul pada diri Lin Yu'er. Sehingga ia harus memikirkan cara agar dapat mempertemukan mereka.
Niat ingin mempertemukan Lin Feng dan Lin Yu'er terhenti ketika ia mendapatkan banyak panggilan dan pesan dari sekertaris di kantor. Yang menyatakan bahwa keadaan perusahaan sedang kacau. Banyak tuntutan diarahkan padanya karena perusahaan menderita kerugian besar. Bahkan banyak karyawan yang melakukan demo agar Alysa mundur dari jabatannya.
"Hari ini mama sibuk di kantor. Mama akan menyuruh bibi Hanna untuk mempertemukan kamu dengan papamu. Maafkan mama karena mama yang jahat. Kamu anak yang baik. Maafkan mama, oke?"
"Huhu ... iya. Mama tidak ikut?" Tiba-tiba Lin Yu'er berhenti menangis. Mengusap air matanya namun masih belum puas dengan jawaban Alysa.
"Mama sibuk, Yu'er. Kamu yang baik sama papamu nanti, yah. Bilang saja mama kangen sama papa. Kamu kangen juga sama papa, kan? Nanti malam ajak papamu pulang ke sini. Jadi bisa tidur bertiga, Yu'er, mama dan papa."
Lin Yu'er hanya mengangguk setuju. Juga karena tidak ingin membuat repot lagi. Mamanya punya pekerjaan dan ia sudah terbiasa ditinggal pergi. Bahkan bisa berhari-hari tanpa melihat mama. Hanya bisa bermain dengan Hanna yang tidak disukai.
Lin Yu'er dibawa ke luar kamar. Alysa sudah berganti pakaian kerja. Setelah makan kedua pil yang diberikan Lin Feng, wajahnya sudah terlihat berseri dan lebih kencang. Pikirannya juga lebih jernih meski masih banyak pikiran yang membuatnya resah.
Mereka turun dari tangga dan mendapati Hanna yang sedang membereskan meja makan. Tengah menyiapkan makanan yang dimasak sebelumnya. Bangun pagi-pagi hanya demi meningkatkan reputasinya kembali.
Sikap Hanna yang ditampar Alysa semalam, tampak berbeda. Ia menjalankan pekerjaan rumah dengan kesungguhan hati. Rasa kepercayaan sang majikan terhadap dirinya telah menurun. Sehingga hanya bisa memperbaiki keadaan dengan bekerja lebih giat. Ia tidak ingin mengecewakan majikan karena sikapnya selama ini.
Meski tidak bisa menerima Lin Feng saat bersama Alysa, di hatinya hanya ingin majikannya itu hidup dengan bahagia. Segala tindakan yang dilakukan, semata-mata hanya ingin melihat Alysa hidup dengan bahagia. Tidak menyangka, karena perkataannya semalam, membuatnya dimarahi dan mendapat tamparan keras.
Pipi Hanna masih sakit pagi ini dan masih terlihat bekas tamparan. Sedangkan tangan Alysa juga masih terasa sakit setelah menampar Hanna. Kedua wanita itu tidak mengucapkan sepatah katapun setelah bertemu.
Keduanya menyimpan rasa bersalah masing-masing. Meski begitu, ego keduanya masih tetap tinggal di hati. Alysa yang tidak terima Lin Feng direndahkan oleh Hanna. Sementara Hanna yang tidak mau majikannya menjalin hubungan dengan Lin Feng.
Alysa menyuapi Lin Yu'er makan. Ia tidak mengucap sepatah katapun saat makan. Bahkan tidak menyuruh Hanna duduk bersama seperti biasanya. Setelah selesai makan, barulah Alysa membuka mulutnya.
"Hari ini aku sibuk di kantor. Kalau masih mau bekerja di sini, ajak Yu'er ke apartemen Lin Feng. Aku tidak peduli apa yang kamu pikirkan tentang suamiku. Aku hanya hanya minta maaf karena telah menamparmu semalam. Tapi aku masih tidak terima kamu menghina ayah dari anakku. Itu saja. Kamu masih boleh bekerja di sini."
Sikap tegas Alysa membuat Hanna menunduk. Sedari tadi ia tidak berani berinisiatif duduk satu meja dengan majikannya. Sementara Lin Yu'er juga bingung dengan sikap kedua wanita dewasa itu. Ia masih sedih dan ingin bertemu dengan papanya. Tapi melihat pemandangan pagi ini. Sebuah pemandangan suram antara dua wanita yang biasanya saling peduli.
'Hanya karena pria tidak berguna itu, nona jadi memarahiku. Lihat saja nanti. Aku pasti membuat nona muda membenci orang tak berguna itu.' Hanna masih menyimpan dendam terhadap Hanna. Ia tidak serta merta memenuhi janjinya. Meski mendapat perintah dari Alysa sekalipun.
***
Dengan sifat mc yang tak menunjukkan jiwa yg penah hidup dipuncak tapi banyak plot remehan jalan cerita yg mengarah mc seorang yg fobia lebih memikirkan ketakutan itu ini. Padahal kekuatan itu semua jawapannya
makin gabjelas kalimat nya