Rasa bersalah karena sang adik membuat seorang pria kehilangan penglihatan, Airi rela menikahi pria buta tersebut dan menjadi mata untuknya. Menjalani hari yang tidak mudah karena pernikahan tersebut tak didasari oleh cinta.
Jangan pernah berharap aku akan memperlakukanmu seperti istri, karena bagiku, kau hanya mata pengganti disaat aku buta - White.
Andai saja bisa, aku rela memberikan mataku untukmu - Airi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25
Bunyi alarm membangunkan Airi dari tidur nyenyaknya. Dia menggeliat pelan, merasakan seluruh tubuhnya terasa remuk. Bibirnya menyunggingkan senyum melihat wajah damai sang suami yang masih terlelap. Disingkirkannya pelan lengan White dari atas perutnya. Dia ingin segera mematikan alarm agar tak mengganggu tidur White.
Baru saja dia hendak bangun, lengan White kembali mengunci pinggangnya. "Mau kemana?" tanya pria itu dengan suara serak khas bangun tidur. Matanya masih terpejam, mungkin karena masih sangat ngantuk.
"Udah pagi Bang, aku mau bangun terus masak buat kita."
"Gak usah," White mengeratkan pelukannya, menarik kepala Airi dan membenamkan kedadanya. "Emang gak capek, gak ngantuk juga? Perasaan kita masih baru banget tidurnya."
Sebenarnya memang masih ngantuk dan capek sih. "Udah tidur lagi aja, urusan makanan, nanti bisa delivery order."
"Ya udah, tapi aku matiin alarm sama ke toilet bentar." White mengangguk lalu melepaskan pelukannya. Airi menyingkap selimut yang menutupi tubuh polos keduanya lalu turun dari ranjang. "Awww...." Dia meringis saat miliknya terasa sangat sakit.
"Kenapa Ai, ada yang sakit?"
"Emm.." Airi terlalu malu untuk bilang jika bagian intinya yang sakit. "Cuma sakit dikit kok Bang," sahut Airi sambil pelan-pelan turun dari ranjang. Meski tak menyebut dengan gamblang, White paham apa yang sakit.
"Kalau saja aku bisa melihat, aku pasti akan menggendongmu ke kamar mandi." Airi tersipu malu mendengar itu. Ternyata romantis juga suaminya. Tak apa saat ini tak bisa menggendong, yang penting sudah ada niatan, dan itu sudah membuat Airi senang.
"Kalau begitu, Abang hutang gendong sama Ai. Nanti saat Abang udah bisa ngelihat, Abang harus gendong Ai ke kamar mandi."
"Semoga saja setelah ini, tak makin banyak hutangku padamu," White tergelak setelah mengatakan itu, begitupun dengan Airi yang ikutan tertawa.
Setelah mematikan alarm dan ke kamar mandi sebentar, Airi kembali naik keatas ranjang lalu masuk kedalam selimut yang membungkus tubuh White.
"Masih sakit?" tanya White sambil kembali mendekap tubuh Airi. Diciuminya leher dan dada yang aromanya membuat dia candu.
"Sedikit."
"Itu artinya, boleh dong, Abang minta lagi." Belum juga Airi menjawab iya, White sudah lebih dulu menikmati dada Airi yang ukurannya benar-benar membuatnya gagal move on. Kalau saja dia bisa melihat, dia sangat yakin, jika dua gundukan yang saat ini dia nikmati, pastilah sangat indah.
Airi hanya bisa pasrah ketika pagi harinya disambut dengan berkeringat bersama. Selesai menuntaskan hasrat, keduanya kembali tertidur pulas dibawah selimut yang sama.
Ting tong ting tong
Suara bel membangunkan Airi dan juga White. Keduanya menggeliat pelan sambil mengumpulkan nyawa.
"Siapa yang datang Ai?"
"Gak tahu Bang. Ai cek dulu." Pelan pelan, Airi menyingkap selimut lalu turun dari ranjang.
"Jangan lupa pakai baju dulu." Airi langsung tergelak, dikiranya dia anak balita, yang percaya diri keluar rumah tanpa pakai baju.
"Iya Abang," Airi terkekeh pelan sambil memunguti bajunya yang berserakan lalu memakai kembali. Ke kamar mandi untuk cuci muka sebentar sambil merapikan rambut. Setelah itu baru dia keluar untuk membuka pintu.
Airi syok melihat siapa yang datang. Ternyata kedua mertuanya, Mama Nuri dan Papa Sabda. Tak pelak Airi langsung gugup, ini sudah jam 10 lebih, tapi dia baru bangun. Mantu macam apa dia. Segera dia mencium tangan kedua mertuanya bergantian.
"Tumben lama bukanya? Mama pikir kamu dan White lagi keluar," ujar Mama Nuri.
"Ai tadi di kamar mandi Mah," bohong Airi. Terlalu malu jika bilang kalau tadi masih tidur.
"Siapa yang datang Ai?" teriak White dari dalam kamar. Dia turun pelan pelan dari ranjang dan hendak ke kamar mandi.
"Mama sayang," sahut Mama Nuri. "Kamu masih dikamar White?" Mama Nuri berjalan menuju pintu kamar White yang memang dekat dengan ruang tamu.
"Ja_" belum sempat Airi melanjutkan kata-katanya, Mama Nuri sudah lebih dulu membuka pintu.
"Astaga!" Buru-buru dia menutup pintu kembali saat matanya tak sengaja melihat tubuh polos White yang hendak ke kamar mandi. Untung putranya itu langsung membalikkan badan saat mendengar pintu dibuka.
Wajah Mama Nuri seketika memerah, tentu saja dia malu, terutama pada Airi. Sejak White buta, dia memang suka main masuk kekamar anaknya. Sebelumnya, belum pernah ada kejadian seperti ini. Palingan kalau dikamar, White sedang main hp, gitar atau malah tidur.
"Kamu itu kalau mau buka pintu ketuk dulu. Lagian White itu udah dewasa, udah nikah, dia punya privasi, jangan asal buka kamarnya," Papa Sabda mengomel sambil geleng-geleng.
"Aku kan gak tahu Pah." Saat mata Mama Nuri bersitatap dengan Airi, keduanya sama-sama menunduk malu.
"Mama sama Papa duduk aja dulu, Airi bikinin minum."
"Gak usah, nanti biar mama bikin sendiri kalau haus." Airi langsung mengangguk.
"Kalau gitu, Ai tinggal ke kamar bentar ya Mah. Sepertinya Abang mau mandi, Ai belum siapin pakaiannya."
"Ya udah, kamu urusin White dulu," sahut Papa Sabda.
Airi kembali masuk kedalam kamar, meninggalkan kedua mertuanya yang duduk disofa ruang tengah. Mendengar suara gemericik air, Airi langsung masuk kedalam kamar mandi. Benar saja, White ada didalam dan bersiap untuk mandi.
Airi menelan ludah melihat tubuh polos White. Meski semalam dan tadi pagi udah lihat sekaligus menyentuh. Tapi tubuh kekar yang basah itu terlihat sangat menggoda. Ditampah lagi rambut basah White, membuat aura ketampanannya kita berlipat ganda.
"Ai, itu kamu?" tanya White sambil mematikan shower.
"Iya Bang." White seketika merasa lega. Kalau biasanya, tanpa bertanya, dia yakin itu Airi. Tapi setelah kejadian tadi, dia takut jika lagi-lagi, Mamanya yang membuka pintu.
"Tapi Mama liat aku ya Ai?"
"Enggak kok, tadi aku yang buka pintu," Airi tak mau White malu. Dia menyiapkan sigat gigi yang sudah diberi odol lalu meletakkan ditempat biasanya. Begitupun dengan sabun dan shampo.
"Gak usah bohong, aku denger mama teriak tadi."
"Mama gak sengaja nginjek kecoak. Buruan Abang mandinya, terus gantian, aku juga mau mandi."
"Kenapa gak bareng aja? Toh aku gak bisa lihat, buat apa malu."
"Enggak kita gantian aja."
"Ai," White merentangkan tangannya untuk menggapai tubuh Airi. Begitu dia mendapatkan lengannya, segera dia tarik mendekat lalu menyalakan shower.
"Aaa...." Pekik Airi yang kaget karena tubuhnya terguyur air. "Abang! jadi basahkan," teriak wanita itu. White tertawa cekikian, senang karena usahanya untuk mengajak Airi mandi bareng kesampaian.
Diluar kamar, Mama Nuri dan Papa Sabda saling tatap mendengar teriakan Airi barusan.
"Sepertinya kita datang diwaktu yang tidak tepat, Mah."
semangat terus kk
ada haidar anak rania
lovely anak saga
ryu anak meo
anak asep jg nongol bentar/Good/