Ilana Larasati, seorang agen biro jodoh yang periang dan penuh semangat terpaksa menikahi Virsanta Mochtar, klien VVVVIP-nya sendiri yang menjadi buta karena sebuah kecelakaan yang disebabkan ayah Lana.
Virsa yang awalnya menikahi Lana karena ingin balas dendam, justru menjadi semakin bergantung dan mencintai Lana. Namun kondisinya yang buta membuat Virsa kesulitan membahagiakan Lana seperti kebanyakan pria pada umumnya.
Lalu, akankah Virsa dengan keterbatasannya mampu mempertahankan Lana disisinya? Dan bagaimana keduanya menjalani romansa pernikahan di tengah perbedaan yang begitu besar juga ujian dan godaan yang datang silih berganti?
Disclaimer :
Novel ini murni fiksi belaka, tidak bermaksud menyinggung pihak manapun.
Jangan lupa tinggalin like, komen, subscribe, gift dan vote kalian ya dears! coz support kalian sangat bermanfaat bagi kesehatan jiwa otor 😘
Happy reading all..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jovinka_ceva, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sehari Tanpamu
Malam itu, Virsa tiba di kantornya di New York. Ia menemui jajaran management yang cukup kaget melihat kedatangannya bersama Rizal secara tiba-tiba.
“Kapan anda datang, Tuan?”
“Tidak penting kapan saya datang. Segera persiapkan meeting darurat! Dalam tiga puluh menit!” seperti itulah gaya kepemimpinan Virsa ketika sedang marah.
Dan para manajer yang mayoritas masih muda-muda itu kalang kabut menyebar berita panggilan rapat kepada rekan-rekannya yang lain.
Dan dalam tiga puluh menit, semua sudah berkumpul meskipun dalam keadaan acak-acakan, ada yang dalam keadaan mabuk, baru bangun tidur, bahkan baru datang dari kota lain dengan motor. Rizal menjelaskan semuanya secara detail tanpa terkecuali.
“George, kapan kau akan berhenti minum-minum?” tanya Virsa seakan ia melihat kekacauan penampilan George dengan jelas.
“Dan Bryan, jangan terlalu sering bermotor kalau kau tidak ingin berakhir lebih parah dariku.”
[Bagaimana dia tahu? Bukannya Mark bilang dia buta]
[Apa mungkin Mark berhong?]
[****! Seharusnya kita tidak mempercayai Mark sejak awal!]
Para manajer muda itu mulai saling bergunjing dan berbisik-bisik.
“Aku sudah mendengar semua kekecauan yang kalian dan Mark lakukan. Sekarang Mark sedang terlibat dengan masalah yang lebih besar di Indonesia, jadi aku berfikir untuk menarik mundur investasiku di proyek ini dan mengalihkannya ke Indonesia.”
“Tidak Tuan, Jangan! Bagaimana mungkin Anda bisa berfikir seperti itu?” ujar George.
“Aku membangun bisnis ini hanya atas dasar kepercayaan yang sangat besar kepada kalian. Tapi apa yang kalian berikan? Pengkhianatan?”
“Maaf, Tuan. Sepertinya ada salah paham.” imbuh Bryan.
“Bagaimana jika itu bukan salah paham? Bagaimana jika aku benar-benar buta? Apa kalian masih akan bertahan dan menyelesaikan proyek ini?”
“Apa?”
Mereka kembali bergunjing satu sama lain.
“Hanya itu yang ingin saya sampaikan dalam pertemuan malam ini. saya akan mulai mengurus perpindahannya mulai hari senin. Jadi silakan kalian urus sisanya!”
Virsa dibantu Rizal berjalan meninggalkan ruang rapat.
****************
Setelah kembali ke dalam mobil, Virsa berusaha menghubungi dr. Frank, tapi tidak juga berhasil. Ponselnya sedang tidak aktif. Jadi Virsa memutuskan untuk mencarinya karena khawatir tidak bisa bertemu besok. Firasatnya buruk soal itu. selain itu ia ingin buru-buru kembali ke Indonesia karena khawatir dengan keadaan istrinya.
Rizal memarkir mobilnya di depan rumah dr. Frank tapi istrinya mengatakan bahwa suaminya pergi ke luar kota dan baru kembali besok siang. Jadi Virsa hanya bisa meninggalkan pesan melalui Melissa Robbin, istri Frank Robbin, bahwa ia sudah ada di New York dan akan menemuinya besok siang sesuai kesepakatan.
****************
Sementara itu di Indonesia, Lana bangun pagi-pagi karena ingin berolahraga sebentar sebelum belajar untuk persiapan ujian di toko Edwin. Sudah menjadi semacam ritual bagi Lana untuk belajar bersama Edwin setiap kali ujian. Lana meyakini bahwa teman cerdasnya itu membawa banyak keberuntungan baginya, terutama dalam hal belajar dan ujian.
Ketika keluar dari kamarnya, Lana berpapasan dengan Bella yang baru saja pulang. Akhir-akhir ini, sejak Deni Mochtar dirawat di rumah sakit, ia sering melihat Bella pulang dini hari dalam keadaan mabuk. Begitu juga pagi itu, Bella lagi-lagi pulang dalam keadaan teler dan tak seorang pun di rumah itu yang melihat kedatangannya selain Lana.
Wanita berusia tiga puluh lima tahun itu sempoyongan dan jatuh terhuyun di lantai sambil merancau. Lana berusaha membantunya agar tidak membuat keributan di pagi buta tapi bukannya berterima kasih, Bella malah marah-marah dan mendorong Bella.
“Siapa lo berani nyentuh gue?! Najis gue disentuh sama pelayan rendahan kaya elo.”
“Hah?!” Lana geram disebut sebagai pelayan rendahan, tapi ia sadar sedang berhadapan dengan orang teler. Jadi ia mengabaikan ocehan Bella dan tetap membantunya berdiri untuk dibawa ke kamar.
“Lu budeg ya?! Gue bilang ngga mau disentuh sama elo, Lenong!”
Bella menepis tangan Lana dan berusaha tetap berdiri tegak meski masih sempoyongan. “Lo tuh ngga cuman miskin dan ngga punya harga diri, tapi juga ngga punya otak. Lo ngebiarin ibu lo menderita demi bisa hidup enak-enakan disini. lo udah ngerasa jadi cinderella hanya karena si bodoh Virsa itu mau nikahin elo? Hahaha..” tawa Bella lantang
“Denger cewek murahan, lo tuh cuman satu dari seribu cewek mainan Virsa, jadi ngga usah sok jadi ratu. Karena lo juga ngga lebih dari cewek korban pria seratus juta. Begitu Virsa bisa ngelihat lagi, lo bakal langsung dibuang gitu aja, karena terlalu biasa dan membosankan. Sama seperti Samanta, Tasya dan lainnya.”imbuh Bella.
Bella kembali oleng dan Lana kembali menahannya, tapi Bella makin marah dan mendorong tubuh Lana ke samping dengan kuat. Karena tidak siap mendapat serangan mendadak dari Bella, tubuh Lana hilang keseimbangan dan jatuh menimpa meja. Tangan Lana terkilir karena berusaha menjadikannya tumpuan tapi posisinya kurang pas. Kepala Lana juga tergores dan berdarah karena terkena pinggiran meja.
Mendengar suara gaduh, Tiwi, salah satu asisten rumah tangga mereka bergegas datang menghampiri sumber suara.
“Non Lana?” Tiwi menghampiri Lana yang sedang meringis kesakitan. “Non Lana ngga papa?”
Lana menggeleng dan Tiwi langsung membawanya masuk ke dalam kamar. Tiwi membersihkan darah di dahi Lana lalu menyematkan perban di atas lukanya.
“Masih sakit tangannya, Non?”
Lana mengangguk, “Sepertinya terkilir.”
“Mau saya olesin salep anti nyeri?”
Lana kembali mengangguk.
Dan karena insiden itu, Lana membatalkan niatnya berolah raga dan memilih untuk kembali rebahan.
Brak. Pintu kamar Lana dibuka tanpa diketuk lebih dulu.
“Mama?!”
“Kamu pikir kamu siapa bisa enak-enakan rebahan di sini jam segini?”
“Ada apa lagi sih, Ma?”
“Alida dan Nuri lagi cuti hari ini. jadi buruan bangun dan gantiin tugas mereka nyiapin sarapan dan nguras kolam renang sebelum Papa pulang!”
“Hah? Papa udah boleh pulang, Ma? Tapi kenapa harus Lana, Ma?”
“Kamu lupa? Tugas kamu di rumah ini adalah ngasuh tuan buta kamu. Tapi karena sekarang tuan kamu lagi ngga ada, jadi kamu harus ngerjain semua pekerjaan rumah yang terbengkalai. Itu gunanya kami bayarin kuliah dan hidup ibu kamu. Ngerti?!”
Lana menghempaskan nafas kasar, lalu buru-buru bangkit dari ranjangnya menuju dapur untuk membantu juru masak menyiapkan sarapan.
“Hah? Lima belas menu buat sarapan?” tanya Lana tak percaya.
“Ini sudah berkurang karena Tuan Virsa dan Tuan besar tidak ada di rumah.” Jelas Aldi, si koki andalah keluarga Mochtar.
Lana terpaksa menggantikan tugas Alida membantu Aldi memasak lima belas menu sarapan belum termasuk dessert dan snack pagi Nona Bella yang terhormat.
“Fiuh,,,,” keluh Lana.
Setelah sarapan beres, Lana mulai membersihkan kolam empat kali delapan meter dengan kedalaman dua meter lebih.
“Bakal butuh seharian nih kalau gue nguras ni kolam sendirian.” Gumam Lana lesu
“Ngapain lo disini?!” tanya Jerry tiba-tiba.
Lana yang sedari tadi duduk melamun di pinggir kolam langsung jatuh tercebur ke kolam karena kaget.
Jerry jadi semakin heran dengan kelakuan bocah yang satu itu. ditanya lagi ngapain malah lompat ke kolam.
“Ngagetin aja sih lo,Kak!” teriak Lana dari permukaan kolam.
“Oh, lo kaget? Kirain mau mandi.” Jerry kembali ke dalam rumah begitu saja.
“Woi! Tolongin gue, anjay!” umpat Lana berharap tak di dengar siapapun.
“Loh, Non Lana lagi berenang?” tanya Iyan, tukang kebuh keluarga Mochtar.
“Kecebur, Pak Iyan.” Lana berenang menepi lalu naik dari kolam.
“Kok bisa kecebur?”
“Udah, sekarang Pak Iyan kasih tahu saya gimana cara nguras kolam segede ini?”
“Hah? Non mau nguras kolam?”
“Lah, iya, Pak.”
“Ngapain, biar saya aja. Non ganti baju aja. Biar saya yang urusin kolamnya.”
“Beneran? Makasih ya Pak.”
“Sama-sama Non.”
Dan berkat Iyan, Lana berhasil pergi mengendap-endap keluar rumah menuju Toko Edwin saat Virsa melakukan panggilan vidio bersama Christine dan Maria.
*****************************************
𝚜𝚎𝚖𝚊𝚗𝚐𝚊𝚝 𝚕𝚊𝚗𝚊