NovelToon NovelToon
PORTAL AJAIB DI MESIN CUCIKU

PORTAL AJAIB DI MESIN CUCIKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Ruang Ajaib / Cinta Beda Dunia / Cinta pada Pandangan Pertama / Time Travel
Popularitas:448
Nilai: 5
Nama Author: Black _Pen2024

#ruang ajaib

Cinta antara dunia tidak terpisahkan.

Ketika Xiao Kim tersedot melalui mesin cucinya ke era Dinasti kuno, ia bertemu dengan Jenderal Xian yang terluka, 'Dewa Perang' yang kejam.

Dengan berbekal sebotol antibiotik dan cermin yang menunjukkan masa depan, yang tidak sengaja dia bawa ditangannya saat itu, gadis laundry ini menjadi mata rahasia sang jenderal.

Namun, intrik di istana jauh lebih mematikan daripada medan perang. Mampukah seorang gadis dari masa depan melawan ambisi permaisuri dan bangsawan untuk mengamankan kekasihnya dan seluruh kekaisaran, sebelum Mesin Cuci Ajaib itu menariknya kembali untuk selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1 Hari Yang biasa, Kecelakaan yang luar biasa.

Suara dengungan mekanis dari lima belas unit mesin cuci industri saling bersahutan, menghasilkan vibrasi repetitif yang mampu mengoyak konsentrasi. Bau pekat klorin, sabun cair berpekat, dan kelembapan tak terhindarkan senantiasa melekat pada hidung. Xiao Kim berdiri di tengah kubus baja ini, memandang pantulan dirinya di cermin saku kecil yang usang; refleksi dari mata seorang wanita muda yang didera kebosanan akut.

"Bagaimana mungkin aku dapat menamai diriku manusia di Abad ke-21 jika seluruh kehidupanku berpusat pada perputaran air sabun serta kain?" ia bertanya pada pantulannya sendiri dengan intonasi rendah. "Ini bukanlah eksistensi. Ini hanyalah rutinitas yang membosankan. Tuan Boss sungguh terlampau hemat terhadap gaji saya."

Xiao Kim menelungkupkan cermin kecil itu, mengembalikannya ke dalam saku celana kerjanya yang longgar. Sudah hampir tiga tahun sejak dia bekerja di unit jasa laundry swasta terbesar di distrik tersebut, dan gairahnya telah luntur bersama pewarna pakaian yang dikerjakannya setiap hari.

"Mengapa, bahkan jika terdapat sebuah portal menuju dimensi lain, niscaya itu akan terwujud melalui lubang mesin cuci yang tersumbat, atau katup saluran yang bocor," ia melanjutkan monolognya sambil menarik tumpukan sprei super tebal dari unit M19, mesin cuci buatan Eropa yang paling sering bermasalah.

Gerakan tangannya terhenti. Ia tiba-tiba merasakan sensasi tidak nyaman yang familiar: mesin M19 mengeluarkan bunyi yang jauh lebih kasar dari biasanya. Bukan bunyi gesekan katup normal, melainkan dengungan resonansi frekuensi rendah yang menyebabkan lantai semen dingin di bawah sepatunya bergetar secara aneh.

"Aku katakan, Tuan M19," kata Xiao Kim, menggedor casing mesin dengan tinjunya, "engkau wajib berhenti. Apabila engkau mulai bertingkah laku yang abnormal sebelum masa sewa berakhir, sungguh aku yang akan disalahkan. Aku telah memberikan seluruh upaya untuk perawatanmu."

Namun, dengungan tersebut tidak reda. Sebaliknya, vibrasinya meningkat drastis. Tiba-tiba, kaca bundar pintu M19 mengeluarkan kilauan aneh. Mula-mula berwarna hijau, kemudian segera berubah menjadi cahaya biru elektrik yang intens, merembes keluar melalui segel karet yang membatasinya.

"Apa-apaan itu?" bisik Xiao Kim, suaranya naik dua oktaf, meninggalkan nada bicaranya yang selama ini terlalu formal, berganti dengan keterkejutan yang tulus. "Apakah Tuan Boss memasukkan beberapa jenis bahan kimia nuklir pada kali ini? Tidak, itu adalah cucian dari rumah sakit. Ini mustahil terjadi."

Melalui cahaya biru itu, ia bisa melihat tumpukan pakaian, yang sebelumnya merupakan kaus oblong biasa, kini seolah tersuspensi, bukan di dalam air, tetapi di dalam pusaran zat energi kental berwarna safir yang berputar tak beraturan.

"Jikalau engkau membiarkan air tumpah sekarang," kata Xiao Kim, setengah mengancam, setengah ketakutan, "maka tagihan air kita pada bulan ini akan membuat jantungku pecah. Haruskah saya memanggil Boss? Tidak. Boss pasti akan menyalahkan diriku dan mengurangi gajiku sebab saya gagal memantau mesin secara adekuat."

Rasa takut mulai menusuk ulu hatinya, mengalahkan seluruh logika mekanik yang selama ini dia kuasai. Vibrasi tersebut bukan sekadar kerusakan mesin; vibrasi tersebut terasa memiliki kesadaran. Rasanya seperti bumi ini berdenyut.

Xiao Kim menarik kembali cermin kecilnya dari saku. Kepercayaan dirinya, serta kebiasaannya yang sedikit narsis, mendorongnya untuk mengarahkan kamera ponsel di cermin itu ke pintu mesin, berusaha mendokumentasikan "kerusakan dimensi" ini. Cermin itu memancarkan pantulan cahaya biru ke wajahnya, mempertegas bintik-bintik keemasan di mata kirinya—sesuatu yang selalu dianggap aneh oleh dirinya sendiri.

Sambil menatap ke pusaran cahaya biru di dalam M19, Xiao Kim berkata dengan suara gemetar, tetapi tetap mencoba mempertahankan ketenangan profesionalnya. "Mesin ini terlahap. Mungkin ada suatu kerusakan katoda plasma di sekitar katup utama. Saya wajib menyentuh permukaan luar dan menilai kerusakan. Harap stabil, Nona Xiao Kim. Harap sangat stabil."

Dia mendekat selangkah demi selangkah. Setiap derit sol sepatu di lantai semen yang basah seolah merupakan satu-satunya suara di bilik laundry yang penuh mesin. Mesin lain mendadak berhenti mendengung, seolah-olah seluruh unit memberikan energi penuh mereka untuk menstabilkan M19 yang abnormal. Keheningan tiba-tiba itu jauh lebih menyeramkan daripada suara berisik.

Tepat ketika ujung jari Xiao Kim nyaris menyentuh baja casing mesin M19 yang kini panas, dia melihat cerminnya—cermin itu berkedip aneh. Biasanya hanya menampilkan aplikasi media sosial. Sekarang, cermin itu menampilkan gambar buram, berwarna cokelat kemerahan, seperti pasir dan darah, diselingi siluet bangunan kayu kuno.

Rasa penasaran Kim memuncak ke tingkat tertinggi. "Sungguh, Anda telah memutuskan untuk menampilkan klip film fantasi kuno yang buruk kepada saya, ya? Anda sangat yakin bahwa itu lebih menarik daripada kenyataan, bukankah demikian?" ia berbicara pada cermin.

Namun, sekilas pandangan buram itu cukup: Kim melihat ada kuda-kuda dan pakaian perang kuno di dalamnya. Hal itu terasa jauh lebih menarik dibandingkan ratusan sprei kotor yang mengantre dicuci.

Mesin M19 mengeluarkan bunyi mendesis yang keras. Panas membakar telapak tangan Xiao Kim, yang kini refleks menyentuh drum baja tersebut.

"Saya memutuskan untuk memeriksa ini sekarang," ucapnya, menyeringai dengan perpaduan antara kepanikan dan gairah yang telah lama hilang. Keberaniannya, dikombinasikan dengan dorongan aneh dari cermin kecil di sakunya, mendorongnya bertindak di luar logika. Ia yakin, Tuan Boss yang serakah dapat menunggu untuk ganti rugi, tetapi pengalaman lintas dimensi adalah kesempatan sekali seumur hidup.

"Silakan mundur!" ia berteriak kepada mesin, lalu cepat-cepat menekan tombol pelepas kunci pengaman mesin cuci M19, prosedur yang seharusnya membutuhkan kode dan waktu jeda dingin selama lima belas menit.

Lampu hijau kecil menyala—Ready.

Sekarang atau tidak sama sekali.

"Engkau adalah mesin, dan engkau harus patuh kepada petugas," kata Kim dengan tekad baru. Ia mengulurkan tangan, meraih pegangan pintu.

Suhu logam dingin mendadak berganti dengan kehangatan aneh, hampir seperti tarikan gravitasi tak terlihat. Xiao Kim membuka pintu bundar M19 yang tersegel. Cahaya biru itu menyergap dirinya bagaikan ombak pasang.

Sekonyong-konyong, tumpukan cucian Abad ke-21 yang mengantre di sekelilingnya, cermin saku ajaibnya, dan udara laundry yang pekat, semuanya terhisap ke dalam putaran tunggal yang mendebarkan di hadapannya.

Aroma klorin sirna, berganti dengan bau ozon tajam. Pandangannya menjadi biru-putih dan gelap secara bergantian, tubuhnya terentang ke dalam kekosongan yang tidak mungkin, dan ia hanya dapat menggenggam cerminnya erat-erat, takut lepas dari genggaman karena tarikan dimensi yang teramat brutal itu.

Tiba-tiba, tarikan tersebut berhenti. Xiao Kim merasakan deselerasi fisik yang ekstrem, tubuhnya melayang tak berbobot di udara panas yang kotor, jatuh tak terkendali bersama dengan gulungan-gulungan besar sprei, pakaian modern, dan suara gemuruh yang keras.

Sebuah gumpalan hitam menghantamnya, diikuti rasa perih di bahunya saat tubuhnya mendarat sangat keras di atas permukaan kasar dan berbau lumpur kering yang menyengat, sambil mencoba merangkak. Cermin ajaib itu kini memancarkan pandangan penuh, dan dia tidak lagi melihat sprei, tetapi genangan darah kering yang tersebar merata. Pandangan matanya mencari lingkungan. Dia melihat bebatuan kuno, semak-semak yang dicabik, dan hawa dingin dari malam yang beranjak naik, memenuhi udara dengan aroma besi dan mayat.

DUM. DUM. DUM.

Jantungnya berdebar, berteriak karena terkejut. Itu bukanlah gudang cucian. Itu bukan pabrik. Itu adalah—

Dia berusaha berdiri. Tetapi sebelum dia sempat menganalisis puing-puing misterius di sekitarnya yang mirip dengan pakaian perang, sebuah bunyi desing terdengar sangat tajam dari semak-semak yang mengelilinginya, dan sesosok bayangan manusia berlumuran lumpur menghampirinya, menyeruak dari kegelapan semak-semak itu, berlari menuju dirinya.

"Hai!" Xiao Kim berteriak. "Apa yang kau kehendaki dari diriku?"

Pria itu berseragam tebal, membawa tombak berkarat yang berkilauan mengerikan, dengan sorot mata yang dipenuhi pembunuhan. Dia pasti seorang musuh, entah musuh siapa.

Xiao Kim reflek bersembunyi di balik tumpukan cucian sprei putih yang baru dicuci. Sebuah desingan tajam melewati atas kepalanya, disusul suara hantaman kayu ke batu yang membuat darahnya tercecer. Itu bukan serangga. Itu adalah sebuah anak panah beracun yang tertanam kokoh di pohon tepat di belakangnya.

“BAHAYA. LARI SEKARANG JUGA!” teriaknya kepada diri sendiri.

Xiao Kim berlari sempoyongan. Bau besi dari tanah yang dibasahi darah membuktikan bahwa ini adalah mimpi buruk, bukan simulasi virtual.

Di detik berikutnya, ketika dia merasa telah melewati semak-semak kawat dan nyaris memasuki area lapangan terbuka, sesosok figur jangkung yang gagah, bersimbah darah, dan mengenakan pakaian zirah militer yang berat muncul, memegang pedang panjang dengan gagah perkasa.

Pandangannya, meskipun terkuras, memancarkan otoritas seorang penguasa.

"Mengapa engkau berdiri di sana!" serunya, suaranya parau, menggeram. Matanya fokus bukan kepadanya, tetapi ke arah semak di mana panah itu melesat tadi.

Kim yang panik hanya mampu berdiam, mengawasi. Pria tersebut, yang nampak seperti Dewa Perang yang tersisa, segera menggunakan dirinya sebagai tameng. Dia berlari di antara Kim dan sumber tembakan berikutnya.

Dia menggunakan tubuhnya yang kekar untuk melindungi Xiao Kim.

Anak panah kedua menembus sisi rompi bajanya. Cairan hitam menetes dari lukanya. Sang Jenderal agung itu tersentak, tetapi tidak terjatuh. Ia hanya terhuyung, sebelum akhirnya, diiringi teriakan menahan rasa sakit, dia jatuh berlutut tepat di hadapan Xiao Kim.

"Silakan lari!" pintanya, menyentak kata-kata itu dari antara giginya yang terkatup. "Saya telah gagal mengantisipasi sergapan mereka. Kau wajib lari, Nona!"

Pria tampan itu adalah Jenderal Xian. Namun, bagi Xiao Kim, dia hanyalah seorang pria asing yang baru saja menempatkan dirinya sendiri di ambang kematian demi keselamatan orang asing.

Rasa panik melahap logika, menyisakan satu insting: bertahan hidup, yang ironisnya berarti melindungi Jenderal tersebut.

Jenderal Xian, menangkis pukulan pedang tak terlihat dari jarak yang jauh dengan sisa tenaganya, merunduk ke depan. Matanya bergulir ke belakang saat cairan racun bekerja keras memeras kesadarannya, ia tampak akan kehilangan kesadarannya sepenuhnya dalam beberapa detik ke depan.

“Oh, Tuan! Kau sungguh tidak dapat mati dalam pakaian perang sekotor itu!” seru Xiao Kim.

Tangannya reflek bergerak, menyentuh saku, mengeluarkan cermin saku ajaib itu, mengarahkan kamera kepada wajah sang Dewa Perang yang jatuh. Berharap sang Jendral akan baik baik saja....

"Mimpi ini kok serasa sangat nyata?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!